Sabtu, 15 November 2025

SDN 1 Gondanglegi Wetan Peringati Hari Pahlawan dengan Tabur Bunga dan Pawai

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM : SDN 1 Gondanglegi Wetan mengadakan acara tabur bunga di Taman Makam Pahlawan (TMP) Gondanglegi dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2025. Acara ini diikuti oleh lebih dari 400 siswa, yang terdiri dari kelas 1 hingga 6 pada Selasa, (11/11/25)

Kegiatan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pawai menggunakan baju adat dan baju pahlawan untuk kelas 1, 2, dan 3, serta tabur bunga di TMP Gondanglegi untuk kelas 4, 5, dan 6. Pawai dimulai dari halaman sekolah dan mengelilingi kampung-kampung di sekitar sekolah, sementara tabur bunga dilaksanakan langsung di TMP Gondanglegi.

Kepala Sekolah SDN 1 Gondanglegi Wetan, Dra. Hj. Ari Khusnul Qibtiyah, menyatakan bahwa tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk menghargai jasa para pahlawan yang gugur dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia.

"Kami berharap dengan adanya kegiatan ini, siswa-siswa dapat memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan, serta dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme," kata Dra. Hj. Ari Khusnul Qibtiyah.

Acara ini berlangsung dengan khidmat dan penuh semangat, dengan siswa-siswa yang sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut.






Dari RPTRA Kayu Mas Untuk Dunia: Kreasi Kain Shibori Karya Perempuan Lokal Jadi Bernilai Ekonomi Tinggi

 


JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM: Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar pelatihan teknik shibori (ikat celup) dengan pewarna alami bagi perempuan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kayu Mas, Jakarta Timur. Kegiatan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bentuk penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat dengan tujuan mendukung program pemerintah.

Dimana dalam Undang-Undang Nomor 52 tahun 20 mengamanatkan pentingnya pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan melalui peningkatan akses dan peluang terhadap informasi serta sumber ekonomi melalui usaha mikro keluarga. Hal ini menjadi dasar bagi Prodi pendidikan seni rupa mendedikasikan keilmuan pagi peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga melalui pemberdayaan peran perempuan dalam bentuk penelitian dan pelatihan bagi ibu-ibu di wilayah RPTRA Kayu Mas.

Kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap dari pengambilan data kebutuhan masyarakat, analisis kebutuhan, pelaksanaan kegiatan pelatihan, dan pelaporan yang beragendakan 8 bulan. Adapun kegiatan inti pelaksanaan pelatihan kepada ibu-ibu diwilayah RPTRA Kayu Mas berlangsung pada 12-13 Juni 2025 dengan melibatkan 10 peserta dari warga sekitar dan kelompok PKK setempat. Kegiatan penelitian diketuai oleh Rahmawati, S.Psi, M.A. dan Pengabdian atau Pelatihan Shibori diketuai oleh Dr. Cecilia Tridjata, M.Sn. Kegiatan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan peningkatan produktivitas perempuan di wilayah urban.

Menurut Cecilia perempuan selain mengurus keluarga pada dasarnya perempuan adalah penggeral ekonomi. 

Meskipun banyak perempuan dianggap banyak memiliki waktu luang setelah mengurus rumah tangga, pada hakikatnya, perempuan adalah penggerak ekonomi yang fundamental, Bukan sekadar pelengkap, karena kontribusinya bersifat multidimensi dan berlapis. Di tingkat mikro keluarga, perempuan berperan sebagai manajer keuangan, perencanaan anggaran, dan pengambil keputusan konsumsi yang menentukan alokasi sumber daya untuk memastikan keberlangsungan hidup dan kesejahteraan anggota keluarganya" tegasnya. 

Ia melanjutkan, harapan adanya pelatihan ini bisa menjadi bekal untuk melakukan usaha ditingkat akar rumput termasuk perempuan. 

"Dengan adanya pelatihan Shibori ini diharapkan dapat menjadi stimulus mereka untuk melakukan usaha mikro dan informal. Sehingga dari berjualan kerajinan tangan, perempuan menjadi tulang punggung ekonomi riil yang menggerakkan roda perekonomian dari tingkat akar rumput. Transisi peran ini dari domain domestik ke ranah publik semakin mempertegas bahwa kapasitas produktif perempuan bukanlah halangan, melainkan kekuatan pendorong yang vital bagi pertumbuhan dan ketahanan ekonomi suatu masyarakat, baik dalam konteks keluarga, komunitas, maupun bangsa”. Pungkasnya

Rahmawati menambahkan bahwa selain sebagai pemberdayaan ekonomi pelatihan shibori juga berdampak pada pendapatan, self love, self-esteem, psychological well-being. 

“Partisipasi perempuan dalam pelatihan shibori, sebagai salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi kreatif, terbukti secara signifikan tidak hanya meningkatkan pendapatan tetapi juga menumbuhkan self-love dan harga diri (self-esteem). Melalui aktivitas kerajinan tangan yang kreatif seperti shibori dapat meningkatkan psychological well-being dengan membangkitkan perasaan bangga, kompeten, dan percaya diri akan kemampuan yang dimiliki" Ungkapnya. 

Pencapaian ini selaras dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mendukung pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif, serta secara fundamental sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang menjamin hak perempuan untuk maju dalam bidang ekonomi dan sosial.

Rahmawati melanjutkan, bahwa efek kesehjateraan psikologi membawa efek domino yang bisa dirasakan lebih komperhensif dan holistik oleh seluruh keluarga termasuk ketahanan ekonominya. 

"Kesejahteraan psikologis yang diperoleh perempuan ini menciptakan efek domino positif (spillover effect) pada seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, pelatihan shibori berfungsi sebagai katalis yang mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi dengan pembangunan kesehatan mental, yang pada akhirnya menciptakan ketahanan keluarga yang lebih kokoh”.

Pada kegiatan pelatihan shibori, peserta diajak mempraktikkan pembuatan pewarna alami dari bahan lokal seperti kayu tingi dan indigofera, serta menguasai teknik dasar shibori seperti ikat, lipat, dan celup. Kegiatan ini dipandu langsung dari tim Museum Tekstil Fariz Al Hazmi, S.Pd., M.Sn. yang juga menjadi narasumber.

Dalam kontkes ekologi, kesehatan dan pendidikan pelatihan ini menurut Faris dinilai ramah. 

Penerapan pewarnaan alami dalam pembuatan shibori memiliki signifikansi mendalam bagi keluarga, khususnya dalam konteks ekologi, kesehatan, dan pendidikan nilai. Berbeda dengan pewarna sintetis yang mengandung bahan kimia berpotensi berbahaya, pewarna alami yang berasal dari daun indigo, kulit manggis, kunyit, atau tinggi menjamin keamanan produk bagi anak-anak dan seluruh anggota keluarga, sekaligus mengurangi pencemaran limbah rumah tangga terhadap lingkungan" Tandas Faris.

Aspek keberlanjutan ini selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sekaligus menjadi media edukasi untuk mencintai dan melestarikan alam sejak dini. Proses ekstraksi dan penerapan warna alami yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran juga mengajarkan nilai-nilai kekeluargaan seperti kerja sama, penghargaan terhadap proses, dan kebijaksanaan lokal warisan leluhur. Dengan demikian, pilihan pada pewarnaan alami tidak hanya menghasilkan produk estetis yang ramah lingkungan, tetapi juga mentransformasi praktik berkarya shibori menjadi sebuah aktivitas yang memperkuat fondasi kesehatan, pendidikan karakter, dan kesadaran ekologis dalam unit keluarga. 

"Selain ramah lingkungan, warna dari tumbuhan memberikan nuansa alami yang unik dan diminati pasar," kata Fariz yang merupakan instruktur dari Museum Tekstil Jakarta.

Kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa UNJ sebagai pendamping, memastikan peserta memahami setiap tahapan, mulai dari pembuatan larutan pewarna hingga proses fiksasi untuk mengunci warna pada kain.

Setelah dua hari pelatihan, peserta berhasil menghasilkan karya berupa kaos dan selendang bermotif shibori. Salah satu peserta, Siti (38), mengaku terkejut dengan hasil karyanya.

"Awalnya ragu, ternyata caranya mudah dan hasilnya bagus. Saya ingin terus mengembangkan ini untuk dijual," ungkapnya.

Foto: Hasil akhir pelatihan shibori

Ketua RPTRA Kayu Mas menyambut positif inisiatif ini dan berharap ada kelanjutan berupa pendampingan pemasaran. Tim UNJ pun berencana mengadakan pelatihan lanjutan dan membuka jejaring dengan pelaku usaha kreatif.

Inovasi Kriya Keramik: Menggali Estetika Teko dan Kekayaan Abu Kebumen

 


JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM : Inovasi dalam dunia kriya keramik terus bergulir, tidak hanya pada aspek fungsionalitas, tetapi juga pada eksplorasi estetika dan material lokal. Sebuah penelitian atau karya seni yang menarik perhatian adalah eksplorasi pengembangan bentuk teko (teakettle/teapot) dan eksperimentasi glasir abu Kebumen pada karya kriya keramik. Pendekatan ini menggabungkan desain fungsional dengan pemanfaatan kekayaan alam daerah untuk menghasilkan karya yang unik dan bernilai.

​Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Dr. Caecilia Tridjata S,. M.Sn. bersama timnya dari Program Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan karya keramik dengan membangun estetika yang lebih beragam melalui bentuk teko. Teko yang merupakan benda fungsional telah ada selama berabad-abad dan menjadi objek menarik untuk dilakukan eksplorasi desain.

Berbeda dengan bentuk konvensional yang sering ditemui, eksplorasi ini berfokus pada pengembangan bentuk-bentuk baru yang tidak hanya memenuhi fungsi dasar menuang air atau teh, tetapi juga memberikan nilai artistik dan kebaruan. Pengembangan bentuk teko ini membuktikan bahwa batas antara benda pakai sehari-hari dan karya seni rupa dapat diatasi melalui pendekatan eksperimentasi yang kreatif.

Menariknya, penelitian yang dilakukan memanfaatkan abu limbah organik, yaitu sisa pembakaran kayu tungku di Kebumen. Hal tersebut menjadi elemen paling penting dalam eksplorasi material menggunakan glasir abu dari Kebumen. Glasir merupakan lapisan kaca yang melapisi permukaan keramik, menentukan warna, tekstur, dan kekuatannya.

Dalam kriya keramik, penggunaan abu organik (seperti abu kayu, abu sekam, atau abu tulang) sebagai bahan baku glasir sudah lama dikenal, karena menghasilkan efek warna dan tekstur alami yang khas. Kebumen, dengan kekayaan sumber daya alamnya, menjadi sumber bagi abu yang dieksperimenkan.

Gambar 1. Hasil Penelitian Eksplorasi kriya keramik melalui pengembangan bentuk teko

​Pemanfaatan abu lokal, misalnya abu hasil pembakaran atau kayu tertentu dari daerah tersebut, memiliki beberapa keunggulan seperti karakteristik unik menghasilkan warna, crazing, atau tekstur yang tidak dapat ditiru oleh glasir kimia biasa. Kearifan Lokal ,endukung keberlanjutan dan memanfaatkan limbah lokal menjadi bahan bernilai tinggi (upcycling).

Identitas Karya memberikan identitas geografis yang kuat pada karya keramik tersebut. Karya kriya keramik yang dihasilkan dari perpaduan eksplorasi bentuk teko dan eksperimentasi glasir abu Kebumen ini bukan sekadar benda, melainkan sebuah narasi. Bentuk teko yang modern atau non-konvensional dikawinkan dengan tekstur dan warna glasir alam yang bersahaja dari Kebumen.

Kecerdasan Buatan Selamatkan Dongeng Nusantara dan Jepang Lewat Buku Bergambar

 

Gambar 1: Ilustrasi Salah Satu Cover Buku Dongeng Nusantara berbasis AI

JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM : Di tengah gempuran budaya digital dan minimnya minat generasi muda terhadap warisan cerita rakyat, sebuah inovasi unik hadir dari dunia akademik. Tim peneliti dari Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Jakarta, menggagas pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam proyek kreatif lintas budaya: Picture Book Dongeng Silang Budaya Jepang-Indonesia.

Dongeng bukan sekadar kisah pengantar tidur. Ia adalah cermin budaya, nilai moral, dan jati diri suatu bangsa. Sayangnya, generasi muda Indonesia kini makin jauh dari akar cerita rakyatnya. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 350 dongeng nusantara dari Sabang sampai Merauke. Hal serupa juga terjadi di Jepang, yang kaya akan kisah klasik seperti Momotaro atau Tsuru no Ongaeshi.

Melalui pendekatan sastra bandingan dan kebudayaan visual, tim peneliti membangun jembatan budaya antara Jepang dan Indonesia melalui kumpulan dongeng silang budaya. Teknologi AI diintegrasikan dalam proses penciptaan cerita, ilustrasi, hingga penyusunan buku bergambar (picture book) yang interaktif dan estetis. AI membantu menciptakan visual yang selaras dengan nilai budaya kedua negara dan menyesuaikan gaya narasi untuk audiens muda berusia 8–12 tahun.

Proyek ini bukan hanya pelestarian budaya, tapi juga pembuktian bahwa teknologi seperti AI bisa menjadi mitra edukatif yang positif,” ujar salah satu peneliti, Ardhiansyah.

Proses pengembangan dilakukan dengan metode Design Thinking: mulai dari empati terhadap kebutuhan pembaca muda, perumusan masalah, brainstorming ide, prototipe, hingga uji coba. AI berperan dalam menghasilkan ilustrasi bergaya budaya lokal dan menyesuaikan narasi dongeng sesuai nilai-nilai edukatif dan lintas budaya. Selanin menggunakan AI, tim juga mengembangkan ilustrasi dongeng dengan metode ilustrasi digital menggunakan software untuk mengkomparasi tingkat penerimaan audience.

Gambar 2. Ilustrasi Digital Menggunakan Software

Target akhirnya bukan sekadar buku, tetapi juga ISBN, HKI, publikasi ilmiah, hingga penyuluhan digital melalui media sosial. Buku ini diproyeksikan pada Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) level 6, artinya sudah sampai tahap uji coba produk ke audiens dan siap dikembangkan lebih lanjut.

Inovasi ini menandai titik temu harmonis antara tradisi dan teknologi, membuka peluang baru bagi pendidikan budaya yang inklusif, adaptif, dan menyenangkan di era digital. Hasilnya menunjukkan bahwa karya berbasis AI memiliki tingkat artistik yang tinggi namun karya yang dihasilkan tidak beragam atau homogen sehingga menimbulkan kejenuhan.

CreActive Movement: Berwirausaha Lewat Creative Event Cenderamaya

 

Tim CreActive Movement 2025, Prodi Pendidikan Seni Rupa UNJ
JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM: Kita Sering mendengar kalimat ini dari para mahasiswa bahwa “Bikin karya seni itu satu hal, tapi bikin karya itu laku dijual itu cerita lain.”. Kreativitas dan keterampilan artistik mereka luar biasa, tapi ketika harus masuk ke ranah bisnis, banyak yang kebingungan.

Kesenjangan antara kemampuan artistik dan keterampilan berbisnis adalah isu klasik di kalangan mahasiswa seni. Mereka mampu melahirkan karya yang menarik, ekspresif, dan orisinal, namun sering kali belum memahami bagaimana karya tersebut dapat memiliki nilai ekonomi. Melalui program CreActive Movement, kesenjangan ini dijembatani dengan pendekatan pembelajaran yang aplikatif. Para dosen dan mentor tidak hanya memberikan teori, tetapi juga memfasilitasi strategi nyata tentang bagaimana mengelola brand pribadi, menetapkan harga karya, membaca tren pasar, hingga membuat produk turunan dari karya utama.

Pendekatan ini menempatkan mahasiswa dalam posisi sebagai kreator sekaligus calon pengusaha. Artinya, mereka dilatih untuk melihat peluang, memahami perilaku konsumen, dan mengelola usaha kreatif secara profesional. Kegiatan ini memperlihatkan bahwa seni dan bisnis bukan dua ranah yang bertolak belakang, melainkan dua aspek yang dapat saling menguatkan. Ketika kreativitas dipadukan dengan strategi, karya seni dapat menjangkau publik yang lebih luas dan memperoleh nilai keberlanjutan ekonomi.

Inilah yang mendorong dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menciptakan pendekatan baru dalam kegiatan tahunan mereka: Cenderamaya. Dulu, Cenderamaya hanya dikenal sebagai bazar seni mahasiswa. Tapi mulai tahun 2024, ia berubah menjadi laboratorium kewirausahaan seni rupa—tempat di mana mahasiswa tak hanya memamerkan karya, tapi juga belajar memasarkan, membangun merek, bahkan mengurus legalitas usaha mereka.

Menjembatani Seni dan Bisnis

 

Bersama tim dosen yang diketuai oleh Desy Sugianti, M.Sn., dan anggota Dr. Rizki Taufik Rakhman, S.Sn., M.Si., Leny Suryani, S.Pd., M.Sn., Siti Khodijah Lestari, M.Ds., yang menggagas program ini, menyusun pelatihan praktis kewirausahaan untuk para mahasiswa beranggotakan Fairisha Salwa Norsalsabila, Muhammad Kadafi, Natashya Davida Andhara, Rayssa Sasikirana, dan Shinta Amalia dalam satu wadah kreatif Bernama CreActive Movement. Mereka belajar membuat karya yang bernilai jual, mempelajari strategi bisnis, hingga memanfaatkan media sosial dan marketplace sebagai saluran pemasaran.

Selama ini banyak mahasiswa dari Prodi Pendidikan Seni Rupa memiliki potensi besar, tapi tidak semua tahu bagaimana menjadikan bakat itu sebagai sumber penghasilan.

Sehingga melalui program CreActive Movement 2025, selama delapan bulan, lima orang mahasiswa atau tenant dibina langsung oleh mentor; termasuk alumni yang kini sudah berkecimpung di industri kreatif. Produk yang dihasilkan mulai dari totebag bergambar ilustrasi, stiker, poster cetak, aksesori handmade, hingga karya kriya dekoratif.

Belajar Lewat Pengalaman Nyata

Pelatihan ini bukan sekadar teori. Mahasiswa benar-benar menjalankan usaha kecil mereka. Mereka mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB), membuat akun bisnis di Instagram dan e-commers, menyusun portofolio digital, dan merancang video bisnis mereka sendiri.

Program ini secara khusus dirancang untuk mendorong mahasiswa belajar melalui praktik langsung. Alih-alih hanya mendengarkan teori kewirausahaan, mereka menjalankan seluruh langkah yang umumnya dilakukan pelaku usaha kreatif. Proses ini meliputi brainstorming produk, riset pasar sederhana, membuat prototipe desain, mengembangkan identitas visual brand, hingga memastikan seluruh dokumen legalitas seperti NIB dapat diperoleh dan digunakan secara benar.

Mahasiswa juga diberi ruang untuk berlatih menggunakan media sosial dan platform e-commerce secara strategis. Mereka mempelajari cara membuat konten promosi yang menarik, memahami algoritma media sosial, mengelola interaksi dengan pembeli, serta membuat laporan penjualan. Setiap fase di program ini diarahkan agar peserta mampu mengambil keputusan berdasarkan pengalaman langsung, bukan asumsi. Dengan demikian, program ini menjadi ruang eksperimen sekaligus ruang aman untuk berlatih sebelum terjun ke pasar yang sesungguhnya.

Puncaknya adalah pelaksanaan event Cenderamaya 2025, di mana mereka membuka stan, menjual produk, berinteraksi dengan pengunjung, bahkan menerima kritik dan saran langsung dari pelaku industri.

Hasilnya? Lebih dari 60% peserta berhasil menjual karya mereka. Banyak dari mereka kini masih melanjutkan usahanya, dan beberapa bahkan mendapat kesempatan magang di industri kreatif.

Awalnya aku cuma senang gambar. Tapi setelah ikut program ini, aku ngerasa bisa hidup dari karya sendiri,” ujar Fairisha, salah satu mahasiswa peserta.

Seni yang Berdaya

Program ini menarik, tak hanya menghasilkan produk seni, tapi juga membangun rasa percaya diri dan profesionalisme di kalangan mahasiswa seni. Mahasiswa bisa belajar di luar kelas, mendapatkan pengalaman nyata, dan mencatat pencapaian yang bisa diakui dalam SKS maupun portofolio kerja.

Nilai penting dari program ini tidak hanya terlihat dari produk seni yang dihasilkan, tetapi dari perubahan pola pikir mahasiswa. Banyak peserta yang awalnya tidak percaya diri mengenai potensi ekonomis karya mereka, kini mampu melihat seni sebagai alat pemberdayaan diri. Rasa percaya diri tumbuh ketika mereka melihat respon positif dari pelanggan, meningkatnya interaksi di platform digital, atau bahkan mendapatkan pesanan khusus dari pihak luar kampus.

Di sisi lain, program ini juga mendorong tumbuhnya ekosistem seni yang lebih hidup di lingkungan kampus. Cenderamaya tidak lagi sekadar ruang pameran sederhana, tetapi berkembang menjadi ajang uji kemampuan, ruang bertemu antar-pelaku kreatif, dan titik temu antara akademisi dengan dunia industri. Pada akhirnya, aktivitas kreatif ini berpotensi membangkitkan gerakan ekonomi kreatif internal kampus yang berkelanjutan, melahirkan talenta baru, dan memperluas akses mahasiswa pada berbagai peluang kolaborasi terutama di lingkungan Universitas Negeri Jakarta.

Harapan ke depannya, kegiatan ini bisa diperluas jadi model pembelajaran kewirausahaan seni di kampus-kampus lain, terutama untuk prodi seni yang ingin mahasiswa lulus dengan skill yang benar-benar bisa diterapkan.

Catatan Akhir

Kegiatan ini menunjukkan bahwa seni memiliki peran strategis dalam membangun peluang ekonomi di era industri kreatif. Mahasiswa seni tidak lagi ditempatkan hanya sebagai penghasil karya estetis, melainkan sebagai inovator yang mampu menawarkan solusi kreatif yang bernilai ekonomi. Melalui pendampingan intensif dan pendekatan berbasis praktik, program CreActive Movement membuktikan bahwa mahasiswa dapat mengoptimalkan kreativitas mereka menjadi sumber penghidupan.

Selain menghasilkan manfaat personal, program ini juga memberikan kontribusi sosial yang lebih luas. Mahasiswa yang berhasil menjalankan usaha kecilnya dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya, sehingga tercipta kultur berbagi pengalaman dan motivasi untuk terus berkarya. Lebih jauh lagi, program ini menunjukkan bahwa kegiatan pemberdayaan seperti ini memiliki potensi untuk direplikasi di berbagai kampus atau komunitas seni lainnya. Dengan demikian, seni tidak hanya sekadar ekspresi, tetapi juga instrumen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Di tengah tantangan dunia kerja dan ketatnya persaingan industri kreatif, kegiatan seperti Cenderamaya membuktikan bahwa seni bukan hanya soal ekspresi tapi juga bisa menjadi sumber penghidupan, bahkan pemberdayaan.

Karena saat kreativitas bertemu strategi, karya tak hanya bisa dinikmati, tapi juga dihargai secara ekonomi dan sosial.

Tentang Program

Program Kewirausahaan melalui event Cenderamaya merupakan bagian dari skema Pengabdian kepada Masyarakat Pemberdayaan Kewirausahaan Mahasiswa (PPM-PKM) Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Kegiatan ini melibatkan tim dosen, mahasiswa, dan alumni dalam membentuk ekosistem bisnis seni berbasis kampus.

Oleh: Tim CreActive Movement 2025, Prodi Pendidikan Seni Rupa UNJ

Dari Rumah Tradisional ke Kota Cerdas: Inovasi STEM Kit Arsitektur Nusantara Lahir dari Pacitan untuk Sekolah di Indonesia

 


PACITAN | JATIMSATUNEWS.COM : Pembelajaran sains di Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam menyiapkan generasi muda yang mampu memecahkan masalah nyata secara kritis, kreatif, dan kolaboratif. Hasil PISA 2022 menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam menerapkan pengetahuan sains pada situasi kehidupan sehari-hari masih tergolong rendah, sehingga diperlukan terobosan pembelajaran yang tidak hanya konseptual, tetapi juga kontekstual dan transdisipliner.

Di sisi lain, Indonesia sesungguhnya memiliki modal budaya yang sangat kaya, salah satunya arsitektur rumah tradisional yang mengandung prinsip sains, teknologi, rekayasa, dan matematika yang kuat, namun belum banyak dimanfaatkan sebagai konteks pembelajaran STEM di sekolah.

Menjawab tantangan tersebut, tim peneliti mengembangkan STEM Kit Arsitektur Nusantara sebagai media pembelajaran integratif yang menggabungkan sains, teknologi, rekayasa, matematika, dan budaya lokal melalui pendekatan Smart City Builder. Kit ini tidak hanya berisi model miniatur rumah tradisional bongkar-pasang yang merepresentasikan prinsip ekologi, struktur, dan adaptasi terhadap iklim, tetapi juga diperkaya dengan kartu tantangan, bank data arsitektur Nusantara dari 34 provinsi, serta mekanisme permainan berbasis proyek yang mendorong kolaborasi dan pengambilan keputusan. Revisi desain dari bahan kayu menjadi papercraft ramah lingkungan membuat kit lebih ringan, mudah dirakit, hemat biaya produksi, dan membuka peluang replikasi massal di sekolah-sekolah.

Keunikan lain dari inovasi ini terletak pada integrasi rangkaian listrik sederhana, LED, dan sensor cahaya (LDR) yang disusun dalam konteks kota cerdas. Siswa tidak hanya belajar konsep listrik dan energi, tetapi juga merancang sistem penerangan otomatis pada miniatur kota, sehingga memahami langsung keterkaitan antara sains, teknologi, dan keberlanjutan. Penambahan sistem “Smart Coin” sebagai reward system dalam permainan terbukti meningkatkan motivasi, partisipasi, dan dinamika diskusi antar kelompok, sekaligus melatih literasi ekonomi energi dan perencanaan kota berkelanjutan.

Secara empiris, STEM Kit Arsitektur Nusantara telah diujicobakan di tiga sekolah menengah di Kabupaten Pacitan dengan total 213 siswa. Hasil observasi dan tes saintifik menunjukkan peningkatan keterlibatan siswa dalam merakit, menganalisis, dan mengaitkan konsep ekosistem dengan desain bangunan tradisional. Kegiatan sosialisasi di forum MGMP Biologi se-Kabupaten Pacitan mengonfirmasi bahwa kit ini praktis, relevan dengan kurikulum, dan mudah diintegrasikan ke berbagai topik sains.

Guru memberikan umpan balik positif terkait kemudahan penggunaan, potensi penguatan literasi STEM, dan kontribusinya terhadap pelestarian budaya lokal melalui pembelajaran. Dari sisi keberlanjutan, inovasi ini tidak berhenti pada tahap prototipe. STEM Kit Arsitektur Nusantara telah memperoleh HKI dan mulai dipasarkan melalui marketplace, sehingga membuka peluang diseminasi lebih luas serta kemandirian produksi oleh kelompok mahasiswa.

Kedepan, pengembangan ke arah platform digital Smart City Builder akan memperluas jangkauan dampak, memungkinkan integrasi pembelajaran berbasis proyek, game-based learning, dan konteks budaya Nusantara dalam satu paket media yang siap diadopsi secara nasional. Dengan demikian, program hibah ini tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga menawarkan model ekosistem pembelajaran STEM berbasis kearifan lokal yang dapat direplikasi dan dikembangkan lebih lanjut di berbagai daerah di Indonesia.

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...