Hari ini saya diberikan pemahaman yang sedikit luas mengenai dunia pendidikan, meski dengan jalur sakit hati terlebih dahulu. Bahkan, pengalaman itu berasal dari seorang guru eksakta, saya tidak bisa menspesifikkan intinya antara guru matematika, kimia, fisika, biologi dan sebidang itu.
Saat itu aku sedang belajar bersama dengan adik-adik dengan metode kepramukaan, tiba-tiba guru eksakta tadi berperan disini. Mengapa saya katakan melalui jalur sakit hati pada paragraf diatas? Karena memang awalnya sakit hati, namun setelah aku renungkan, diri ini ternyata sedang memperoleh pemahaman yang sedikit meluas dan membuka pandangan dengan dunia Pendidikan, sebelum aku lanjutkan ceritanya bagaimana, aku ingatkan ke teman-teman khususnya calon guru, dalam menghadapi suatu yang menyakitkan, jangan terburu disimpulkan jelek, tertafakur dan analisislah, barang kali terdapat sesuatu yang menjadikan self development bagi kita, seperti fenomena ini.
Jadi begini ceritanya, disaat aku asik belajar pramuka bersama adik-adik, tiba-tiba guru itu masuk langsung memanggil anak didiknya tanpa izin, aku samarkan namanya menjadi “mawar” saja ya, kira-kira begini pernyataannya “mawar mana mawar, tak ajak keluar saja bimbingan untuk kompetisi, daripada disini” (dengan mimic yang mendukung dari percakapan itu). Sontak hati ini nelongso, karena aku tidak dianggap di forum ini, bagaimanapun aku ini adalah guru diforum kecil ini.
Kedua, dari kata-kata dan mimik wajahnya tergambarkan bahwa beliau orang yang menyandang guru eksakta, meremehkan Pendidikan kepramukaan yang secara holistik dinilai hanya tepuk-tepuk, teriak-teriak tidak jelas. Daripada beliau yang guru eksakta, dengan teorma kenjelimentannya, yang dianggap keren bila siswanya menganggap sulit karena ini materi berbobot. Malah tidak seperti itu, dalam dunia pendidikan bila siswa tidak memahami suatu meteri berarti guru itu telah gagal, nyatanya tidak semakin rumit materi dinilai itu semakin keren. Dan bila siswa tidak mau diakhiri suatu pelajaran berarti pembelajaran telah berhasil. Begitu sebaliknya, jika siswa senang bila guru itu pergi maka dia telah gagal untuk menjadi guru yang menginspirasi.
Ketiga, saat itu adalah pembelajaran pramuka untuk regu inti, atau hanya yang ikut sesuai keinginan saja, artinya kegiatan itu diminati sendiri oleh anak itu, sedangkan saat diajak oleh guru eksakta tadi, ada mimic penolakan hanya saja tidak berani untuk menolak, apalagi percakapan itu terjadi di muka umum.
Saya sepakat bahwa Kegiatan Kepramukaan itu secara holistik diremehkan, hanya bertepuk tangan, berteriak-teriak, bernyanyi tidak jelas, saya sepakat itu. Dibandingkan dengan anda yang sebagai guru eksakta, mempelajari rumus-rumus yang susah, menganalisis perilaku yang susah (meski kadang pembelajaran tidak hadap masalah, Pendidikan hadap masalah sudah saya kupas di feed sebelumnya), dan berteorema yang panjang dengan persamaan matematis, fisis, kimiawi dan biologis.
Namun saya hanya menjawab itu semua dengan analogi, saya ingin bertanya. Ketika hari raya lebaran, siswa lebih memilik bersilaturahmi ke guru matematika/fisika/biologi/kimia atau ke guru pramukanya ? silahkan dijawab didalam hati. Kenapa anda memilih jawaban itu, walaupun guru eksakta bertemu setiap hari dan guru pramuka bertemu satu hari sekali. Karena itu tentang kedekatan sosial, emosional, spiritual dan artifisial lebih dimiliki oleh seorang Pembina pramuka, seorang Pembina pramuka adalah seorang guru yang mengajarkan pembelajarannya secara hadap masalah, artinya menampung semua permasalahan siswa dan diformulasikan serta diselesaikan didalam pembelajaran itu, atau juga bisa dikatakan pembelajaran problem based learning. Ya, ada beberapa mungkin yang menjawab saya lebih suka dengan guru eksakta, dan aku yakin yang menjawab itu adalah anak bimbingan olimpiade yang pernah memenangkan kompetisi, atau paling tidak ranging 5 besar kelas, atau atau kejadian khusus.
Itulah mengapa aku ingin sekali mahir dalam pembelajaran metode kepramukaan, karena aku ingin dekat dengan siswa, jika sudah dekat bila kita mengajarkan sesuatu kepada murid kita maka jika murid kita menemui kebingungan, mereka tidak malu untuk bertanya atau mengungkapkan pendapatnya, kebanyakan siswa tidak mau bertanya atau berpendapat mereka takut dan malu bila dianggap bodoh, dan itu akar masalahnya adalah kedekatan emosional dan sosial antara siswa kepada murid. Melalui kegiatan pembelajaran dengan metode kepramukaan kedekatan antara guru dan siswa seperti halnya kakak dan adik tanpa sekat, tanpa takut, dan malu.
Terkhusus kita perlu memproyeksikan ilmu kita kepada kehidupan sehari-hari, misalkan terori tegangan tali ada pada konsep mendenda. Teori phytagoras pada konsep menaksir ketinggian dan lebar. Teori fluida ada pada konsep roket air, konsep kesetimbangan benda tegar ada pada teori mendirikan pioneering dengan ketinggian tertentu dan berat tertentu, dan lain-lain yang semua itu ada didalam pramuka.
Kenapa aku tahu tentang teori dan konsep itu, tentunya aku juga Pembina pramuka (walaupun baru belajar) dan juga calon guru fisika (meskipun hanya belajar beberapa materi saja, dan belum lulus). Namun aku yakin bila diawal saja dialektikannya seperti ini harus ditata presepsinya dari awal. Begitulah pengalaman serta keresahan yang ditumbulkan, semoga banyak guru yang mengetahui behavior masing-masing siswanya, gaya belajar masing-masing siswanya dan pedagogik yang tepat. Disamping itu, jangan mudah menyimpulkan sesuatu dari hipotesa, lakukanlah observasi, analisis yang akurat dan kesimpulan yang valid tanpa keberpihakan. Menjadi guru pintar saja tidak cukup, menjadi guru juga harus menginspirasi. #abdiadabaktifajarmal #experienceprecedesunderstanding
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkontribusi, selalu ikuti kami melalui sebuah tulisan