Ada aspek dan alasan mengapa kebudayaan perlu dilestarikan. Pertama mungkin dari motivasi, impact bagi diri kita dan bagaimana tantangan ketika kebudayaan itu dilakukan. Sehingga bermedia sosial adalah budaya zaman sekarang, digitalisasi baik dalam aspek pembelajaran, politik, kesehatan, wirausaha bahkan agama juga merupakan kebudayaan. Jadi kurang tepat bila sterotype bahwa urusan agama harus berhubungan dengan zaman dahulu, sekarang dengan media sosial juga bisa melakukan dakwah. Ada pula budaya yang dalam implementasinya lebih dominan ke arah historis dan edukasi. Namun kurang pas jika di implementasikan pada zaman sekarang. Misalnya boso walik'an ala malang. Meskipun demikian boso malangan walaupun bukan walik'an telah diviralkan oleh artis asal malang yang akrab dengan sebutan Bayu Skak.
Boso walik'an malang ternyata memiliki nilai history dan edukasi yang tinggi bagi semua lapisan warga malang. Ini bukan serta merta bahasa yang dibuat untuk gaul pada masanya, namun ternyata bahasa atau kata yang dibalik asal malang ini sudah muncul sejak zaman penjajahan belanda dahulu. Secara history saat masa penjajahan telah banyak penjajah yang sedikit banyak mengerti mengenai bahasa indonesia, sehingga warga pribumi yang akan melakukan komunikasi guna misi kemerdekaan akan mudah diketahui, dari sini muncul kecerdasan masyarakat jawa khususnya malang dalam menyikapi hal tersebut, mereka dipaksa membuat penyesuaian tanpa harus menghilangkan kearifan yang ada. Salahsatunya melakukannya melalui tata bahasa, bahasa yang telah sebagian dimengerti oleh penjajah diganti dengan sandi yang mana setiap kata dibalik dalam ejaannya, misalnya Malang diganti Ngalam, bakso diganti oskab dan lain-lain yang intinya dengan cara membalik kata tersebut. Dengan demikian penjajah akan sulit mengerti yang mereka komunikasikan dalam misi kemerdekaan. Jadi, dapat disimpulkan bahasa khususnya bahasa walik'an juga memiliki peran penting dalam misi kemerdekaan bangsa indonesia.
Nilai kedua dari bahasa walik'an adalah dari segi edukasi.Kesadaran akan cerdasnya masyarakat indonesia, dalam mengahadapi problem melalui kulturnya bisa menyelesaikan problem tersebut. Khususnya bagi pelajar, kita harus percaya diri dalam menjadi bangsa indonesia khusunya masyarakat jawa malang, sesekali boleh melakukan egosentris demi menghargai kearifan lokal yang ada. Dengan demikian melestarikan budaya melalui hegemoni step demi step bisa masuk kedalam lini pendidikan bagi pelajar sebagai generasi penerus. Dari generasi penerus inilah kebudayaan kita akan mati atau akan dilestarikan bahkan dikembangkan. Pada sisi lain yang dihubungkan dengan akidah keimanan atau agama, terkadang kebudayaan itu dianggap bertentangan. Nyatanya tidak, itu semua tergantung pada bagaimana cara membungkusnya dan diterima oleh orang dengan ideologi apa, jika direnungkan secara kritis kebudayaan itu sangat mendukung nilai dari agama, apun agamanya. Khususnya pada kebudayaan suku jawa, bagi yang sudah mendalami dan mengerti akan memahami konsep kebudayaan yang telah disebutkan diatas.
Akhir literasi, kebudayaan bukan selalu mengenai sesuatu yang kuno lalu dilestarikan, namun merupakan kebiasaan atau hasil karya olah rasa manusia yang bernilai positif, berdampak baik bagi kehidupan, itulah kebudayaan. Sehingga motivasi untuk melestarikan itu akan terlaksana dengan baik dan sukses.Seperti halnya tulisan, tulisan ini merupakan budaya menulis seorang eko rudianto dalam menuangkan argumennya sebagai bentuk hasil diskusi pada Seminar Pelestaraian Kebudayaan Lokal Adat Istiadat Kabupaten Malang pada 10 September 2022 dengan beberapa pihak antaralain dinas pendidikan dan beberapa pemerhati kebudayaan dan budayawan.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan