Ketika kantong telah mengempis, suara hati tak terelakkan untuk memikirkan suatu pendapatan yang gratis, namun tetap halal, barokah, dengan iklhas dan menyehatkan. Sebenarnya itu takkan masuk kedalam gratisan, namun semua itu tak jadi mustahil bila dalam lingkup agama islam, melalui dokrtrin yang kuat para penyalur shodaqoh memberikan donasinya dengan skala minimal standart menengan keatas, kalau sudah demikian, tidak hanya nasi kotak, barang lainnya juga demikian.
Informasi diataslah yang semakin mendorong diri ini termotivasi untuk berburu pada sesuatu, mencari keberkahan dihari jum’at, diantaranya adalah mencari makan siang pasca sholat jum’at gratis, inilah salah satu ibrah menjadi umat muslim di Indonesia, selebih jika berbicara makanan umat islam yang bernotabe Nahdlatul Ulama’ (NU) sangat kaya akan budaya slametan atau makan-makan dengan sesama umat.
Kala itu um’at, 24 juni 2022 melalui masjid sabilillah malang kami berhasil memperoleh keberkahan nasi kotak itu. Terasa sesimpel itu bahagia, nyatanya demikian, bahagia itu simple ditangan seseorang yang pandai beryukur. Disinilah memang titik keberkahan itu nyatanya ada. Dengan menu ala rumahan, makan yang hanya mengunakan jari langsung tanpa ada sendok dan garpu serta piring mewah, suasana bahagia itu pecah gembira itu menyelimuti hati, tak lupa disela-sela makan kita selingi dengan candaan layaknya mengikuti acara comedian, Cuma berbeda peran, oiya proses mencari keberkahan ini ditemani temanku bernama Irfan.
Sesekali hati ini bergumam bingung, kebahagiaan bisa dicari sesederhana ini. Setelah alodi itu keluar bahkan hanya melewati sanubari, namun rasanya sekotak nasi yang berasal dari hati yang tulus itu seraya berkata dan memberikan pelajaran, isinya seperti ini. Bagaimana tidak, nasi yang kau anggap tak mewah dan tak lezat makanan yang ada direstaurant itu bisa memberikan kebahagiaan, tawa yang lepas begitu saja tanpa perlambatan dan akan terus ada alasan untuk bahagia.
Itu karena, setiap usaha dari awal calon bakal, hingga berada diposisimu sekarang ini diperoleh dengan cara sunnatullah yang begitu kompleks dan natural serta halal. Bayangkan, kita hanya membahas satu bahan saja diantara banyak sekali bahan komponen bahan yang ada didalam nasi kotak itu. Nasi misalnya, dari awal terdapat petani yang tulus merawat tanamannya untuk menghasilkan padi yang kualitas tinggi, kesayangan dan kebanggannya sebagai petani menjadikan petani yang amanah, apalagi petani dengan konstur pedesaan yang terbebas dari hutang, sewa sawah sehingga tak begitu menarget pendapatan dengan menghasilkan segala cara, dia hanya bekerja tidak lain untuk bekerja.
Setelah menjadi padi, tiba saatnya untuk dibawa kepenebas untuk dijual dipasar, penebas padi dengan motivasinya mencari nafkan untuk keluarganya adalah prinsip hidupnya, prinsip rosulullah dalam berdagang sangat dipegang disini sehingga komponen-komponen halalitas itu tidak satupun yang tertinggal. Padahal, kedua tokoh tersebut menaruh resiko dan perjuangan yang tinggi dalam peranan masing-masing, tapi apa boleh buat, nilai keberkahan itu muncul ketika sifat menghamba dalam proyeksi peribadatan it uterus tertanam dalam setiap langkah kehidupan, apapun itu, termasuk bekerja.
Lalu, singkat cerita sampailah kebada warga masyarakat biasa, yang tinggal disekiar masjid, dengan lingkungan yang mendukung akhirnya dia tergerak untuk menyisihkan hartanya untuk shodaqoh seminggu sekali, sekecil apapun itu, termasuk menyediakan 1-10 nasi kotak saja, dengan bekal keikhlasan itu, haram hukumnya segala halang rintang atau suasana, bahkan suasana hati gundahpun halam mendekati makanan dan setiap orang yang makan nasi kotak itu, dengan niat yang baik.
Kiranya itu yang terbesit dihati ini, seraya bagaikan tercengang dan terpaksa harus mendengarkan yang keluar dari ratapan sekotak nasi dihadapanku kala itu. Nathlah, itukan benda mati, namun aku percaya seandainya dia hidup mungkin dia juga akan menjawab dengan tegas tepat sepertihanya penjelasan diatas.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan