A. Karakteristik Akidah Islam
Agama Islam, sebagai sistem ajaran yang sempurna (al-din al- kamil), memiliki sederet keunggulan dan kekhasan, antara lain:
1. Agama Fitrah
Agama Islam diturunkan oleh Allah untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia. Siapa pun yang mengamalkan Islam dengan penuh ketaatan, kepasrahan dan ketulusan, niscaya akan mene- mukan kedamaian dan memperoleh kemuliaan. Tidak sedikit pun ajaran Islam yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanu-siaan. Tidak pula membebani dan memberatkan manusia. Bahkan jika diperhatikan, semua hukum yang disyariatkan oleh Allah justru menopang fitrah dan kebutuhan dasar manusia.
Hal itu dibuktikan dengan substansi maqasid al-syari’ah yang bertujuan untuk menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengamalkan ajaran-Nya demi kesejahteraan manusia itu sendiri agar hidup bahagia di dunia dan di akhirat, bukan sebaliknya untuk memberi beban berat.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. al-Baqarah:286).
2. Berifat Universal
Perjumpaan ajaran Islam dengan tradisi dan budaya sekitarnya, tidaklah dilakukan dengan cara konfrontasi melainkan dengan jalan akomodasi kreatif. Pengetahuan yang dikembangkan dalam ajaran Islam pun merupakan serapan dari warisan intelektual peradaban sebelumnya. Kemudian peradaban itu disajikan kembali menjadi warisan dunia yang memberi manfaat bagi seluruh umat manusia.
Universalitas ajaran Islam telah dinyatakan oleh Allah SWT di dalam Q.S. al-Anbiya‟:107.
“Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.”
3. Melanjutkan Tradisi Tauhid
Tauhid merupakan urat nadi dan tujuan utama agama Islam. Dengan tauhid, manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagaimana doa yang tertuang dalam Q.S. al-Baqarah:201.
“Di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
Konsep Islam sebagai agama tauhid merupakan mata rantai ajaran sepanjang sejarah manusia dari para nabi dan rasul. Mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Daud, Musa, dan Isa sampai Muhammad SAW, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Q.S. al- Anbiya‟:25.
4. Menyempurnakan Agama yang Terdahulu
Sebelum Islam datang, telah ada banyak agama di dunia ini, baik agama yang masuk katagori samawi (agama langit) maupun ardhi (agama bumi). Di antara agama-agama itu adalah agama bangsa Kildean (Mesopotamia), agama bangsa Mesir, Hindu dan Budha (India), Zoroaster atau Majusi (Persia Iran), Tao atau Kong Hu Chu (Tiongkok), Shinto (Jepang), Nasrani (Palestina), dan Yahudi (Israel). Namun agama-agama tersebut memiliki berbagai keterbatasan.
Pertama, agama-agama sebelum Islam hanya diperuntukkan bagi umat tertentu. Misalnya, agama Yahudi dan Nasrani hanya diperuntukkan bagi Bani Israil seperti dinyatakan dalam Mathius
15:24, “Maka jawab Yesus. Katanya: Tiadalah aku disuruh kepada yang lain, hanya kepada segala domba yang sesat di antara Bani Israil”. Sedangkan Islam mempunyai visi universal sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Anbiya‟:107.
Kedua, ajaran-ajaran Tuhan yang terdapat dalam agama sebelum Islam sudah dipalsukan oleh para tokoh pemuka agama- agama itu. Misalnya, Taurat (Perjanjian Lama) dan Injil (Perjanjian Baru), saat ini tidak ada yang asli. Bahkan seandainya isi Injil Lukas, Mathius, Markus, Yohanes, dan Paulus dibandingkan, maka akan ditemukan perbedaan yang prinsipil. Sedangkan agama Islam tidak akan pernah dipalsukan, karena al-Qur‟an sebagai sumber ajaran dijamin otentisitasnya oleh Allah SWT.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. al-Hijr:9)
5. Mendorong Kemajuan
Kemajuan peradaban manusia akan terwujud apabila manusia mampu memanfaatkan potensi akalnya dengan baik. Misi tauhid adalah membebaskan manusia dari penjara mitos, tahayul, dan penghambaan kepada ciptaan Allah yang hakikatnya lebih rendah martabatnya. Alam dengan segala isinya diciptakan untuk diman- faatkan, bukan untuk disakralkan. Ini merupakan paradigma yang sangat revolusioner dalam sejarah umat manusia.
Banyak sekali ayat al-Qur‟an yang menantang manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Islam mengajarkan bahwa hukum- hukum Allah (sunnatullah) dalam kehidupan ini ada dua macam, yaitu yang tertulis (qauliyah) dan yang tidak tertulis (kauniyah). Sunnah qauliyah adalah hukum yang diwahyukan kepada para nabi. Sedangkan sunnah kauniyah ialah ketentuan yang tidak diwah- yukan, seperti suhu udara, tata surya, panas matahari, iklim, derajat panas air, hukum titik cair baja, gravitasi, dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan agar manusia melakukan penelitian dan memikirkan betapa dahsyat ciptaan-Nya.
“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman" (Q.S. Yunus:101).
Manusia dalam pandangan Islam merupakan makhluk merdeka dan bebas menentukan kehidupannya. Allah telah menganugerahkan potensi kebaikan dan kejelekan dalam diri manusia. Semua perbuatannya di dunia akan dipertanggungjawabkan sendiri secara individual di hadapan-nya. Ini berarti bahwa kebebasan yang dimaksud bukan “kebebasan absolut” sebagaimana dipahami oleh aliran Qadariyah (free will), dan bukan pula “kebebasan nihil” seperti dipahami sekte Jabbariyah (fatalism). Islam hadir dengan “wajah tengah” di antara dua aliran tersebut. “Kebebasan ber-imbang” yang nantinya memunculkan potensi kreatif (creative force) dalam diri manusia itulah yang dikehendaki oleh al-Qur‟an.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan diri mereka sendiri” (Q.S. al-Ra’d:11).
Sebagai bukti konkrit, Islam mendorong kemajuan adalah bahwa syariat tidak mengatur secara rinci (tafsili) hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia. Asalkan tidak melanggar tuntunan syara‟, Islam mendukungnya. Ayat-ayat al-Qur‟an yang berkenaan dengan persoalan muamalah hanya memberikan ketentuan secara garis besar (ijmali) karena memang kehidupan terus berkembang secara dinamis.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan