Langsung ke konten utama

Desa Jalasutra dan Harapan yang Kian Memudar

 


CERPEN | JATIMSATUNEWS.COM : Di lereng Gunung Sumbing, di antara hamparan sawah yang menghijau dan udara yang sejuk, terdapat sebuah desa bernama *Jalasutra*. Desa ini dihuni oleh sekitar *14.000 jiwa* yang tersebar di empat pedukuhan, yakni *Dukuh Nrimo, Dukuh Sabar, Dukuh Ikhlas, dan Dukuh Opojare*. Sejak dahulu, desa ini dikenal sebagai desa yang tentram dan masyarakatnya hidup dalam semangat gotong royong. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, keadaan mulai berubah.  

Kepala Desa Jalasutra, *Sutrisno*, sebenarnya adalah sosok yang cukup dihormati. Namun, di bawah kepemimpinannya, kinerja pemerintahan desa semakin merosot. *Perangkat desa sering membolos*, beberapa hanya datang ke kantor untuk ngopi, membuka YouTube, lalu pulang. *Beban kerja menumpuk hanya pada satu atau dua orang*, sementara yang lain seperti kehilangan arah.  

Lembaga-lembaga desa yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan justru semakin tak terlihat perannya. *BPD (Badan Permusyawaratan Desa) hanya mengadakan rapat ketika waktunya mengambil insentif*, LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa) bahkan dianggap sudah hilang. *BUMDes dan Pokdarwis*? Mereka seperti *kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau*.  

Masyarakat mulai resah. Mereka ingin perubahan, tetapi suara mereka seperti tenggelam di antara meja-meja kantor desa yang mulai berdebu.  


*Perangkat Desa yang Terbelah*  

Di kantor desa, pemandangan yang kontras terjadi setiap hari. Ada perangkat yang datang pagi-pagi, bekerja tanpa kenal waktu, menyelesaikan berbagai tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab banyak orang. Di sisi lain, ada yang malas datang ke kantor, bahkan ada yang enggan ke kantor karena *tidak tahu apa yang harus dikerjakan*.  

"Pak Lurah, bagaimana ini? Saya sudah capek kerja sendirian," keluh *Pak Budi, Kasi Pemerintahan*, yang setiap hari terlihat sibuk menumpuk berkas dan menyelesaikan administrasi yang seharusnya dikerjakan bersama.  

Sutrisno menghela napas. Ia tahu masalah ini, tapi entah bagaimana, semuanya sudah terasa nyaman dengan keadaan masing-masing.  

"Tolonglah, Pak Lurah, *bagilah tugas ini dengan adil*. Yang malas, ayo diajak kerja. Yang belum bisa, ayo diajari," sambung *Bu Rina, Kaur Keuangan*, yang juga sering merasa terbebani karena kurangnya koordinasi di kantor desa.  

Tapi Sutrisno hanya mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia tahu keadaan ini sudah terlalu berlarut-larut. Ia sendiri bingung harus mulai dari mana.  


*Harapan yang Mulai Pudar*  

Di warung kopi depan balai desa, beberapa warga *Dukuh Opojare* sedang berbincang.  

"Percuma kita usulkan ini-itu. Pemerintah desa sibuk sendiri dengan urusannya," kata Pak Giman sambil menyeruput kopi hitamnya.  

"Betul! Apa BPD pernah rapat untuk mendengar aspirasi warga? Mereka hanya rapat kalau mau ambil insentif!" timpal Pak Jono, petani dari *Dukuh Nrimo*  

"Kita butuh perubahan. Tapi kita juga sudah lelah berharap," Bu Siti, seorang ibu rumah tangga dari *Dukuh Sabar*, menggeleng pelan. "Yang tampak hidup hanya PKK dan... rumput di depan balai desa!"  . Tidak ada lagi geliat Karang-taruna, tidak ada lagi anak-anak muda yang mau berkiprah di desa bahkan  lapangan bola volley dan basket sampai tumbuh belukar. Sayang sekali tidak ada potensi apapun yang bisa dibanggakan.

Orang-orang di warung itu tertawa pahit. Mereka sadar bahwa kondisi ini sudah menyentuh titik yang mengkhawatirkan. *Jika tak segera dibenahi, Desa Jalasutra bisa benar-benar kehilangan arah*


*Sebuah Perubahan yang Harus Dimulai*

Beberapa hari kemudian, Pak Warno, seorang tokoh masyarakat dari Dukuh Ikhlas, datang ke kantor desa.

"Pak Lurah, saya datang bukan untuk mengeluh. Tapi saya ingin bertanya, apakah *tidak bisa pekerjaan dibagi rata?* Yang tidak bisa, diajari. Semua harus bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya," kata Pak Warno dengan nada tegas.  

Sutrisno diam sejenak. Ia menatap ke arah ruang kerja perangkat desa yang semakin hari semakin sepi. Di sudut ruangan, hanya ada beberapa orang yang masih setia bekerja keras, sementara lainnya entah di mana.  

Pak Warno melanjutkan, "Desa ini butuh pemimpin yang tegas. Jangan biarkan yang malas semakin nyaman, sementara yang rajin semakin terbebani."  

Kata-kata itu membuat Sutrisno berpikir. Mungkin ini saatnya ia benar-benar mengambil sikap, Jika dibiarkan terus seperti ini, Desa Jalasutra akan semakin terpuruk.  

Di hari itu juga, ia mengumpulkan semua perangkat desa. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, *balai desa kembali dipenuhi suara diskusi serius* Meskipun belum jelas apakah perubahan akan segera terjadi, setidaknya *ada harapan baru yang mulai muncul di Jalasutra* 

Dan harapan, sekecil apa pun, adalah langkah pertama menuju perubahan.


Jalasutra - Brebes:

12 Desember 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni Santri dalam berliterasi | Spesial Maulid Nabi dan Hari Santri

Forum diskusi santri Sementara ini literasi kerap berdomisili pada dunia perguruan tinggi, seolah santri tak ada tendensi untuk ikut menggali dan berpartisipasi. argumen literasi nyaris dilontarkan oleh para pejuang literasi untuk membumikan budaya literasi untuk kaum santri, tak heran itu semua dilakukan untuk menjembatani untuk sama-sama mewujudkan cita-cita bangsa untuk meningkatkan kapasitas insani. Momentum hari santri dan maulid nabi seyogyanya sudah menjadi barometer prestasi santri dikancah publik, beberapa fakta telah dihadirkan seharusnya menjadi energi terbarukan bagi santri, seperti munculnya gus menteri agama yang menguasai panggung demokrasi. Tak hanya itu, posisi-posisi strategis baik negarawan maupun ilmuan juga telah diisi oleh alumni santri yang terkadang enggan memutus rantai gelarnya sebagai santri. Pada era distrupsi ini, kehadiran santri sangat dinantikan. Santri yang memiliki jiwa dan mental kuat untuk menyongsong negeri ini menjadikan santri harus bangga dengan ...

Jelita Lestari, Jurnal Online Optimalisasi Pembimbingan Guru Pamong dan Mahasiswa PPG

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Dalam upaya untuk terusmeningkatkan kualitas pembimbingan dan pelaksanaanPraktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), Universitas Negeri Malang (UM)memperkenalkan sebuah inovasi terbaru berupa platform jurnal online berbasis lesson study dengan nama “JelitaLestari”. Platform ini dikembangkan khusus untukmemfasilitasi guru pamong dan mahasiswa dalam proses refleksi pembelajaran dan dokumentasi bimbingan yang lebihsistematis. Website Jelita Lestari dirancang sebagai sarana bagi guru pamong untuk merekam, memantau, serta mengevaluasipembelajaran yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPG di lapangan. Platform ini juga menyediakan ruang bagi guru pamong untuk menuliskan hasil lesson study mereka dalambentuk artikel ilmiah, yang nantinya dapat dipublikasikan. Dengan adanya platform ini, diharapkan akan terjadipeningkatan kualitas pembimbingan, yang pada akhirnyaberdampak positif pada kemampuan pedagogis mahasiswacalon guru. "...

Menyala! Siswa Kelas 9B SMP Ibnu Rusyd Dampit Tampilkan Tarian Khas Lombok Damar Mesunar pada Malam Puncak Gelar Budaya Nusantara P5

  MALANG | JATINSATUNEWS.COM :  Melalui pertunjukan tari siswa kelas 9B SMP Ibnu Rusdy Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Manaf Dampit berkreasi dengan bebas. Nyatanya kreasi mereka harus diakui oleh kedua jempol tangan karena berhasil menyita perhatian para pengunjung panggung pertunjukan dengan seni tari yang dibawakan.  Lengkap dengan segala aksesoris yang melekat pada tubuh penari, gerakan tarian serta ekspresi yang dikeluarkan oleh mimik wajah menambah watak dan karakter semakin hidup. Pencahayaan yang dipilih serta musik pengiring juga telah menambah kuat pesan moral yang ingij disampaikan oleh penari kepada penonton.  Tari Damar Mesunar adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang sarat akan semangat gotong royong, persatuan, dan kekuatan alam. “Damar” merujuk pada lampu atau pelita, sedangkan “Mesunar” dalam bahasa Sasak berarti menyala atau bersinar. Melalui simb...