ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Berbicara mengenai dunia pendidikan memang tiada habisnya, apalagi kini aku telah merasakan dampak dari sistem pendidikan yang rasanya kurang jauh dari kata mapan dan sempurna. Kini aku telah pernah merasakan menjadi guru, artinya kegelisahanku ini memili dasar yang konkret bukan hanya omon-omon saja.
Memang aku tidak bergelar profesor ataupun honoris causa, namun rasanya pantas setiap orang berpendapat dengan pengalaman nyatanya. Aku tidak hanya mengkritik tanpa beproses, aku pernah menjadi seorang murid yang 'ndableg' namun aku juga pernah merasakan berfoto dengan kepala sekolah dan membawa trofi, aku pernah sesekali alpha dengan sengaja namun aku juga pernah memimpin organisasi. Bahkan didalam perkuliahan aku menginisiasi berdirinya suatu organisasi di kampus.
Dalam prosesnya, aku tidak hanya menjadi guru namun juga aku pernah mendampingi muridku menjadi berprestasi sampai dengan mendampingi seseorang guru honorer yang dipolisikan oleh muridnya karena pukulan sayangnya kepada muridnya.
Aku sebenarnya langsung saja membahas apa yang menjadi keluh kesahku didalam dunia pendidikan namun hari ini, jika pembaca tidak disuguhkan kata validasi atau afirmasi maka tulisan itu akan diskip. Nyatanya iya, memang agadium jangan liat siapa yang berbicara namun dengarkanlah apa yang dituturkan, ternyata caption yang nyaris tak ada yang mempraktikan.
Oke aku mulai dari sini, kegagalan dunia pendidikan yang paling fatal adalah tidak berhasil menjadi tutor yang bisa mengantarkan anak kepada bakat dan minat yang ada. Aku dulu memiliki keinginan yang kuat dan bekal yang memadai untuk kemudian menjadi seorang ilmuan fisika. Hal itu telah kugapai dengan kuliah di salah satu universitas negeri di Kota Malang dengan jurusan pendidikan fisika.
Pada intinya aku berhasil berada diposisi itu, namun ada hal yang tidak saya sadari, ketika saya terjun langsung dalam dunia nyata, ternyata saya kurang maksimal dengan profesi yang saya alami, itu karena keadaan yang kurang mendukung. Seorang guru dituntut untuk perproses dan mengasah diri ditengah banyak orang yang dibawah ini sangat menguras tenaga dan waktu.
Nyatanya saya, harus disibukkan untuk memperoleh penghasilan lain karena gaji seorang guru honorer tidaklah cukup untuk bekal hidup ditengah keluargaku yang sangat amat sederhana bahkan menengah kebawah.
Artinya pendidikan malah difitnah tidak hadap masalah, padahal gurulah yang layah disalahkan disitu. Bila mana aku ketika masa SMA itu dibimbing dengan baik maka mungkin nasibku tidak malah akan seolah-olah menyalahkan dunia pendidikan. Harusnya guru bisa memetakkan mana pendidikan yang digunakan untuk pengakuan dan mana yang digunakan untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang.
Jadi gini....
Maksudku pendidikan sebagai konsep pengakuan adalah pendidikan hanya digunakan sebagai tambahan dan legalitas saja kepada seorang tokoh untuk legalitas dan formalitas. Pada dasarnya ia tidak perlu menempuh pendidikan sekalipun ia tetap sukses dengan ketokohan dan kepemilikan materi yang bergelimang.
Lalu pendidikan sebagai sarana mengangkat harkat dan martabat, ini biasanya ditempuh oleh seseorang yang berjuang meningkatkan harkat dan martabat diri serta keluarganya. Tidak lain seperti kekayaan materi dan pekerjaan yang mapan karena dengan itu, status sosial di masyarakat akan terangkat sendiri, kita berfikir pragmatis saja.
Ternyata hari ini aku baru menyadari bahwa, ternyata yang aku butuhkan sekarang adalah dunia sebagai mengangkat harkat dan bermartabat. Dimana aku membutuhkan pendidikan adalah untuk memperoleh materi. Namun guru saat itu tidak memikirkan itu, tidak mensarankanku akal hal itu. Mungkin saja ada yang protes ya guru tidak punya waktu untuk itu satu-satu kepada muridnya.
Nah itu berarti salah satu ketidaksiapan guru dan sistem pendidikan, harusnya guru bisa mengakomodir semua siswanya, bagaimanapun tantangannya. Disekolah juga ada wali kelas, guru BK bahkan konselor sebaya yang bisa diperdayagunakan secara maksimal. Namun nyatanya belum maksimal karena pengalaman pahit ini masih terjadi bahkan saya sendiri yang mengalami.
Saya sebagai murid sekaligus guru, merasa sangat prihatin dengan hal ini, coba kita tarik rantai permasalahan ini diantaranya, kurang siapnya dunia sumberdaya manusia pelaku pendidikan, kurang adanya kebijakan konkret yang mengatur itu misalnya bagaimana caranya program bimbingan konseling ini bisa maksimal, program job fair hingga pernanan alumni yang telah bekerja. Hal yang utama adalah kesehjateraan guru tidak diperhatikan. Bila mana itu terpenuhi maka seorang guru tidak perlu memikirkan hal lainnya, ia akan fokus untuk berfikir mengenai dunia pendidikan, seperti pada zamanya rosulullah yang bahkan memiliki baitul mal dan baitul hikmah memiliki sistem yang berfokus pada dunia pendidikan dan kesehjateraan guru.
Semoga kita terilhami, terinspirasi dan memperoleh berkah serta dijadikan orang yang bejo.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan