Tampilkan postingan dengan label Pikiran Ramadhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pikiran Ramadhan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Maret 2025

Apakah Berbuka Dengan yang Manis Aman Bagi Kesehatan, Setelah Seharian Puasa?

 


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Buka puasa adalah kegiatan mengakhiri puasa dengan mengonsumsi makanan dan minuman setelah matahari terbenam, biasanya dilakukan saat azan Maghrib berkumandang.

Berikut beberapa tips buka puasa yang sehat:

Makanan dan Minuman

1. *Kurma dan air*: Mulailah dengan mengonsumsi kurma dan air untuk mengembalikan energi dan hidrasi tubuh.

2. *Makanan ringan*: Konsumsi makanan ringan seperti buah-buahan, sayuran, dan roti untuk menghindari perut kembung.

3. *Hindari makanan berat*: Hindari mengonsumsi makanan berat seperti nasi, mie, dan makanan berminyak.

Kesehatan

1. *Minum air yang cukup*: Pastikan untuk minum air yang cukup untuk menghindari dehidrasi.

2. *Hindari makan terlalu banyak*: Hindari makan terlalu banyak untuk menghindari perut kembung dan gangguan pencernaan.

3. *Istirahat yang cukup*: Pastikan untuk istirahat yang cukup setelah buka puasa untuk menghindari kelelahan.

Spiritualitas

1. *Baca doa*: Baca doa untuk memohon ampun dan ridha dari Allah SWT.

2. *Sedekah*: Berikan sedekah kepada orang yang membutuhkan sebagai bentuk kepedulian dan kebaikan.

3. *Refleksi diri*: Lakukan refleksi diri untuk memperbaiki diri dan meningkatkan ketaqwaan.


Berbuka puasa dengan makanan manis dapat memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis makanan manis, jumlah konsumsi, dan kondisi kesehatan individu.

Dampak Positif

1. *Mengembalikan energi*: Makanan manis dapat mengembalikan energi yang hilang selama puasa.

2. *Meningkatkan gula darah*: Makanan manis dapat meningkatkan gula darah yang mungkin rendah setelah seharian puasa.

Dampak Negatif

1. *Kenaikan gula darah yang cepat*: Makanan manis dapat menyebabkan kenaikan gula darah yang cepat, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan, terutama bagi orang dengan diabetes.

2. *Gangguan pencernaan*: Makanan manis dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti perut kembung, diare, atau sembelit.

3. *Kenaikan berat badan*: Makanan manis dapat menyebabkan kenaikan berat badan jika dikonsumsi secara berlebihan.


Tips Berbuka Puasa yang Sehat

1. *Pilih makanan manis yang sehat*: Pilih makanan manis yang sehat, seperti buah-buahan, madu, atau gula aren.

2. *Konsumsi dengan moderat*: Konsumsi makanan manis dengan moderat untuk menghindari dampak negatif.

3. *Imbangi dengan makanan lain*: Imbangi makanan manis dengan makanan lain yang seimbang dan bergizi.

Berikut beberapa tips buka puasa dengan makanan manis yang aman bagi kesehatan:

Pilih Makanan Manis yang Sehat

1. *Buah-buahan*: Pilih buah-buahan seperti kurma, apel, atau pisang yang kaya akan serat dan nutrisi.

2. *Madu*: Madu adalah pilihan yang sehat karena kaya akan antioksidan dan memiliki indeks glikemik yang rendah.

3. *Gula aren*: Gula aren adalah pilihan yang lebih sehat daripada gula pasir karena memiliki indeks glikemik yang lebih rendah.

Konsumsi dengan Moderat

1. *Jangan berlebihan*: Jangan mengonsumsi makanan manis secara berlebihan karena dapat menyebabkan kenaikan gula darah yang cepat.

2. *Imbangi dengan makanan lain*: Imbangi makanan manis dengan makanan lain yang seimbang dan bergizi.

Perhatikan Waktu

1. *Tunggu beberapa menit*: Tunggu beberapa menit setelah berbuka puasa sebelum mengonsumsi makanan manis.

2. *Jangan mengonsumsi sebelum tidur*: Jangan mengonsumsi makanan manis sebelum tidur karena dapat menyebabkan gangguan tidur.

Perhatikan Kesehatan

1. *Perhatikan gula darah*: Perhatikan gula darah Anda dan jangan mengonsumsi makanan manis jika gula darah Anda sudah tinggi.

2. *Konsultasikan dengan dokter*: Konsultasikan dengan dokter jika Anda memiliki riwayat penyakit diabetes atau gangguan gula darah.

Semoga tips ini dapat membantu Anda dalam berbuka puasa dengan makanan manis yang aman bagi kesehatan!

Dalam keseluruhan, berbuka puasa dengan makanan manis dapat aman bagi kesehatan jika dikonsumsi dengan moderat dan dipilih makanan manis yang sehat. Namun, perlu diingat bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dan kondisi kesehatan yang berbeda-beda.

Sabtu, 01 Maret 2025

Apakah Berbuka Dengan Yang Manis Baik Bagi Kesehatan, Setelah Seharian Puasa ?

 


Buka puasa adalah kegiatan mengakhiri puasa dengan mengonsumsi makanan dan minuman setelah matahari terbenam, biasanya dilakukan saat azan Maghrib berkumandang.

Berikut beberapa tips buka puasa yang sehat:

Makanan dan Minuman

1. *Kurma dan air*: Mulailah dengan mengonsumsi kurma dan air untuk mengembalikan energi dan hidrasi tubuh.

2. *Makanan ringan*: Konsumsi makanan ringan seperti buah-buahan, sayuran, dan roti untuk menghindari perut kembung.

3. *Hindari makanan berat*: Hindari mengonsumsi makanan berat seperti nasi, mie, dan makanan berminyak.

Kesehatan

1. *Minum air yang cukup*: Pastikan untuk minum air yang cukup untuk menghindari dehidrasi.

2. *Hindari makan terlalu banyak*: Hindari makan terlalu banyak untuk menghindari perut kembung dan gangguan pencernaan.

3. *Istirahat yang cukup*: Pastikan untuk istirahat yang cukup setelah buka puasa untuk menghindari kelelahan.

Spiritualitas

1. *Baca doa*: Baca doa untuk memohon ampun dan ridha dari Allah SWT.

2. *Sedekah*: Berikan sedekah kepada orang yang membutuhkan sebagai bentuk kepedulian dan kebaikan.

3. *Refleksi diri*: Lakukan refleksi diri untuk memperbaiki diri dan meningkatkan ketaqwaan.


Berbuka puasa dengan makanan manis dapat memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis makanan manis, jumlah konsumsi, dan kondisi kesehatan individu.

Dampak Positif

1. *Mengembalikan energi*: Makanan manis dapat mengembalikan energi yang hilang selama puasa.

2. *Meningkatkan gula darah*: Makanan manis dapat meningkatkan gula darah yang mungkin rendah setelah seharian puasa.

Dampak Negatif

1. *Kenaikan gula darah yang cepat*: Makanan manis dapat menyebabkan kenaikan gula darah yang cepat, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan, terutama bagi orang dengan diabetes.

2. *Gangguan pencernaan*: Makanan manis dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti perut kembung, diare, atau sembelit.

3. *Kenaikan berat badan*: Makanan manis dapat menyebabkan kenaikan berat badan jika dikonsumsi secara berlebihan.


Tips Berbuka Puasa yang Sehat

1. *Pilih makanan manis yang sehat*: Pilih makanan manis yang sehat, seperti buah-buahan, madu, atau gula aren.

2. *Konsumsi dengan moderat*: Konsumsi makanan manis dengan moderat untuk menghindari dampak negatif.

3. *Imbangi dengan makanan lain*: Imbangi makanan manis dengan makanan lain yang seimbang dan bergizi.

Berikut beberapa tips buka puasa dengan makanan manis yang aman bagi kesehatan:

Pilih Makanan Manis yang Sehat

1. *Buah-buahan*: Pilih buah-buahan seperti kurma, apel, atau pisang yang kaya akan serat dan nutrisi.

2. *Madu*: Madu adalah pilihan yang sehat karena kaya akan antioksidan dan memiliki indeks glikemik yang rendah.

3. *Gula aren*: Gula aren adalah pilihan yang lebih sehat daripada gula pasir karena memiliki indeks glikemik yang lebih rendah.

Konsumsi dengan Moderat

1. *Jangan berlebihan*: Jangan mengonsumsi makanan manis secara berlebihan karena dapat menyebabkan kenaikan gula darah yang cepat.

2. *Imbangi dengan makanan lain*: Imbangi makanan manis dengan makanan lain yang seimbang dan bergizi.

Perhatikan Waktu

1. *Tunggu beberapa menit*: Tunggu beberapa menit setelah berbuka puasa sebelum mengonsumsi makanan manis.

2. *Jangan mengonsumsi sebelum tidur*: Jangan mengonsumsi makanan manis sebelum tidur karena dapat menyebabkan gangguan tidur.

Perhatikan Kesehatan

1. *Perhatikan gula darah*: Perhatikan gula darah Anda dan jangan mengonsumsi makanan manis jika gula darah Anda sudah tinggi.

2. *Konsultasikan dengan dokter*: Konsultasikan dengan dokter jika Anda memiliki riwayat penyakit diabetes atau gangguan gula darah.

Semoga tips ini dapat membantu Anda dalam berbuka puasa dengan makanan manis yang aman bagi kesehatan!

Dalam keseluruhan, berbuka puasa dengan makanan manis dapat aman bagi kesehatan jika dikonsumsi dengan moderat dan dipilih makanan manis yang sehat. Namun, perlu diingat bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dan kondisi kesehatan yang berbeda-beda.

Sunnah Pertama dalam Ibadah Puasa


Selamat Puasa Ramadhan 1446 H!

Semoga Puasa Ramadhan kali ini membawa keberkahan, kesabaran, dan ketakwaan bagi kita semua. Semoga kita dapat menjalani Puasa dengan penuh iman dan taqwa, serta dapat meraih ampunan dan ridha dari Allah SWT.

Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua dapat menjalani Ramadhan dengan penuh kebahagiaan dan keberkahan!.

Sahur adalah makanan yang dikonsumsi sebelum fajar, sebelum memulai puasa di bulan Ramadhan. Berikut beberapa alasan mengapa sahur sangat penting:

Meningkatkan Energi

1. *Mengisi energi*: Sahur membantu mengisi energi yang dibutuhkan untuk menjalani hari dengan puasa.

2. *Menghindari kelelahan*: Sahur dapat membantu menghindari kelelahan dan kekurangan energi selama puasa.

Meningkatkan Kesehatan

1. *Menghindari dehidrasi*: Sahur membantu menghindari dehidrasi dengan mengonsumsi air dan makanan yang kaya akan cairan.

2. *Menghindari gangguan kesehatan*: Sahur dapat membantu menghindari gangguan kesehatan seperti hipoglikemia (gula darah rendah) dan kekurangan nutrisi.

Meningkatkan Spiritualitas

1. *Meningkatkan kesabaran*: Sahur membantu meningkatkan kesabaran dan ketakwaan dengan menghadapi lapar dan dahaga.

2. *Meningkatkan keimanan*: Sahur dapat membantu meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Sunnah Nabi Muhammad SAW

1. *Sunnah Nabi*: Sahur adalah sunnah Nabi Muhammad SAW, yang mencontohkan pentingnya makan sahur sebelum memulai puasa.

2. *Mengikuti contoh Nabi*: Dengan makan sahur, kita mengikuti contoh Nabi Muhammad SAW dan menunjukkan ketaatan kita kepada Allah SWT.

Waktu paling tepat untuk sahur adalah sekitar 1-2 jam sebelum fajar, yaitu sekitar pukul 04.00-05.00 pagi. Namun, waktu sahur dapat berbeda-beda tergantung pada lokasi dan waktu fajar di daerah Anda.


Pertimbangan Waktu Sahur

1. *Waktu fajar*: Pastikan untuk sahur sebelum fajar, karena puasa dimulai saat fajar.

2. *Waktu tidur*: Pastikan untuk memiliki waktu tidur yang cukup setelah sahur.

3. *Waktu persiapan*: Pastikan untuk memiliki waktu yang cukup untuk persiapan sebelum memulai aktivitas.


Manfaat Sahur Pagi

1. *Meningkatkan energi*: Sahur pagi dapat membantu meningkatkan energi dan kekuatan untuk menjalani hari.

2. *Menghindari lapar*: Sahur pagi dapat membantu menghindari lapar dan dahaga yang berlebihan selama puasa.

3. *Mendapatkan pahala*: Sahur pagi adalah salah satu amalan yang dapat mendapatkan pahala dari Allah SWT.


Sahur adalah makanan yang dikonsumsi oleh umat Islam sebelum fajar, sebelum memulai puasa di bulan Ramadhan. Sahur adalah salah satu sunnah (tradisi) yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Keutamaan Sahur

1. *Meningkatkan kekuatan*: Sahur membantu meningkatkan kekuatan dan energi untuk menjalani hari dengan puasa.

2. *Menghindari lapar*: Sahur membantu menghindari lapar dan dahaga yang berlebihan selama puasa.

3. *Mendapatkan pahala*: Sahur adalah salah satu amalan yang dapat mendapatkan pahala dari Allah SWT.


Sunnah Sahur

1. *Makan sahur sebelum fajar*: Sahur harus dikonsumsi sebelum fajar, sebelum memulai puasa.

2. *Makan makanan yang ringan*: Makan makanan yang ringan dan mudah dicerna untuk menghindari perut kembung.

3. *Minum air yang cukup*: Minum air yang cukup untuk menjaga hidrasi tubuh.

Doa Sahur

"Ya Allah, berilah aku kekuatan dan energi untuk menjalani hari ini dengan puasa, dan berilah aku pahala yang besar atas amalan ini. Amin.


Minggu, 02 April 2023

Serambi Ramadhan Ke-11 | Kasuistik Pemuda Dalam Prespektif Ramadhan

 


Dalam skema penalaran berfikir, pemuda memiliki peran dominan terhadap penalaran-penalaran dialektikanya berlaku. Utamanya dalam berperan diera modern dan era highspeed komunikasi serta transparasi komunikasi. Hedon mengenai peran pemuda telah terbukti dari zaman sebelum indonesia merdeka ada golongan tua dan golongan muda. Meskipun demikian, dua golongan super natural tersebut bukan alasan mutlak untuk mendistraksi dialektika yang berjalan. Pemuda memiliki semangat dan kemauan bulat sedangkan para sesepuh golongan tua berhak memberikan dorongan dan motivasi penguat, bak kata-kata Ki Hajar Dewantara, Tut Wuri Handayani. Untuk itu, meletakkan dimana kita atas apa yang harus kita lakukan disituasi yang bagaimana, diras perlu kita fikirkan melalui forum-forum perkumpulan profetik dengan asas, cendekiawan, prinsip kebangsaan serta berpegang pada ideologi agama yang moderat. 

Oleh karena itu, pemuda se kecamatan dampit dalam forum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU IPPNU) menselaraskan dialektika zaman yang berkembang, melalui kontur struktural dan multikultural IPNU IPPNU harus biasa memberikan pemikiran selaras serta problem solving yang konkret. Momentum Ramadhan kiranya tepat untuk sama-sama duduk untuk menganalisis hasil daya serap kondisi lingkungan, yang harus diabsraksikan dalam bentuk visi misi organisasi, hal tersebut guna menentukan arah gerak organisasi sesuai predikat ketentuan yang berlaku, bisa diterima baik untuk internal NU maupun kemaslahatan umat dengan latarbelakang apapun. 

Forum buka bersama, hakikatnya adalah refkeksi hasil setelah jerihpayah dalam satu hari penuh berusaha sekuat tenaga untuk menunda nafsu. Ini sengaja dirayakan bersama sebagai reminder bersama. Organisasi pun demikian, bila salahseorang disemua lingkup organisasi sadar dan berusaha menahan nafsunya serta egonya, niscaya tujuan organisasi yang telah dirancang dalam bentuk visi-misi yang telah terabstraksi dari analisa kompeks serta diterjemahkan dalam arah gerak atau program kerja, akan membuahkan hasil serta menyadarkan berbagai kolega. 

Kita semua sadar dan percaya hal itu, dampit dengan segala konsekuesinya mampu melahirkan organisasi pemuda yang sehat seperti vitamin, penawar rancun dalam setiap bisa serta pertunjukan seni kehidupan. Semua membutuhkan proses yang panjang. Bukan hanya semata untuk menghidupkan organisai, namun juga membentuk watak manusia personal yang paham akan ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah melalui belajar, berjuang dan bertaqwa. Layaknya ikan dalam sungai mereka berengang mengikuti arus namun tidak akan terseret dalam arus, ngeli ananging ora keli. Setidaknya ini bisa menjadi pegangan bagi kita untuk hidup di zaman modern ini, pemuda millenial jika tidak ingin tertinggal oleh zaman harus ikut dalam pergulatan peradaban zaman namun tidak terseret arus membahayakan oleh zaman. Batasan-batasan itu ditempa dalam prinsip dan ideologi organisasi. 

Tatkala organisasi masih mau berfikir mengenai hal ini, maka angin segar kesuksesan akan berhembus kencang. Tidak hanya untuk masadepan organisasinya namun juga personal manusiawinya. Semoga momentum buka bersama mampu merefleksikan pemikiran seperti ini, membuat sadar dan kematangan dalam berfikir. Semoga kita keluar dari bulan suci ini mendapatkan predikat Minal Aidzin Wal Faidzin. Aamiin.

Serambi Ramadhan Ke-10 | Empat Metode Asketik

 

Tirakatan sejauh ini menjadi 'laku' yang terpinggrikan, sebab orang modern menganggap tirakatan sebagai bentuk tradisi bukan sebagai kebutuhan hidup suatu manusia, dengan kata lain manusi modern saat ini kurang mengenal esensi dari tirakatan itu sendiri, menganggap tirakat merupakan sesuatu yang dapat membahayakan diri dan tidak memiliki pengaruh yang jelas terhadap manusia itu sendiri. Dari artikel ini, akan diungkapkan beberapa pendapat mengenai asketik atau bisa diartikan sebagai tirakatan. Memang ada tirakat yang dibungkus dengan sesuatu yang menyakiti namun juga ada yang dilakukan yang bisa menjadi sesuatu cinta. Medote askestik itu dapat dibedakan menjadi beberapa dibawah ini : 


1. Natural Asceticism

Adalah Gaya hidup serba minimal dimana aspek material kehidupan direduksi menjadi sangat sederhana dan minimum, tetapi tanpa melukai/ menyiksa tubuh. Banyak dari terdahulu yang sudah melakukan hal ini, seperti puasa karena puasa masih ada hal yang berbuka. 


2. Unnatural Asceticism

Gaya hidup asketik dengan cara penyiksaan diri diluar batas normal. Ini biasanya dilakukan oleh seorang budha. Kalau teman-teman ingat, pelaku debus mungkin melakukan ini sebelum beraksi dalam fase latihan. 


3. Innerwordly

Tetap melibatkan diri dalam kehidupan ramai, meskipun dengan mampu tidak tergodo/ terikat. Ini telah diajarkan oleh leluhur kita, sunan kalijaga punya prinsip yang lama telah kita adopsi, "ngeli ananging ora keli" yang artinya mengikuti arus tapi tidak terbawa arus. 


4. Outerwordly

Menarik diri dari dunia dan gaya hidup menyediri. Seringkali secara leterlijk disebut introvet, namun kalau introvet sebagian besar adalah bawaan dari sifat eksternal sedangkan outerwordly ini lebih kesengajaan yang dibarengi dengan usaha keras, butuh daya upaya yang keras untuk mencapai ini. Karena dizaman sekarang yang serba membuka dunia manusia jenis ini lebih memilih untuk jauh dari keramaian dunia.

Keempat metode tersebut, bisa dipilih sesuai dengan tujuan dan hasil yang akan dituju, dilevel awal juga merupakan pilihan yang disesuaikan dengan keadaan hidup yang dipilih yang sesuai dengan kekuatan jasmani rohani. Setiap manusia berhak memilih sesuai dengan pilihannya dan secara garis besar berbeda. Idealnya setiap manusia harus pernah dimetode asketik tersebut, jika tidak maka manusia akan keluar sebagai makhluk yanh tidak ideal. Maka, namun jangan khawatir dimomentum ramadhan ini kita setidaknya sudah ada satu diantara hal tersebut, hanya saja semoga kita memperoleh buah hasil dari asketik puasa dan keluar memperoleh predikat Minal Aidzin Wal Faidzin, aamiin.

Serambi Ramadhan Ke-9 | Ragam Praktek Hidup Asketik

Fase dalam setiap manusia mengalami fase yang sama, meskipun dengan prosesnya yang berbeda. Dengan begitu, manusia harus memahami setiap prosesnya, self awareness, sefl love juga bekal yang baik. Manusia untuk berproses dengan baik harus mutlak menjalankan sesuatu yang naturalnya manusia harus mengalami, diantaranya : 


1. Fasting (Puasa)

Hampir semua agama/ makhluk melakukan puasa, baik dibungkus dengan ibadah maupun jalan ideologi, arti leterlijk dari puasa adalah Menahan demi panen yg besar, lelahnya ibadah akan panen manisnya iman, lelahnya belajar akan panen manisnya kepintaran, itulah diantara latarbelakang yang menjadi faktor utama. 


2. Communal 

Menjauh dari kerujunan/ uzlah, ini sudah banyak dipraktikkan oleh orang-orang besar. Para penulis kitab besar juga perlu uzlah untuk menciptakan kitab dengan sempurna, karena dengan kesendirian dan keheningan tercipta pemikiran yang mendalam. 


3. Yogic asceticism 

Secara amaliah kalau kita sebagai umat islam adalah Wirid, kalau orang kejawen adalah mantra. Diantara fungsi dari Yogis Asceticism adalah mempengaruhi alam bawah sadar dan memperoleh kedekatan dengan tuhan. 


4. Nocturnal Vigils 

Tirakat nomor empat ini, sejatinya mudah dilakukan oleh anak muda, mamun banyak diantara mereka yang tidak memahami dan tanpa dilandasi dengan niat dan cara yang benar, sehingga seringkali di sebut bergadang tiada gunanya. Sedangkan kegiatan bergadang mereka jika dilakukan dengan niat dan cara yang benar akan menghasilkan suatu yang luar biasa dari proses tirakatan, melekan/ bergadang ini bagi yang bisa melakukan akan merasakan asyiknya berhadapan dengan Allah, layaknya seseorang yang hanya ingin berdua dengan kekasihnya/ pasarnya. Jika telah berada pada fase ini, hamba hanya akan beribadah dengan khusyu' ketika malam hari, karena beranggapan bahwa ketika malam hanya ingin berhadapan sendiri dengan Allah swt. 


5. Pain Producing Asceticsm 

ini secara mudahnya bisa dikatakan menyiksa diri untuk merasakan betapa dirinya lemah dan yg kuat batinnya. Mereka yang menjalankan ini akan disadarkan bahwa batinnya akan kuat jika dekat dengan maha batin yaitu Allah Swt. 


6. Celibacy 

ini adalah julukan bagi mereka yang tidak menikah, fokus pada ilmu dan tuhannya, diantara anggapan bagi orang yang menjalankan ini adalah menikah bagian dari pemanjaan nafsu. 


Tentu dari semua fase itu, manusia minimal memiliki satu dari salah satu kewajiban untuk meningkatkan diri, puasa merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, merupakan bentuk dari pengamalan fase itu. Pada bulan puasa ini semoga kita mendapatkan predikat Minal Aidzin Wal Faidzin, aamiin.

Kamis, 30 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-8 | Patah Hati Itu Mahal

 

Betapa ruginya ketika ramadhan telah selesai namun seorang manusia tidak merasakan kesedihan, sepertinya belum puas bahkan baru saja menemukan pola kenikmatannya ketika puasa, tarawih, tadarus, sholat dan qiyamul lail namun ramadhan telah usai. Kadang terucap, kalau hanya sekedar lewat mengapa datang. Namun ternyata itu cara Allah swt untuk memberika dorongan motivasi agar giat dalam menyambut bulan suci Ramadhan, tatkala kita merasa telat dalam menikmati nikmatnya ramadhan karena persiapannya yang kurang, itulah mengapa perasaan sedih itu ada bagi orang yang beriman dan berjihad dalam bulan suci ramadhan. 

Jika difikir lebih jauh lagi, ternyata patah hati ditingg oleh bulan suci ramadhan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Cost kerugian tersebut yang ditaksir mahal tersebut ternyata muncul dari segi materil dan non materil bahkan ke moral. Misalkan dengan bulan ramdhan berakhir kita akan patah hati, dari sesorang yang tak bijak ketika patah hati akan kehilangan semangat dalam menjalankan hal baik lagi, akan berhenti menjalankan istiqomah yang dijalankan ketika bulan suci ramdhan, ketika sudah begitu berapa biaya cost pahala yang kita biarkan tidak terserap oleh kita. 

Ya pada dasarnya itu hanya analogi dan contoh kecil, teori dan pengetahuan itu bisa di copypaste di semua aspek kegiatan kita yang bisa menimbulkan kerugian yang mahal setelah patah hati saat bulan ramadhan meninggalkan kita semua. Nanti kita coba memberikan tanda pada setiap akhir bulan ramadhan yang pernah kita jalankan akankah kita sedih atau senang, atau bahkan dari awal  ramadhan kita sudah berkeinginan untuk segera keluar dari bulan ramadhan, naudzubillah. 

Jangankan ke orang lain, pada dasarnya aku menulis ini sebenarnya untuk diriku sendiri. Sesuai dengan tulisanku sebelumnya, bahwa sedikitnya aku telah mengerti mengenai diriku sendiri. Karena diriku akan lebih ingat ketika aku dalam beragumen itu ditulis, itulah buah hasil dari bisa mengenal diri sendiri maka akan menimbulkan dampak yang baik.

Akhir literasi, semoga kegiatan dibulan suci ramadhan ini membantu memberikan pola dalam membantu menemukan identitas dan reputasi diri. Serta kita bisa keluar dari ramadhan kecuali memperoleh predikat orang yang Minal Aidzin Wal Faidzin, Aaamiin.

Rabu, 29 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-7 | Cinta Tanpa Pengenalan Diri

Entah mengapa selalu menarik untuk membahas self love namun sangat sulit untuk melakukan dan menerapkannya. Kali ini, melanjutkan dari pembahasan artikel kemarin, sepertinya membahas mengenai dampak dari mencintai namun tanpa mengenali diri sendiri. Sebagian pendapat kita dengar bahwa sebelum mencintai orang lain maka cintailah diri sendiri, nah dalam mencintai diri sendiri itu sepertinya salahsatunya adalah dengan cara mengenali diri, dengan begitu maka  kita bisa menemukan pasangan yang sesuai diri kita dengan cinta yang sesuai dengan dialektika kehidupan kita. Diantara dampak dari mencintai tanpa mengenali diri adalah sebagai berikut : 

1. Salah Memilih pasangan

Kemungkinan bisa salah memilih pasangan itu pasti terjadi, misalnya kalau kita mudah tersinggung ya jangan punya pasangan yang ngomongnya tidak bisa dikontrol, jika tidak maka akan menjadi fatal, karena tidak bisa mengenal diri sendiri. Aku orang seperti apa sehingga butuh orang seperti apa.

2. Tergantung pada orang lain

Sisi kedua setelah tidak bisa mengenali diri sendiri ketika akan mencintai adalah nempel saja pada orang lain, tidak bisa mandiri. Maunya terserah saja, hal ini bisa saja terjadi karena tidak ada keinginan untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh diri sendiri, apapun itu. Mulai dari hal kecil, menu makan, kegiatan harian, hingga masalah kompleks seperti mengerjakan masterplan hidup. Disiai lain kita jadi menyulitkan perasaan oranglain, bisanya terserah atau ngikut saja. 

3. Tidak bisa merespon gejala yang muncul dalam diri kita

Ketidakmampuan diri dalam mengobati masalah yang terjadi pada diri kita sendiri bisa diakibatkan Karena tidak kenal dengan diri kita akan terpontang panting dengan diri kita. Orang yang tidak kenal dirinya itu biasanya hidupnya sepenuhnya mengandalkan pengalaman yang kemarin-kemarin, dia tidak punya visi, dikendalikan masalalu. Hanya mengikuti pola sejarah emosi kita.

Semoga di era yang modern ini khususnya pada momentum bulan ramadhan bisa menjadikan kita manusia yang pandai dalam menganalisis dan menentukan setplan atau bahkan masterplan kehidupan, serta memperoleh predikat Minal Aidzin Wal Faidzin.

Senin, 27 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-6 | Identitas dan Reputasi

 

Masih di topik self love, namun kali ini berbicara mengenai identitas dan reputasi, membicarakan keduanya tentu berbicara mengenai personal life. Sesuatu yang melekat dalam diri kita seringkali disebut identitas, baik verbal maupun non verbal, begitupula dengan reputasi. Reputasi seseorang seringkali dikaitkan mengenai usaha mempertahankan harga diri seseorang. Menilai dan mencitrakan indentitas dan reputasi bisa dilakukan dengan cara dua aspek, dua sudut pandang yakni sudut pandang internal dan eksternal, sudut pandang diri kita dan orang lain.

'Siapa aku menurutku' mungkin itu adalah istilah tepat untuk mengungkap identitas diri sendiri yang dikemas dalam bentuk personal branding, tentu ini berbekal kepandaian dalam mengenali diri. Sudut pandang ini belum tentu akurat dan selalu benar karena yang menilai adalah diri kita sendiri yang cenderung diselimuti oleh emosi dan ambisi seperti yang telah dibahas dalam artikel sebelumnya.

Ada juga 'siapa aku menurut oranglain' ini dilakukan oleh eksternal oranglain, cara ini akan berhasil bila seseorang tidak mudah sakit hati dalam dinilai oleh orang lain, berbagai masukan bukan untuk menjelekkan namun sebagai bahan introspeksi diri, muhasabah dan evaluasi. Tentunya kedua metode penilaian tersebut jarang sama dan itu telah hukum alam, kalaupun sama berarti seseorang telah memahami dirinya sendiri dalam mengungkap identitas dan oranglain telah membaca dari prespektif yang kompleks untuk mengungkap reputasi, namun kalau selalu sama hal ini perlu dipertanyakan. 

Biasanya yang lebih dominan bersumber dari reputasi untuk menilai diri sendiri, karena sejatinya oranglain bisa membaca diri kita disandingkan dengan keadaan dan kondisi yang pas, juga baik bila identitas bisa akurat dalam menilai dirinya sendiri karena siapa yang ingin mengenal tuhannya harus bisa mengenal dirinya sendiri, karena jika identitas didominankan dalam menilai diri sendiri hal yang mungkin adalah sulit obyektid dalam membaca diri sendiri.

Karena reputasi yan bersumber dari oranglain akan lebih akurat dalam menilai diri sendiri, maka mengenalkan identitas untuk membantu validasi diri kita kepada oranglain harus diusahakan sebagai bentuk upaya kita mengklarifikasi mengenai diri kita. Interkasi dengen oranglain untuk mengungkap siapa kita perlu dilakukan, baik melalui diskusi, debat, curhat atau bahkan screet mirror. 

Untuk itu, kita harus memiliki teman dekat yang mengerti diri kita sendiri, tidak perlu banyak yang terpenting adalah bisa memahami, baik senasip seperjuangan atau yan setara dengan diri kita secara dealektika kehidupan. Kembali lagi, sebenarnya dalam memilihi oranglain untuk bisa menilai diri kita adalah kita sendiri harus bisa mengenali diri kita sendiri, kepada siapa kita berteman dan dalam motif apa. 

Semoga refleksi demi refleksi ketika ramadhan menambah kita menjadi lebih baik dalam setiap proses menjalankan dialektika kehidupan yang dirasa dan dijalankan semakin kompeks, tingkat kompleksitas dialektika permasalahan atau kehidupan harus diimbangi pula dengan tingkat komplektifitas dalam berfikir dan menganalisis, semoga ramadhan kali ini kita berhasil mendidik diri kita untuk bisa berfikir yang jernih serta analisis yang matang sebagai bentuk kedewasaan dan kematangan diri, serta mendapatkan predikat Minal Aidzin Wal Faidzin.

Minggu, 26 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-5 | Mengapa Mengenali Diri Sulit Dilakukan ?

 

Dalam misi peningkatan kapasitas diri, upgrade skill atau usaha menjadi pribadi lebih baik. Ada beberapa rumus atau resep yang bisa ditempuh. Namun tak jarang banyak sesorang yang gagal dalam mengenali dirinya, mengenali diri ternyata tidak semudah yang dibayangkang. Bayangan kita mengenali diri adalah bagimana melakukan sesuatu yang kita sukai, yang membuat kita bahagia atau bahkan membuat kita terbuai dengan keadaan. Nyatanya ketika hanya demikian, maka seseorang akan terjerumus kepada hal-hal yang memabukkan, karena hanya berusaha menjalankan hal-hal yang kita sukai. Sedangkan, boleh jadi sesuatu yang kita sukai tidak baik bagi kita namun sesuatu yang kita benci akan berakibat baik bagi kita. Analoginya adalah sabar dalam menuntut ilmu akan menjadi derajat kita tinggi, meminum obat yang pahit adalah sarana kita agar sembuh dari sakit. Namun, sering mengkonsumsi makanan yang manis akan membuat penyakit bagi diri kita, itulah analogi simpelnya, fikirkanlah.


Kesulitan-kesulitan dalam mengenali diri itu terkadang disebabkan oleh beberapa kesalahan yang kita sendiri sering tidak menyadarinya, antara lain : 


1. Dorongan bawah sadar

Orang sering dikendalikan ego nakun tidak bisa mengendalikan ego, alam bawah sadarkan akan dikuasai ego yang cenderung tak tahu batas, sehingga sulit mengenali diri, banyak kita berpendapat mengenali diri hanya bagi sesuatu yang tampak padahal juga dikendalikan oleh hal yang tak tampak atau disebut ego. 


2. Tekanan dari luar

Tak banyak pembentukan karakter untuk mengenali diri dimulai dadi Terpaksa, dipaksa, sehingga sifat yang aslinya terkubur, namun begitu tekanan tidak ada, naturalnya terlihat atau berubah. Ini yang membuat tidak natural. 


3. Emosi dan ambisi

Ini sifat yang juga bahaya, dengan Merasa selalu baik dan benar ketika diselimuti ambisi maka kita sulit mengenali diri. Hanya mengedepankan emosi dan ambisi tanpa memikirkan jangka panjang dan masadepan sesuai dengan diri kita.


4. Keterbatadan pengalaman dan pengetahuan

Mengenali diri bisa dimulai dengan belajar dari pengalaman, jika pengalalanannya sedikit, tidak mau keluar dari zona nyaman, suka dizona nyaman, akhirnya pengalamannya hanya itu-itu saja. Ini menyebabkan sulitnya ekspresi dirinya tampak sehingga sulit mengenali diri. Akhirnya kita belum mengalami banyak hal akibat minimnya pengalaman, alhirnya respon yang lain belum kelihatan, menyikapi berbagai masalah hanya dengan satu pengalaman, ini adalah sesuatu yang berbahaya. Namun jangan sedih Setiap orang mengalami, ini bisa diatasi dengan cara niat untuk berusaha seperti pada artikel sebelumnya. 


5. Kerumitan situasi

Situasi kompleks bisa mengakibatkan kesulitan memahami hidup dan diri, cirinya ketika mendapatkan suatu masalah dibaca dari banyak prespektif bisa, sehingga punya banyak solusi namun tidak substantif, akhirnya mengalami kebingungan untuk memutuskan.

Semoga di momentum ramadhan ini, diri kita terlatih untuk menjadi yang lebih baik dan mendapatkan predikat Minal Aidzin Wal Faidzin. Aaamiin

Sabtu, 25 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-4 | Manusia Paket Potensi Bukan Paket Jadi

 

Menjadi manusia memang sebuah amanat yang begitu harus disyukuri, betapa banyak dari takdir manusia yang jauh lebih baik dibanding dengan makhluk lainnya. Betapa tidak, manusia diamanahkan sebagai pemimpin dibumi menyandang gelar yang begitu dominasi. 

Dalam hidup manusia, nasib itu adalah pilihan, meskipun sudah digariskan oleh Allah SWT dalam bentuk takdir namun nasib bisa diubah sesuai dengan pilihan kita. Menjadi baik atau buruk adalah pilihan karena manusia adalah produk potensi yang bisa diubah kemanapun sesuai potensi yang ada, baik potensi keburukan atau potensi kabaikan. Berbeda dengan malaikat yang bisa dikatakan produk jadi. Artinya mulai dari awal diciptakan sampai dengan kari kiamat malaikat memiliki tugas yang sama. Telah banyak dikatakan bahwa malaikat hanya memiliki nafsu tidak memiliki akal, berbeda dengan manusia yang memiliki akal dan nafsu sehingga bisa terpengaruhi dari luar dan tumbuhnya berbagai pilihan untuk bertindak sesuatu.

Bulan ramadhan ini adalah momentum untuk menumbuhkan potensi tersebut. Umumnya ramadhan untuk sebagaian orang dijadikan momemtum untuk upgrade diri kearah yang positif atau menjadi lebih baik, namun itu semua juga tergantung dalam diri sesorang masing-masing. Potensi arahnya bisa kemana saja, bukan mutlak karena eksternal melainkan dari diri kita sendiri juga berpengaruh. Terkadang lingkungan sudah mendukung namun tidak diimbangi dengan niat yang sungguh-sungguh dan ikhtiar yang keras maka percuma, begitupula sebaliknya. 

Maka, disituasi yang mendukung apalagi selama 30 hari ini adalah waktu yang pas untuk bisa membiasakan diri betindak baik, melatih dijalan kebenaran dan memperbaiki internal diri kita. Potensi-potensi kebaikan yang telah lama terpendam baiknya kita munculkan lagi dengan spirit yang lebih dibulan suci ramadhan ini. Apalagi suatu kebiasaan bila dilaksanakan kurang lebih satu bulan akan menjadi suatu yang bila kita tidak mengerjakan maka akan gundah dan gelisah, maka ditingkat ini kita dalam menjalankan suatu kebaikan tidak lagi berada dilevel untuk menjalankan kewajiban dalam  arti terpaksa, namun berada distep cinta dan kasih sayang dalam menjalankan kebaikan. Semoga ramadhan kali ini kita bisa memperoleh hasil yang memuaskan, keluar menjadi sesorang yang lebih baik serta memperoleh derajat Minal Aidzin Wal Faidzin. Aamiin

Jumat, 24 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-3 | The Main Virtues Of Ramadhan

 

Buah dari bulan suci ramadhan adalah perdikat minal aidzin wal faidzin. Secara pengalaman dan umum saya merasakan 4 hal ini meski secara mukadimah saja, tidak menyeluruh setiap pointnya. Ramadhan begitu pas untuk memenuhi indikator keempat point tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas diri.

Satu diantaranya adalah sifat Wisdom atau secara bahasa artinya adalah kebijaksanaan, dengan kata lain manusia yang telah selesai ditempa didalam bulan suci ramadhan akan memperoleh kebijaksanaan dalam bertindak ataupun memutuskan sesuatu. Sadar dan mengetahui mana baik mana buruk juga termasuk indikatornya, orang itu yang tidak wisdom sulit untuk bahagia, yang hidupnya selalu berlebihan akan sulit untuk memaknai kehidupan dalam bingkai kebijaksanaan.

Kedua adalah Temperance yang berarti moderat, atau juga bisa disebut kesederhanaan, kemampuan mengendalikan diri, mengenali diri. Konsep ini tentunya seluruhnya bersifat internal dari diri kita untuk menyikapi suatu sistem. Ini semua adalah buah dari kawah candradimuka selama bulan suci ramadhan, tidak instan nan tidak bisa dibeli dengan apapun, selain pengorbanan dan usaha yang keras saat bulan suci ramadhan.

Ketiga adalah justice yang bisa diartikan Keadilan, kebijaksanaan moral, tidak berpihak. Adil dalam arti holistik adalah bagaimana diri kita untuk tidak berprilaku dosa atau maksiat, tidak hanya hukum agama namun juga hukum alam, bagaimana hubungan kita dengan bumi, air, alam semesta, pohon dan lain-lain. Termasuk kebijaksanaan moral, mengerti kebutuhan moral dan kebutuhan moral kifayah yang kian mengalami degradasi. Serta tidak berpihak atau tanpa tendensi yang buruk terhadap peningkatan kualitas diri selama bulan suci ramadhan.

Terakhir yaitu Courage atau Berani/ keberanian, Siap menghadapi ujian apapun dalam hidup. Ini sebenarnya modal utama dalam berubah atau berhijrah menuju lebih baik, minimal berani untuk berniat dengan baik dan kuat, berani memulai dengan istiqomah.

Itulah, point yang akan kita dapat bila selama bulan suci ramadhan kita serius dan berusaha keras. Semoga kita dalam bulan suci ramadhan ini memperoleh keberuntungan dan menyadang predikat orang yang minal aidzin wal faidzin.

Kamis, 23 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-2 | Puasa dan Kelapa

 

Bagi kita, hamba yang berada diderajat puasa masih sebagai kewajiban menjalankan ibadah puasa masih memerlukan motivasi yang tinggi, mendalam, menginspirasi atau bahkan yang bersifat kabar gembira, tak jarang dikita kuga perlu diingatkan pahala/ fadhillah puasa disetiap malamnya, agar dalam menjalankan sesuai dengan aturan agama yang berlaku. Analogi atau ketuamaan puasa niscaya dibungkus dengan pemikiran yang relevan dengan zaman sekarang agar bisa masuk kedalam akal generasi zaman sekarang. Kalau hanya sekedar menahan puasa, ular pun ketika dia akan berganti kulit dia harus puasa dahulu, begitu pula dengan ulat yang bermetamorfosa menjadi kepompong yang akan menjadi kupu-kupu indah. Puasa bukan hanya ibadah fisik menahan lapar dan dahaga, namun juga ibadah batin yang mengatur dinamika serta dialektika hawa nafsu, banyak sudah jalan atau prosesnya yang telah banyak dibahas diberbagai forum mengenai bagaimana cara menjalankan ibadah puasa.

Namun, ada yang menarik untuk dibahas dalam menjelaskan bagaimana puasa itu bisa bermanfaaat bagi diri kita atau bahkan lingkungan kita. Mungkin ini ilmu ngawur, tapi kurasa analogi ini juga tidak sepenuhnya salah. Kelapa kurasa cocok untuk menganalogikan suatu proses berpuasa. Kelapa sekilas suatu buah yang tampak dari luar tidak memiliki manfaat seperti buah anggur, apel, jeruk dan lain-lain yang begitu dipegang akan bisa mengetahui kelezatan dari aromanya. Berbeda dengan kelapa, membutuhkan daya upaya yang sulit mengupas kulitnya untuk memperoleh buahnya, tak terkecuali juga dengan penantiannya. Kadang ada buah kelapa yang kulitnya tebal dan keras yang bisa membuat penikmatnya menyerah untuk mengupasnya. Namun disisi lain kelapa punya banyak sekali manfaat dan khasiat, baik kulitnya maupun buahnya serta airnya. Tidak ada bagian dari buah kelapa yang terbuang sia-sia. Kelapa juga termasuk buah yang sulit sekali busuk bahkan berbulan-bulan.

Hal ini sekiranya cukup dan tidak perlu dibahas secara panjang mengenai hakikat puasa, puasa merupakan ibadah tersembunyi seperti buah kelapa, butuh penantian bak mengupas kulit kelapa, serta setiap prosesnya punya manfaat bagaikan setiap bagian dari buah kelapa. Puasa juga ibadah yang sulit untuk berkurang pahalanya sama dengan buah kelapa yang sulit busuk. Ibadah yang akan dibalas langsung oleh Allah swt adalah puasa, sehingga mari bersemangat dalam menjalankan ibadah puasa, manfaatkan nikmat kesempatan menemui bulan suci ini dengan sebaik mungkin. Hemat kata, sudah cukup analogi ini untuk menjadi motivasi kita bersama dalam menjalankan ibadah puasa. Semoga kita semua menjadi orang yang beruntung dan memperoleh predikat minal aidzin wal faidzin. Aamiin.

Rabu, 22 Maret 2023

Serambi Ramadhan Ke-1 | Ramadhan Itu Lama Tapi Cepat

 

Air mata sanggup menetes bila mendengar kabar hasil sidang isbat penentuan awal bulan suci ramadhan. Hati bergetar seraya mengatakan 'penantian sekian lama kini kau bisa ku raih wahai bulan suci ramadhan'. Segala daya upaya telah dilakukan untuk sampai pada bulan suci ini. Penantian itu bisa dimulai dari persiapan memperbaiki diri hingga persiapan menanam pada bulan Rajab dan Sya'ban.

Sebagian orang kadang memiliki dua pendapat terkait menanti kehadiran bulan suci ini, bisa jadi dirasa sangatlah lama namun juga bisa dirasa sangat cepat. Bukannya merasa suci dan merasa paling takwa, aku akan mengungkap pengalamanku sendiri mengapa bisa ada dua pendapat tersebut. Aku pun pernah membenarkan dan merasakan dua pendapat tersebut, dulu ketika kecil aku sangat merasa bahwa bulan suci ramadhan sangatlah cepat datangnya, dan saat memasukinya sangatlah lama sehingga hari raya idul difitri sangatlah lama sampainya. Namun hari ini aku tidak membenarkan pendapat tersebut. Malah sebaliknya, aku merasa penantian bulan ramadhan sangatlah lama dan bulan ramadhan hanya cepat berlalu.

Sesuai pengalamanku mengapa hal itu bisa terjadi, karena sekarang aku sangat menunggu datangnya bulan ini. Bulan dimana semua orang menghormati orang lain, baik disaat puasa siang hari ataupun saat malam hari secara kegiatan sosial hingga semua aspek. Ntah kenapa suasana bulan ramadhan paling kurindukan, pagi harinya setelah shubuh begitu membuat terenyuh, siangnya membuat lebih berfikir dan sore harinya melegakan hati, ketika penantian lama itu telah usai.

Kedua, saat bulan ramadhan bagiku sangatlah cepat sekali, bagaimana tidak kurasa bulan ini hanya cukup untuk mengenal tentang puasa dhahir saja, hanya untuk menahan puasa. Sangat kurang bila bulan ramadhan ini untuk meraih bonus-bonus dari Allah swt, meraih kedekatan dengan Allah swt, memperoleh derajat yang istimewa disisi-NYA sehingga dapat menikmati setiap prosesnya. Bulan ramadhan bagiku hanya cukup untuk sahur, tadarus, sholat sunnah, belajar dan refleksi, buka puasa, tarawih, sholat malam. Belum sampai mengenai derajat surah Al-Qadr.

Rabu Pahing, 22 Maret 2023. Penantian telah terpecahkan, air mata berhasil diteteskan. Semoga ramadhan kali ini sanggup singgah lebih lama.

Senin, 11 April 2022

Budaya Ramadhan 8 | Ibadah: Manifestasi Iman, Islam Dan Ihsan


1. Hakikat dan Manfaat Ibadah

a. Hakikat ibadah

Biasanya orang memahami “ibadah” sebagai aktivitas ritual shalat, berdoa, zakat, puasa, haji, dan yang semacamnya. Ibadah difahami sedemikian sempit sehingga terbatas hanya dalam bentuk hablun minallah atau hubungan vertikal antara hamba dengan Allah saja. Padahal pengertian ibadah yang sebenarnya tidaklah demikian. Ibadah adalah bentuk penghambaan diri kepada Allah yang bukan hanya berkaitan dengan hubungan manusia (hamba) dengan Tuhan (hablun minallah) tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas), bahkan juga hubungan manusia dengan semua makhluk (mu‟amalah ma‟al khalqi).

Para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda tentang ibadah. As-Siddieqy misalnya mengartikan ibadah sebagai: “nama yang meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa perkataan atau perbuatan, secara terang-terangan ataupun tersembunyi” (as-Siddieqy, 1963:22). Jadi cakupan ibadah itu luas sekali, meliputi segala aspek, gerak dan kegiatan hidup manusia. Bahkan di dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa membuang duri dari tengah jalan (agar tidak mengganggu orang berjalan) adalah ibadah, bermuka manis ketika bertemu kawan adalah ibadah, dan memandangnya anak kepada ibunya karena cinta adalah juga ibadah.

Selanjutnya Al-Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyim- pulkan bahwa hakikat ibadah ialah: “suatu pengertian yang mengumpulkan kesempurnaan cinta, tunduk dan takut (kepada Allah)” (as-Siddieqy, 1963:24). Pengertian takut (khauf) yang dimaksud disini bukanlah sebagaimana takutnya seseorang terhadap harimau, namun takut kalau-kalau pengabdiannya kepada Allah (khuduk) yang didasarkan kepada cinta yang sempurna (mahabbah) kepada-Nya itu ditolak dan tidak diterima oleh-Nya.

Sehubungan   dengan   ini,   seorang   sufi   terkenal   Rabi‟ah   al- Adawiyah (713 – 801 H) dari Bashrah, Irak, dengan sangat indah memanjatkan doa kepada Allah dengan menyatakan bahwa motivasi ibadahnya adalah semata-mata karena cinta (mahabbah) kepada- Nya, bukan karena takut neraka atau mengharap surga-Nya:

Wahai Tuhanku,

bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku.

Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di sorga,

maka tutuplah pintu sorga selamanya bagiku.

Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata, maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu Yang Abadi.

(Terjemahan bebas Taufik Ismail dalam Toto Suryana, et. al., 1996:161)

b. Manfaat Ibadah

Ibadah berfungsi sebagai pupuk yang dapat menumbuh- suburkan benih iman. Seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam Q.S. Al-Hijr:99 berikut:

 “Dan sembahlah Tuhanmu sampai keyakinan (ajal) datang kepadamu!”

Allah menghendaki seluruh hamba-Nya secara terus-menerus, sampai datang kematian, untuk beribadah kepada-Nya adalah semata-mata untuk kepentingan dan kebaikan hidup hamba sendiri. Bukan untuk kepentingan Allah, Dzat yang Maha Sempurna yang telah menciptakan (Al-Khalik) dan memelihara (Al-Hafidh) alam semesta raya. Di antara fungsi-fungsi pokok ibadah bagi manusia ialah:

1) Menjaga keselamatan akidah, terutama terkait dengan kedudukan manusia dan Allah, di mana manusia dalam posisi sebagai hamba yang menyembah dan Allah dalam posisi sebagai Tuhan yang disembah („abdun ya‟budu wa rabb yu‟badu).

2) Menjaga agar hubungan antara manusia dengan Tuhan itu berjalan dengan baik dan abadi (daiman abadan). Terjaganya hubungan ini mendatangkan ketenangan pada orang yang

melakukan ibadah, sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Al- Fath:4.

 “Dia-lah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada. Kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

3) Mendisiplinkan sikap dan perilaku agar etis dan religius. Sikap etis didasarkan pada paradigma sosial, sedang sikap religius didasarkan pada paradigma agama (Tim Dosen PAI UM., 2005:38). Allah berfirman:

 “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh (beribadah) bagi mereka itu kebahagiaan hidup dan tempat kembali yang baik (surga)” (Q.S. al- Ra’du:29).

2. Macam-macam Ibadah

Lazimnya, ibadah dipilah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdhah (ibadah ritual) dan ibadah ghairu mahdhah (ibadah sosial). Ibadah ritual adalah ibadah yang terangkum di dalam rukun Islam yang meliputi shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain. Ibadah sosial adalah perbuatan baik yang dilakukan orang mukallaf dalam rangka melaksanakan perintah Allah, seperti berbakti kepada orang tua, memberi nafkan kepada keluarga, berbuat baik kepada tetangga, menyantuni fakir-miskin, dan lain-lain. Kedua macam ibadah itu harus dikerjakan oleh setiap manusia yang mukallaf. Kalau ibadah ritual ada yang wajib dan ada yang sunnah maka demikian juga halnya dengan ibadah sosial.

Tidaklah dikatakan orang yang benar-benar baik manakala ia tekun beribadah ritual sementara pergaulannya dengan orang lain tidak baik. Orang yang berani kepada orang tuanya atau tidak menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya termasuk orang yang berdosa, demikian juga orang yang menyakiti tetangganya. Sekecil apapun kezaliman yang diperbuat seseorang kepada orang lain akan dimintai pertanggungan jawab. Suatu ketika ada seorang

sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang seorang muslim yang rajin beribadah tetapi tetangganya tidak terbebas dari gangguan tangan dan lisannya. Menggapi pertanyaan ini beliau menjawab, “ia masuk neraka”.

Ibadah sosial tidak boleh diabaikan oleh orang Islam. Kalau diperhatikan seluruh ibadah ritual juga melibatkan unsur ibadah sosial. Shalat adalah ibadah ritual, namun diakhiri dengan unsur ibadah sosial, yaitu salam sambil menoleh ke kanan dan kekiri. Di dalam kitab-kitab fikih dikatakan bahwa ketika orang shalat mengucapkan salam pertama sambil menoleh ke kanan hendaknya berniat mendoakan keselamatan kepada orang-orang yang ada di sebelah kanannya. Demikian juga ketika mengucapkan salam kedua sambil menoleh ke kiri hendaknya berniat mendoakan keselamatan kepada orang-orang yang ada di sebelah kirinya. Puasa Ramadhan adalah ibadah ritual, akan tetapi pada saat melakukannya orang yang berpuasa tidak boleh menyakiti orang lain, selain itu agar puasanya diterima ia harus menyantuni fakir-miskin dengan membayar zakat fitrah.

Ibadah dengan segala ragamnya merupakan bentuk pengham- baan diri kepada Allah, baik yang berdimensi vertikal (hablun minallah) maupun horisontal (hablun minannas) oleh para ulama dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam:

a. Ibadah Khusus (Ibadah Mahdhah)

Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Tatacara (kaifiat), syarat dan rukunnya telah diatur dan ditetapkan oleh agama, dan kita tidak boleh menambah atau menguranginya sedikitpun. Pelanggaran terhadap tatacara pelaksanaan ibadah jenis ini menjadikan pelaksanaan ibadah tersebut tidak sah atau batal. Contoh: salat, zakat, puasa, haji, azan, berdoa, merawat jenazah, i‟tikaf dan lain-lain.

Dalam ibadah khusus ini, para ulama menetapkan kaidah: “Semua tidak boleh dilakukan, kecuali yang diperintahkan Allah atau dicontohkan rasul-Nya.” Melakukan yang tidak diperintahkan atau dicontohkan dalam ibadah ini disebut dengan bid‟ah dhalalah (sesat). Contoh, shalat Subuh dilakukan 4 rakaat, beribadah haji tidak ke Mekah, azan dan shalat dengan bahasa Indonesia, dan lain-lain. Berkaitan dengan penyimpangan terhadap ibadah khusus ini, Nabi Muhammad SAW menyatakan: 

“Siapa mengerjakan suatu amalan (ibadah) yang tidak sesuai dengan

perintahku, maka tertolak” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Bila diperhatikan, ternyata faktor-faktor penyebab seseorang melakukan bid‟ah dalam ibadah khusus ini tidak selamanya karena kebodohan atau ketidaktahuan dan kesalahan informasi yang diterimanya. Hal ini bisa juga terjadi karena dorongan jiwa yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah sehingga terjerumus kepada sikap berlebihan dalam melaksanakan ibadah. Contoh, melakukan takbiratul ihram dalam shalat dengan diulang-ulang beberapa kali atau mengangkat tangan tinggi-tinggi dalam takbir tersebut sampai di atas kepala.

Sebaliknya, perbuatan bid‟ah juga dapat dilakukan seseorang karena sifat malas dalam melakukan ibadah sehingga merobah ketentuan cara pelaksanannya. Bid‟ah juga dapat terjadi karena pengaruh tradisi dan adat yang ditinggalkan oleh leluhur, yang membawa rasa takut akan terjadi bencana jika dilanggar atau ditinggalkannya (Baca Q.S. al-Baqarah:170 dan al-A‟raf:28). Contoh, menanam kepala kerbau di tempat yang akan didirikan suatu bangunan sebagai persembahan kepada (sesuatu yang gaib) yang dianggap menguasai tempat tersebut, disertai dengan doa-doa dan mantera yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, kita seharusnya bersikap ekstra hati-hati dalam melaksanakan ibadah khusus (mahdhah) ini, dengan mendasarkan kepada petunjuk yang benar dan kekhusyukan jiwa yang tinggi agar selamat dari perbuatan bid‟ah yang menyesatkan yang ditolak oleh Allah SWT. Namun perlu diketahui, sebagian ulama berpendapat bahwa selain bid‟ah dhalalah yang dilarang, ada bid‟ah hasanah yang baik, yang tidak dilarang oleh agama, karena merupakan sunnah al- Khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) yang oleh Nabi SAW diperintahkan mengikutinya. Nabi SAW bersabda:

 “Hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah al-Khulafa al-Rasyidin

yang mendapat hidayah” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Contoh  bid‟ah hasanah, antara lain:

1) Dua kali Adzan dalam shalat Jum‟at, seperti yang dilakukan oleh Khalifah Usman bin Affan, sedang Nabi SAW hanya satu kali adzan, yaitu sesudah khatib menyampaikan salam dan duduk di mimbar.

2) Shalat Tarawih berjamaah sebulan Ramadhan penuh dengan 20 rakaat dan Witir 3 rakaat, sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Sedangkan Nabi SAW shalat Tarawih hanya 8 rakaat disertai Witir 3 rakaat.

3) Membukukan kitab suci al-Quran yang diprakarsai oleh Khalifah Abu Bakar kemudian disempurnakan oleh Khalifah Usman. Padahal Nabi SAW tidak pernah melakukan, apalagi memerin- tahkannya (Abbas. 1982:165).

Ibadah mahdhah atau ibadah yang berkaitan dengan hubungan langsung dengan Allah (ritual) ini terdapat dalam rukun Islam, seperti mengucapkan dua kalimah syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah mahdhah dapat dibedakan antara yang bersifat badaniyah (fisik) dan maliyah (harta):

1) Bersifat badaniyah, seperti: bersesuci (thaharah) meliputi ibadah wudhu, mandi, tayammum, cara-cara menghilangkan najis, pemakaian   air   dan   macam-macamnya,   istinja‟,   azan,   iqamah, i‟tikaf, doa, shalawat, tasbih, istighfar, umrah, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain.

2) Bersifat maliyah, seperti: qurban, aqiqah, al-hadyu, sedekah, wakaf, fidyah, hibah, dan lain-lain (Darajat, 1984:298).

b. Ibadah Umum (Ghair Mahdhah)

Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang jenis dan macamnya tidak ditentukan, baik oleh al-Quran atau Sunnah Nabi SAW, berupa perbuatan apa saja yang dilakukan oleh seseorang yang dibenarkan oleh agama. Ibadah jenis ini sering diartikan dengan: “Semua perbuatan yang diizinkan oleh Allah (dan Rasul)” (Putusan Tarjih, t.t.:276). Contohnya, bekerja mencari penghidupan yang halal (seperti mengajar, berdagang, bertani dan lain-lain), belajar / kuliah, menolong sesama, silaturrahim dan sebagainya.

Dalam ibadah umum (ghairu mahdhah) ini berlaku kaidah:

"Semua boleh dilakukan, kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya‟. Ibadah umum ini lebih berkaitan dengan semua kegiatan manusia, yang dalam terminologi ilmu fikih dikenal dengan muamalat (artinya: saling berusaha), yang jenisnya tidak dirinci secara detail, satu persatu. Hal ini mengingat, bahwa hubungan antar manusia dalam masyarakat selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika masyarakat, sehingga dalam muamalat ini oleh Islam cukup ditetapkn prinsip-prinsip dasarnya saja sebagai acuan pelaksanaannya.

Dengan sifat muamalat seperti ini, maka syariat Islam dapat terus-menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama di bidang ekonomi, politik, budaya dan sejenisnya (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999 – 2000:140).

Dalam aspek muamalat, Nabi SAW hanya meletakkan prinsip- prinsip dasar, sedangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat. Lapangan atau obyek ibadah umum (ghairu mahdhah) ini cukup luas, meliputi aturan- aturan keperdataan, seperti hubungan yang berkaitan dengan ekonomi, jual beli, utang piutang, perbankan, pernikahan, pewarisan dan sebagainya. Juga aturan-aturan atau hukum publik, seperti pidana, tata negara dan yang semacamnya (Nurdin, et al., 1995:104)

Ibadah Ghairu Mahdhah yang dikenal sebagai bentuk muamalat, meliputi hubungan antar manusia, baik dalam kaitan perdata maupun pidana. Sebagai ibadah yang bersifat umum, cakupan ibadah ghairu mahdhah cukup luas, antara lain berkaitan dengan: (1) Hukum Keluarga (ahkam al-ahwal al-syakhsyiyah), (2) Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah), (3) Hukum Pidana (ahkam al-jinayah),(4) Hukum Acara (ahkam al-murafa‟ah), (5) Hukum Perundang-undangan, (6) Hukum Kenegaraan (al-ahkam al- dauliyah), (7) Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-ahkam al- iqtishadiyah wal maliyah) (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999 – 2000:138-140).

3. Syarat Diterimanya Ibadah

Semua ibadah, baik yang khusus (mahdhah) maupun umum (ghairu mahdhah) mempunyai tujuan sama, yaitu ridho Allah. Hanya kepada Allah-lah semua ibadah ditujukan, karena hanya Dia-lah yang berhak menerima peribadatan dari semua makhluk yang diciptakannya. Agar semua ibadah yang ditujukan kepada Allah tersebut benar dan bernilai sebagai amal ibadah yang diterima oleh- Nya, disyaratkan memenuhi 2 hal sebagai berikut.

a. Dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah semata.

 Diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal (perbuatan) kecuali amal yang dikerjakan secara ikhlas dan ditujukan untuk mendapatkan ridha Allah” (HR. al- Nasa’i).

Dari segi bahasa, ikhlas berarti bersih atau murni, tidak ada campuran. Ibarat emas ialah emas tulen yang bersih dari segala macam campuran bahan-bahan lain. Suatu ibadah disebut ikhlas, jika

ibadah itu dilakukan murni karena Allah semata, tanpa dicampuri dengan maksud-maksud yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin terkenal, dan sebagainya. Allah SWT berfirman:

 “Dan tidaklah mereka diperintah, kecuali untuk beribadah kepada Allah

dengan ikhlas, menjalankan agama dengan lurus” (Q.S. al-Bayyinah:5).

b. Dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah dan contoh Rasul-Nya. 

Allah berfirman:

 “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya” (Q.S. al-Kahfi:110).

Maksud amal saleh dalam ayat tersebut ialah amal yang sesuai dengan kehendak/petunjuk agama (as-Shiddieqy, 1963: 29). Ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk agama, disebut bid‟ah dhalalah. Hukum bid‟ah dhalalah adalah sesat dan dosa.

4. Shalat: Ibadah Utama dan Istimewa

Sholat adalah ibadah yang sangat penting bagi orang Islam. Dari sekian banyak macam ibadah mahdhah, shalat adalah inti dari semuanya. Bahkan dibandingkan dengan semua macam ibadah yang lain sekalipun, shalat termasuk ibadah yang paling istimewa. Maka seharusnya setiap muslim dan muslimah menaruh perhatian khusus (serius) terhadap ibadah shalat dengan cara rajin dan taat dalam melaksanakannya.

Di antara keistimewaan dan kelebihan shalat ialah:

a. Shalat adalah ibadah badaniyah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah, mendahului semua ibadah badaniyah yang lain.

b. Perintah shalat (lima waktu) diwahyukan di luar planet bumi, yaitu di hadirat Allah Yang Maha Tinggi, langsung tanpa melalui perantara malaikat Jibril, pada saat Nabi Muhammad SAW melakukan Isra‟ Mi‟raj memenuhi panggilan Allah SWT.

c. Shalat adalah tiang agama, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa mendirikan shalat, maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama dan barangsiapa merusaknya, sesungguhnya ia telah merusakkan agama” (HR. Baihaqi dari Umar RA).

d. Dengan shalat seseorang dapat terhindar dari pebuatan jahat (fakhsya dan munkar), karena dirinya akan selalu ingat Allah sehingga akan timbul perasaan malu kepada-Nya untuk melakukan kejahatan yang bertentangan dengan ucapan dan harapan- harapan doa shalatnya (Q.S. al-Ankabut:45).

e. Shalat adalah ibadah yang paling keras perintahnya, melebihi kerasnya perintah untuk ibadah-ibadah yang lain. Dalam kondisi bagaimanapun, selama masih ada kesadaran ingat kepada Allah, seseorang diwajibkan melakukan shalat lima waktu. Sedangkan untuk ibadah-ibadah lainnya, seperti zakat hanya diwajibkan sekali dalam setahun atau setiap panen bagi zakat tanaman yang telah mencapai nishab. Sedangkan untuk puasa Ramadhan hanya satu bulan dalam setahun, dan haji hanya sekali seumur hidup.

f. Shalat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali diperhitungkan (dihisab) oleh Allah, dan semua amal yang lain bergantung pada hasil perhitungan shalatnya. Jika shalatnya baik, sempurnalah semua amalnya yang lain. Sebaliknya jika shalatnya tidak baik, menjadi rusaklah semua amalnya yang lain (HR. al- Thabrani).

g. Shalat adalah wasiat terakhir semua Nabi kepada umatnya. Termasuk Nabi Muhammad SAW. Di akhir hayatnya berwasiat: "Shalat, Shalat, Shalat!‟ (HR. Ibnu Jurair dari Ummu Salamah).

h. Shalat adalah saat yang paling dekat antara hamba dengan Allah, yaitu saat hamba bersujud dalam shalatnya. Nabi SAW berpesan agar kita memperbanyak doa dalam sujud (HR. al-Muslim, Abu Dawud dan al-Nasai dari Abu Hurairah).

i. Shalat adalah media untuk memohon pertolongan kepada Allah, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam Q.S. al-Baqarah:45:

 “Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Namun sesungguhnya yang demikian itu adalah berat, kecuali bagi orang- orang yang khusyuk”.

j. Shalat adalah wujud rasa syukur manusia kepada Allah atas anugerah nikmatNya yang tak terhingga banyaknya. Hal ini diperintahkan oleh-Nya, salah satunya dalam Q.S. al-Kautsar: 1-2:

 “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka kerjakanlah shalat karena Tuhan-mu dan berkorbanlah” (Q.S. al- Kautsar :1-2).

k. Shalat menjadi syarat pertama dari kebahagiaan orang-orang beriman yang akan menjadi pewaris surga dalam kehidupan akhirat nanti (Q.S. al-Mukminun:1-11) (Tim Dosen PAI UM., 2002:103-105).

Sabtu, 09 April 2022

Budaya Ramadhan 7 | Proses Terbentuknya Iman Dan Upaya Meningkatkannya



Iman terbentuk dalam diri manusia diawali dari fitrah tauhid (menyembah Allah) yang Allah tanamkan dalam diri manusia sejak dia masih dalam rahim ibunya. Umumnya, fitrah ini akan tumbuh dalam diri manusia manakala lingkungan keluarga/sosialnya adalah Islam. Dalam kondisi semacam inilah Allah kemudian menurunkan hidayah kepada dia untuk beriman. Berikut ini penjelasannya.
1. Fitrah Ilahi
Dalam iman, pembenaran terutama terkait dengan masalah hati. Hati sangat berperan dalam mewujudkan iman dalam diri seseorang. Dalam-dangkalnya, tebal-tipisnya, teguh-tidaknya iman sangat tergantung pada hati manusia yang sifatnya berubah-ubah. Meskipun begitu, Allah sesungguhnya telah memberikan potensi pada setiap manusia untuk bertuhan dan mengabdi hanya kepada Allah, yang disebut fitrah tauhid. Potensi ini disemaikan Allah ke dalam jiwa manusia sejak masih berada di alam azali (arwah). Dalam
Q.S. al-A‟raf: 172 diterangkan:
 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang- orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
Dalam Q.S. al-Rum:30 juga disebutkan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. al-Rum:30).
Maksud fitrah Allah disini adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Fitrah ini selamanya ada pada diri setiap manusia dan tidak mengalami perubahan. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid adalah karena pengaruh lingkungan.

2. Hidayah
Iman juga terbentuk melalui hidayah dari Allah SWT. Di antara semua sebab terbentuknya iman, hidayah adalah sebab utama, karena seseorang tidak dapat membuat orang lain beriman tanpa hidayah dari Allah SWT. Bahkan Rasul Allah SAW tidak dapat memberikan hidayah ini kepada orang yang dicintainya. Hidayah merupakan     kehendak    (masyi‟ah)     Allah    semata.     Allah    SWT mengingatkan hal ini ketika Rasul Allah SAW bersedih atas meninggalnya Abu Thalib, paman yang selalu membela dia, dalam keadaan kafir. Allah berfirman:
 “Sesungguhnya Engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Q.S. Al- Qashas:56).
Kata hidayah dalam bahasa Arab berarti petunjuk. Ia dipadan- kan artinya dengan kata hudan, dilalah, atau thariq. Menurut Muhammmad Abduh, hidayah adalah “petunjuk halus yang membawa atau menyampaikan kepada apa yang dituju atau diingini.” Abduh menambahkan, ada lima macam hidayah yang dianugerahkan Allah kepada manusia, yaitu:
a. Hidayah al-wijdan al-fithri (petunjuk insting dan intuisi)
b. Hidayah al-hawas (petunjuk inderawi)
c. Hidayah al-„aql (petunjuk akal)
d. Hidayah al-din (petunjuk agama)
e. Hidayah al-taufiq (petunjuk khusus) (Anshari, 1979).
Pada binatang, Allah SWT hanya memberikan dua hidayah yang pertama, dan kedua. Sedangkan hidayah yang lain diberikan kepada manusia. Petunjuk akal diberikan kepada semua manusia secara umum, demikian pula dengan hidayah agama yang bersifat umum. Allah menurunkan agama-Nya kepada manusia agar dianut oleh mereka berdasarkan ikhtiar mereka sendiri. Setiap manusia diberi kebebasan memilih agama Islam sebagai agamanya, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Q.S. Al-Kahfi:29:
 “Katakanlah bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu! Barangsiapa yang ingin beriman hendaklah dia beriman dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.”
Karena diberi kebebasan itulah, kemungkinan bagi setiap manusia untuk menjadi Muslim adalah lima puluh persen, apalagi manusia yang ditakdirkan lahir dan tumbuh di lingkungan non Muslim. Peluang dia untuk menjadi Muslim sangat tipis. Oleh sebab itu, diperlukan hidayah lain dari Allah yang disebut hidayah taufiq.
Terkait dengan terbentuknya iman, dari kelima hidayah yang sudah disebutkan di atas, hidayah taufiq adalah yang terpenting. Dengan hidayah ini, Allah langsung memberi petunjuk kepada hamba-Nya sehingga dia selalu berjalan di atas jalan yang lurus. Dengan petunjuk ini, dimungkinkan orang yang lahir dalam keluarga non Muslim menjadi beriman kepada Allah. Bahkan orang yang sudah Muslim pun selalu memerlukan hidayah ini agar tetap selamat dalam perjalanan hidupnya. Hidayah ini yang selalu diminta oleh setiap Muslim dalam shalatnya dengan mengucapkan “ihdina al- shirath al-mustaqim!”
3. Ikhtiar Insani
Iman yang ada dalam diri setiap muslim bersifat tidak tetap; kadang kuat kadang lemah, suatu saat turun, dalam kesempatan lain naik. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya mengetahui cara-cara meningkatkan iman, dan berupaya mempraktekkannya, terutama, saat imannya sedang turun. Hal ini agar dirinya punya kesempatan besar meninggal dunia dalam keadaan membawa iman, atau khusnul khatimah. Berikut ini dijelaskan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan iman.
a. Penciptaan Lingkungan Sosial yang Kondusif
Dalam uraian diatas telah disinggung bahwa setiap manusia diciptakan Allah dengan fitrah tauhid, bertuhan dan menyembah hanya kepada Allah SWT, namun fitrah tersebut akan tetap menjadi
potensi bila tidak ditumbuhkembangkan oleh manusia. Nabi SAW bersabda:
 “Tidaklah seorang anak itu dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (bertauhid), kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muslim)
Dengan demikian, meskipun setiap manusia sebenarnya mengakui keesaan Allah (tauhid), sebab dalam diri mereka terdapat potensi tersebut, namun potensi tauhid tersebut hanya akan menjadi kenyataan bila diiringi dengan penyediaan lingkungan yang kondusif guna tumbuh dan berkembangnya potensi tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan, dalam konteks ini pendidikan, memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk keyakinan dan pandangan hidup seseorang. Manusia yang dididik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat Islam, maka fitrah tauhidnya akan tumbuh dan berkembang, sehingga jadilah ia seorang muslim. Sebaliknya, meski setiap orang memiliki fitrah tauhid, namun bila ia tinggal dan dididik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat bukan Islam, maka kelak ia tidak akan menjadi seorang muslim.
Meskipun begitu, hal diatas tidak berlaku bila Allah mempunyai kehendak lain. Tatkala Allah menurunkan hidayah pada orang tersebut, maka apapun dan bagaimanapun lingku-ngannya, ia pasti menjadi seorang muslim. Namun karena hidayah merupakan rahasia Allah, maka setiap muslim berkewajiban menyediakan lingkungan yang kondusif demi tumbuh dan berkembangnya fitrah tauhid, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehingga dirinya, keluarga, dan tetangganya tetap menjadi seorang muslim, bahkan orang beragama lainpun akan tertarik dan menjadi muslim pula.

b. Dzikir, Tafakkur dan Tadabbur
Iman dapat terbentuk melalui zikir, yaitu mengingat Allah SWT dan menyebut nama-nama-Nya setiap saat dalam segala posisi dan keadaan. Mengingat nama Allah, menghadirkan asma Allah dalam hati setiap waktu akan membawa efek yang sangat besar terhadap kedalaman dan kemantapan iman, karena orang yang berzikir akan selalu dekat dengan Tuhan sehingga segala perilaku dan perbua- tannya selalu memperoleh pancaran nur (cahaya) dari Tuhan. Orang
yang beriman adalah orang yang hatinya selalu dekat dengan Tuhannya, imannya selalu menerangi hati dan jiwanya, sebagaimana difirmankan Allah:
 “...Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah al-Qur’an itu, dan tidak pula mengetahui apakah iman itu? Tetapi Kami menjadikannya cahaya yang Kami tunjuki dengannnya siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami…. ” (Q.S. al-Syura:52).
Berzikir dapat dilakukan pula dengan merenung (tadabbur) dan memikirkan (tafakur) ciptaan Allah, memikirkan proses kejadian alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Iman dapat terbentuk ketika manusia memikirkan dengan sungguh-sungguh dan mendalam semua realitas yang ada di alam semesta. Dengan proses ini akan tergambar di hadapannya keagungan dan kehebatan al- Khaliq yang menciptakan dan mengatur semuanya. Dalam al-Qur‟an, Allah SWT menceritakan proses pencarian Nabi Ibrahim AS dalam menemukan Tuhan melalui perenungan terhadap alam sehingga beliau sampai pada taraf keimanan yang mantap.

 “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan” (Q.S. al-An’am:79).

Motivasi untuk memikirkan alam agar sampai kepada keimanan yang mantap tersebar dalam banyak ayat al-Qur‟an, antara lain dalam Q.S. al-Baqarah:164, al-A‟raf:179, al-Ghasyiyah:17-20.
c. Ingat Mati
Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mati. Mati akan dirasakan oleh manusia setelah tiba saatnya. Tidak peduli apakah ia masih bayi, anak-anak, remaja, dewasa, apalagi sudah tua. Bila ajalnya sudah tiba, malaikat maut pasti akan menjemputnya. Itulah misteri kematian yang sering dilupakan namun juga sangat ditakuti manusia. Salah satu cara untuk   mengingat   mati   adalah   bertakziyah kepada orang yang mati. Dalam kaitan takziyah ini, seorang muslim dituntut untuk mendoakan orang yang mati, menggembirakan orang yang ditinggal mati, dan mengurus orang yang mati, seperti: memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkannya. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah mati sebagai pelajaran dan keyakinan (keimanan) sebagai kekayaan” (H.R. Thabrani).
Cara lain untuk mengingat mati adalah dengan ziarah kubur. Hal itu sangat dianjurkan dalam Islam, karena dengan melaksanakan aktifitas ini seseorang menjadi sadar bahwa cepat atau lambat diapun akan mati seperti orang yang ada di dalam kubur, yang hanya ditemani oleh amalnya didunia. Bila tidak sempat berziarah kubur, maka saat lewat di kuburan, seorang muslim dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur muslim yang telah mendahului mereka.

Budaya Ramadhan 6 | Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia dan Ikhtiar Merealisasikan Tugas Hidup Manusia


Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Sebagai makhluk sosial, manusia dalam hidupnya sudah membawa potensi fitrah sejak lahir dan banyak memperoleh  pengaruh dari lingkungannya, terutama lingkungan terdekatnya. Rasullah SAW bersabda.

 “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhori Juz 2 hal. 125).

Hadits tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh orang- orang terdekat dalam hidup   manusia. Saat ini pengaruh lingkungan di luar keluarga semakin banyak dan beragam, serta tidak hanya yang dekat, tapi yang jauh pun mudah sekali mendekat, seiring dengan era kemajuan sain dan teknologi. Hal-hal yang menguntungkan mudah sekali diakses dari jarak jauh, demikian juga halnya dengan hal-hal yang merugikan dan merusak moral.

Dalam bidang pendidikan dikenal beberapa aliran pendidikan, yaitu (1) Empirisme yang memandang perkembangan seseorang tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya. (2) Nativisme yang berpandangan bahwa seseorang berkembang berdasarkan apa yang dibawanya dari lahir. (3) Naturalisme yang pandangannya dalam mendidik seseorang pendidik hendaknya kembali alam agar pembawaan seseorang yang baik tidak dirusak oleh pendidik. Terakhir (4) konvergensi yang memadukan aliran nativisme dan empirisme; perkembangan seseorang tergan- tung pada pembawaan dan lingkungannya. Dalam pandangan Islam, lama sebelum munculnya teori diatas, telah diterangkan bahwa tingkah laku manusia ditentutan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan.

Dewasa ini pandangan yang banyak diikuti secara luas oleh para ahli adalah pandangan Islam, walaupun mereka menggunakan redaksi yang berbeda. Para ahli mengatakan bahwa secara garis besar ada 2 faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor personal    dan    faktor    situasional. Faktor personal adalah faktor yang datang dari diri individu, yang meliputi faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis atau struktur biologis meliputi struktur genetis, system syaraf dan sistem hormonal. Sedangkan faktor sosiopsikologis. Sebagai makhluk sosial, manusia mendapat beberapa karakter akibat proses sosialnya.

Faktor situasional adalah faktor dari luar individu, termasuk lingkungan. Kaum behavioris sangat percaya bahwa perilaku seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Islam prilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan dapat berupa: faktor ekologis, faktor rancangan dan arsitektural, faktor temporal, suasana perilaku, tekhnologi, faktor-faktor sosial, lingkungan psikososial, stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka manusia dengan berbekal potensi-potensi (faktor personal) yang positif dan negatif yang berada pada dirinya berkewajiban untuk mencari ilmu dan mengamalkannya dengan sebaik mungkin. Ilmu sangat berguna untuk mengembangkan potensi positif tersebut dan untuk mengurangi serta mengikis potensi negatif yang dimilikinya.

Ikhtiar Merealisasikan Tugas Hidup Manusia

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, bahwa tugas manusia adalah menjadi khalifah di bumi. Tugas sebagai khalifah itu sejalan dengan firman Allah berikut.

 “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (Q.S. al-Ahzab:72).

Tampak pada ayat tersebut bahwa di antara sekian banyak makhluk Allah manusialah yang bersedia mengemban amanat. Kesediaan mengemban amanat dari Allah tersebut mengandung suatu konsekuensi bahwa manusia harus lebih mengutamakan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang diberikan Allah daripada menuntut hak. Karena itu istilah yang populer di dalam Islam adalah al-waajibaat wal huquuq “kewajiban dan hak” bukan sebaliknya, yaitu “hak dan kewajiban” sebagaimana yang populer di luar ajaran Islam.

Upaya merealisasikan tugas hidup tersebut harus dilakukan secara maksimal dan optimal sesuai kemampuan. Manusia hanya diberi kewenangan untuk berusaha, berhasil dan tidaknya usaha tersebut merupakan kewenangan Allah semata. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menyesali kegagalan suatu program yang sudah direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik. Agar sukses dalam mengemban amanat sebagai khalifah, manusia dapat melaksanakan upaya-upaya berikut.

Pertama, berilmu yang memadai. Amanat menjadi khalifah akan dapat diemban manusia dengan baik apabila mereka memiliki ilmu yang memadai. Oleh karena itu, mencari ilmu merupakan keniscayaan bagi manusia, baik dalam kapasitasnya menjadi „abd Allah maupun khalifah Allah. Ibadah hanya akan diterima oleh Allah apabila dikerjakan sesuai ilmunya. Demikian juga dengan upaya memakmurkan bumi. Pemakmuran bumi akan berhasil dengan baik bahkan bernilai ibadah apabila dilakukan dengan sesuai ilmunya.

Kedua, bertindak secara nyata. Semua pihak harus melakukan tindakan nyata dalam pemakmuran dunia/bumi. Dalam konteks ini harus difahami bahwa tanggung jawab menjadi khalifah adalah tanggung jawab bersama. Manusia dengan statusnya masing-masing, misalnya „ulama’, umara’, aghniya’, fuqara’, berkewajiban untuk berkontribusi dan berkolaborasi menyukseskannya sesuai kapasitasnya masing-masing.

a. Para „ulama’ (ilmuwan) mengembangkan ilmunya, meneliti, mengadakan eksperimen, dan mensosialisasikan ilmu kepada pihak-pihak lain, utamanya kepada para umara’ (pejabat, teknokrat, karyawan, praktisi hukum, dan lain-lain) dan generasi penerus dengan mengajarkan ilmu tersebut atau dengan teknik sosialisasi yang lainnya.

b. Para umara’ melaksanakan tugas dan kewenangannya secara total dan adil. Dalam melaksakan tugas mereka harus sangat memperhatikan aspek-aspek dan prinsip-prinsip profesiona- litas, keseimbangan, kesinambungan, keselarasan, keuntungan bersama, tidak berlebihan, keramahan lingkungan, tanpa menimbulkan banyak efek negatif.

c. Para aghniya’ (hartawan) mendukung tugas umara’ dengan bantuan modalnya (membayar zakat, pajak, hibah, atau pinjaman modal kerja) untuk membiayai program-program pengembangan  ilmu  dan  eksperimen  yang  dilakukan  ulama‟, program-program pembangunan dan lainnya yang dilakukan oleh  umara‟,  dan  pengentasan  kemiskinan  atau  pemenuhan kebutuhan orang-orang miskin.

d. Kaum fuqara’ (fakir miskin) mendukung tugas ketiga unsur tersebut dengan doanya yang tiada henti.

Ketiga, mencari lingkungan yang baik. Menyadari akan besarnya pengaruh lingkungan dalam merealisasikan sesuatu yang diinginkan maka manusia harus mencari lingkungan yang kondusif.

Jika lingkungan kondusif tidak dapat diperoleh maka seseorang bisa menciptakannya. Ketika ingin memiliki ilmu yang luas, pemuda bisa datang ke pesantren, dan ketika Mekah sudah tidak kondusif untuk berdakwah, Rasulullah SAW hijrah ke Medinah.

Keempat, berdoa. Berdoa merupakan ciri khas orang yang beriman. Bagi mereka berdoa merupakan bagian yang terpisahkan dari usaha mengemban amanat dan dalam melaksanakan program apa saja. Tidak benar kalau ada orang yang berusaha hanya dengan bekerja tanpa berdoa dan tidak benar pula orang yang hanya berdoa tanpa berusaha nyata. Agar usaha dan doa tidak menyimpang dari aturan, maka bekal ilmu yang memadai menjadi syarat mutlak.

Kelima, menjaga hati. Sesuai dengan namanya hati cenderung tidak stabil. Oleh karena itu, hati harus dijaga agar selamat dari hal- hal yang menjadikannya labil dan sakit. Hati harus dijaga dari sifat- sifat yang tercela dengan cara mengarahkannya kepada sifat-sifat terpuji. Menjaga hati dilakukan dengan beribadah yang menurut al- Khawwash (dalam al-Qusyairi, tt juz 1 hal. 22) dinamakan dengan mengobati hati. Menurutnya obat hati itu ada lima, yaitu membaca al-Qur`an dengan menghayati maknanya, mengosongkan perut (berpuasa), melakukan salat malam, berzikir di keheningan malam, dan bergaul dengan orang-orang saleh.

Keenam, semua itu dilengkapi dengan bertawakal atau menyerahkan keberhasilan segala usaha dan jerih payah kepada Allah, Dzat yang maha mengetahui dan maha bijaksana. Orang yang beriman yakin bahwa manusia hanya memiliki kewenangan untuk berusaha, Allahlah yang berwenang menentukan berhasil atau gagalnya usaha tersebut. Namun patut dicatat bahwa usaha yang benar dan diniati dengan benar pula pastilah membuahkan keuntungan yang berupa pahala. Orang yang berijtihad lalu hasilnya benar maka ia mendapatkan dua pahala dan jika tidak benar maka ia mendapatkan satu pahala. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada usaha orang beriman yang sia-sia.

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...