Analogi |
Pada artikel kali ini, dalam menyongsong bulan Ramadhan dalam kurun waktu satu minggu sebelum memasuki bulan Ramadhan, akan dibahas hal-hal filosofis untuk bisa meningkatkan kualitas berfikir kita agar menunjang keimanan kita kepada tuhan atau Allah swt, dalam menyambut bulan suci Ramadhan pada setiap tahunnya.
Salah satunya adalah kita mencoba untuk berfirkir manusia diciptakan dari sari pati tanah, tentunya memiliki sifat khusus. Untuk itu ulasan akan secara singkat coba kami uraikan pada penjelasan dibawah ini.
Ditinjau dari sifatnya tanah merupakan unsur yang sangat bertahan, terbukti ketika tanah diberi perlakuan khusus yang ekstrim sekalipun, sifat tanah mulai dari warna, volume, baunya identic tetap tidak berubah. Seharusnya isyarat ini menandakan manusia yang tangguh bagaimanapu keadaanya, ,jika dalam keadaan diuji manusia tetap ingat tuhanya, dan meskipun diberikan kenikmanatn manusia harusnya tetap mengingat tuhannya.
Tak hanya itu, setelah diberikan perlakuan khusus atau bahkan konotasinya jelek tanah tetap pada sifatnya. Lebih dari itu, tanah akan membalas kebaikan meski diberi perlakuan yang tidak baik, misalnya tanah diberi kotoran hewan (pupuk) bukan membalas yang jelek pula, namun menghasilkan tanah yang subur bahkan bila ditanami buah atau sayuran dapat dimanfaatkan oleh manusia. Seharunya manusia memiliki sifat demikian, singkatnya meskipun mendapatkan cacian atau hinaan hendaknya manusia membalasnya dengan hal yang bermanfaat.
Sifat selanjutnya adalah tanah memiliki harga jual yang semakin lama semakin mahal, dimanapun lokasinya dan siapapun pemiliknya. Hendaknya manusia juga memiliki prinsip yang demikian, semakin lama hendaknya harga jual atau kualitas diri setiap insan semakin baik, tak hanya mahal dari materialistik namun lebih dari itu, manusia harus mendapatkan derajat yang tinggi dimana manusia dan tuhannya.
Masih banyak teori, ciri khas, karakteristik dari tanah yang baik untuk mengingatkan manusia pada sifat yang seharunya ditirunya. Untuk itu manusia harus terus bertafakur, merenung, menyendiri, untuk memfikirkan kalam-kalam allan baik yang fi’liyah maupun kauniah seperti ini, karena dengan menepi maka manusia dapat berfikir jernih, berfikir logis dan analistis serta relalistis sesuai dengan perubahan zaman, namun tetap memegang prinsip ketuhanan murni sejak dulu dicetuskan oleh para orang alim.
Wallahu a’lam bisshawab.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan