Langsung ke konten utama

PANCASUMAN: Menyusuri Jejak Cak Nun, Merawat Rasa, Menyalakan Cinta

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM : Di bawah langit malam yang teduh dan semilir angin yang menyapa lembut, pelataran Mesem Cafe disulap menjadi ruang perjumpaan batin yang hangat dan penuh makna. Malam itu, dalam suasana yang khas dan khidmat, digelar sebuah acara bertajuk “Pancasuman”. Sebuah perayaan yang sarat akan makna dan kebijaksanaan dalam nuansa Maiyah, untuk memperingati hurmat hari lahir Cak Nun ke-72 tahun pada Selasa, (27/5/25)

Pancasuman hadir bukan hanya menjadi ruang perjamuan makna, tapi sebagai ruang berkumpul untuk mengenang, merenung, dan menyelami kembali jejak-jejak pemikiran dan kasih sayang dari Emha Ainun Nadjib, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Cak Nun. Sosok yang kerap kita kenal sebagai budayawan, penyair, pembela kemanusiaan, dan guru spiritual bagi banyak generasi. Acara ini menghadirkan perpaduan antara kontemplasi, seni, dan spiritualitas, yang menandai betapa besarnya pengaruh Cak Nun bagi generasi lintas usia.

Pancasuman terasa begitu dekat di hati karena dihangatkan oleh kehadiran para sesepuh dan narasumber seperti Ki Ardhi Purbo Antoro (Lesbumi PBNU) yang menanam biji-biji kearifan budaya, Gus Agus dan Gus Nanang yang menyulam wejangan dalam kesederhanaan, Mbah Eko yang menuturkan hidup dengan teduh, serta Gus Irul (Presiden Republik Gubuk) yang bersuara jujur dari tanah rakyat.

Dengan gaya yang egaliter, humoris, dan menyentuh kesadaran, Gus Irul menyampaikan bahwa Cak Nun bukan tokoh menara gading, bukan sosok yang menggurui dari atas, melainkan rakyat biasa yang mengajak berpikir bersama. Ia menegaskan bahwa Cak Nun adalah sahabat perjalanan hadir untuk mendengarkan bahkan saat kita belum tahu harus bicara apa.

Dalam suasana penuh rasa itu, Gus Irul juga mengangkat filosofi hidup Cak Nun: Menek Blimbing, sebuah ajakan untuk tetap bersyukur dan ikhlas dalam menjalani hidup, bahkan ketika harus terjatuh. Sebab hidup bukan sekadar tentang menang dan kalah, tetapi tentang memahami makna jatuh dan bangkit dengan cinta.

Malam itu, para hadirin tak hanya sekadar duduk sebagai penonton. Mereka larut dalam irama hati yang disampaikan melalui berbagai bentuk ekspresi: dari pembacaan puisi oleh Nayla dan Vidi yang lembut menyentuh, hingga lantunan shalawat bareng dari Jagat Tresno Sholawat yang menggema dan menghangatkan ruang, menghadirkan spiritualitas yang teduh namun menggetarkan.

Ditengah hangatnya suasana, Nayla salah satu pembaca puisi menyuarakan kesan yang begitu mendalam membacakan sajaknya.

"Aku tidak hanya datang, tapi aku pulang." Itulah ungkapan yang menggambarkan perasaannya. 

Nayla hadir bukan sekadar menjadi penggembira acara, tetapi benar-benar merasakan suasana yang meneduhkan dan membumi.

Melalui lantunan shalawat, bait-bait puisi, dan petuah dari narasumber, ia merasa hatinya disentuh. Terlebih saat Gus Irul menyebut Cak Nun sebagai “sahabat perjalanan”, ia merasa seolah sedang menempuh perjalanan pulang, kembali ke dirinya sendiri. Pancasuman bukan hanya forum, tapi ruang untuk menemukan makna dan ketenangan. Dan malam itu, Nayla tidak pulang sendirian, ia pulang bersama harapan dan rasa yang utuh.

Pancasuman adalah bagian dari gerakan Brang Wetan yang menjadi ruang perjumpaan nilai-nilai Maiyah: welas asih, cinta, kebijaksanaan, dan penghargaan atas keberagaman. Acara ini bukan hanya milik satu kelompok, tapi rumah besar yang diisi dan dihidupkan oleh banyak pihak.

Keterlibatan aktif dalam acara ini dihadiri oleh: Pancasuman Brang Wetan, Lampah Klakah, IPNU dan IPPNU PAC Poncokusumo, Lembaga Adat Desa Tumpang dan Poncosukumo, Jagat Tresno Sholawat, Lesbumi NU Tumpang & Poncokusumo, Munajat Jalanan, Oi Malang Raya, Republik Gubuk, Mesem Cafe dan ISNU PAC Poncokusumo.

Kehadiran mereka menunjukkan bahwa Maiyah adalah rumah bersama, tempat semua merasa diterima, dipahami, dan dicintai. Tak heran jika forum ini disebut sebagai “rumah batin jutaan orang” bukan karena kemegahannya, tapi karena kesederhanaan dan kehangatannya.

Melalui forum ini, hadirin diajak bukan hanya untuk mengenang sosok Cak Nun, tetapi untuk menghadirkan semangat Maiyah dalam diri: menjadi rumah yang nyaman bagi sesama, tempat bernaung bagi siapa pun yang lelah, gundah, atau sekadar ingin dipahami. Karena pada akhirnya, warisan terbesar dari Cak Nun bukan sekadar kata-kata indah atau ceramah penuh hikmah, tetapi teladan dalam mencintai manusia dan kehidupan dengan sederhana: hadir, mendengarkan, dan saling menghidupkan.

"Pancasuman bukan sekedar acara biasa. Ia adalah pelita yang dinyalakan bersama untuk merawat nalar, menyalakan cinta, dan menjaga bara semangat Maiyah agar terus menyala, dari generasi ke generasi". Ungkap Nayla.


Penulis: Nailur Rohmah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni Santri dalam berliterasi | Spesial Maulid Nabi dan Hari Santri

Forum diskusi santri Sementara ini literasi kerap berdomisili pada dunia perguruan tinggi, seolah santri tak ada tendensi untuk ikut menggali dan berpartisipasi. argumen literasi nyaris dilontarkan oleh para pejuang literasi untuk membumikan budaya literasi untuk kaum santri, tak heran itu semua dilakukan untuk menjembatani untuk sama-sama mewujudkan cita-cita bangsa untuk meningkatkan kapasitas insani. Momentum hari santri dan maulid nabi seyogyanya sudah menjadi barometer prestasi santri dikancah publik, beberapa fakta telah dihadirkan seharusnya menjadi energi terbarukan bagi santri, seperti munculnya gus menteri agama yang menguasai panggung demokrasi. Tak hanya itu, posisi-posisi strategis baik negarawan maupun ilmuan juga telah diisi oleh alumni santri yang terkadang enggan memutus rantai gelarnya sebagai santri. Pada era distrupsi ini, kehadiran santri sangat dinantikan. Santri yang memiliki jiwa dan mental kuat untuk menyongsong negeri ini menjadikan santri harus bangga dengan ...

Jelita Lestari, Jurnal Online Optimalisasi Pembimbingan Guru Pamong dan Mahasiswa PPG

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Dalam upaya untuk terusmeningkatkan kualitas pembimbingan dan pelaksanaanPraktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), Universitas Negeri Malang (UM)memperkenalkan sebuah inovasi terbaru berupa platform jurnal online berbasis lesson study dengan nama “JelitaLestari”. Platform ini dikembangkan khusus untukmemfasilitasi guru pamong dan mahasiswa dalam proses refleksi pembelajaran dan dokumentasi bimbingan yang lebihsistematis. Website Jelita Lestari dirancang sebagai sarana bagi guru pamong untuk merekam, memantau, serta mengevaluasipembelajaran yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPG di lapangan. Platform ini juga menyediakan ruang bagi guru pamong untuk menuliskan hasil lesson study mereka dalambentuk artikel ilmiah, yang nantinya dapat dipublikasikan. Dengan adanya platform ini, diharapkan akan terjadipeningkatan kualitas pembimbingan, yang pada akhirnyaberdampak positif pada kemampuan pedagogis mahasiswacalon guru. "...

Menyala! Siswa Kelas 9B SMP Ibnu Rusyd Dampit Tampilkan Tarian Khas Lombok Damar Mesunar pada Malam Puncak Gelar Budaya Nusantara P5

  MALANG | JATINSATUNEWS.COM :  Melalui pertunjukan tari siswa kelas 9B SMP Ibnu Rusdy Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Manaf Dampit berkreasi dengan bebas. Nyatanya kreasi mereka harus diakui oleh kedua jempol tangan karena berhasil menyita perhatian para pengunjung panggung pertunjukan dengan seni tari yang dibawakan.  Lengkap dengan segala aksesoris yang melekat pada tubuh penari, gerakan tarian serta ekspresi yang dikeluarkan oleh mimik wajah menambah watak dan karakter semakin hidup. Pencahayaan yang dipilih serta musik pengiring juga telah menambah kuat pesan moral yang ingij disampaikan oleh penari kepada penonton.  Tari Damar Mesunar adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang sarat akan semangat gotong royong, persatuan, dan kekuatan alam. “Damar” merujuk pada lampu atau pelita, sedangkan “Mesunar” dalam bahasa Sasak berarti menyala atau bersinar. Melalui simb...