Minggu, 17 April 2022

Inilah Terobosan Baru Alumni Pramuka MTsN Turen

Foto Bersama

Pramuka MTsN Turen mulai mengukir sejarahnya sejak 2011 silam, 12 tahun lamanya generasi Pramuka Madrasah Tsnawiyah Negeri Turen yang kala itu diberi nama Pramasnetu merupakan akronimnya, namun hingga 3 tahun terakhir ini telah terjadi guncangan yang  cukup merubah tatanan dan perkembangan pramuka. Itu semua diakibatkan oleh pemangkasan gerak dan perubahan birokrasi hingga metode pembelajaran, dengan digantinya Pembina yang telah lama membangun pramuka di MTsN Turen yang telah menjadi nama MTsN 2 Malang.

Selain itu, dampak juga dirasakan oleh alumni, tidak jarang alumni yang kaget hingga kecewa dengan keputusan itu, bahkan hanya disisakan Pembina yang lama dan dianggap bisa dikendalikan. Alumni bila bersikap itu juga wajar begitupula bapak ibu guru juga ada yang kaget hingga kecewa. Namun menariknya, sebagian persatuan Pembina yang ada di Kwarcab Turen juga kaget dan Kecewa. Hal itu karena alasan yang simple, tindakan tidak memiliki alasan yang rasionalis dan solusi yang diluncurkan tergolong tidak mulus.

Suasana Diskusi dan Buber

Namun itu adalah masalalu, sehingga ditangan kita sendirilah yang bertindak mutlak untuk memperbaiki itu semua secara internal, dalam hal ini adalah alumni. Untuk itu forum kecil perlu diadakan, Ramadhan ini sebahgai momentum tepat untuk itu.

Jum’at 15 April 2022 sejumlah alumni dan anggota pengurus melakukan pertemuan singkat yang dibingkai dalam kegiatan buka bersama. Dalam kegiatan itu terjadi bentuk diskusi berupa sharing dan analisis permasalahan yang ada, diantaranya :

1. Alumni terdata cukup banyak namun nyatanya, persatuan alumni yang berperan hanya sedikit

2. Kehadiran alumni di instansi belum diperhitungkan atau bahkan tidak ada legalisanya.

3. Birokrasi yang baik belum bisa dijalin antara pihak madrasah dengan Pembina.

4. Tidak ada struktur Pembina dan kejelasan tupoksinya, adapun Pembina yang mengurus mengenai arah pemeringkatan anggota atau lomba-lomba, maupun peningkatan anggota internal, misalnya Kemah Terima Tamu Penggalang, Penempuhan TKU dan TKK, pelatihan kepemimpinan dan lain-lain. Itu semua belum dibagi secara rata dan kualitas SDM Pembina juga kurang melengkapi

Dari fakta dan permasalahan diatas maka dapat dianalisis, untuk menentukan arah gerak gerakan pramuka yang berbasis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Malang belumlah matang, sejumlah temuan maslah diatas hendaknya segera diselesaikan, yang paling bertanggungjawab adalah tim Pembina, namun tanpa variabel atau dukungan dari alumni rasa-rasanya semua belum bisa trselesaikan dengan baik.

Untuk itu, harus ada forum yang membaas secara spesifik mengenai 4 point temuan diatas, oleh karenanya setelah momentum hari raya sebagai momentum untuk halal bi halal dan pertemuan. Diforum pertemuan itu nanti akan dibahas. Sejauh ini, sudah ditindaklanjuti mengenai kepanitiaan dan konsepa acara reuni akbar halal-bi halal tersebut, tinggal memonitoring perkembangannya saja.


Kepanitiaannya antara lain :

1. Penanggung jawab : Mbak Nina 

2. Ketua pelaksana : mas Hamid 

3. Sekretaris : Nina Maulia 

4. Bendahara : Alya

Jumat, 15 April 2022

Gali Potensi Wilayah Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang Adakan Sambung Komunikasi Hingga Bawah Pada Zona Sutami dan Gunung Kawi

 

Suasana Pembukaan

Wilayah kabupaten malang yang sangat luas, yang terdiri dari 33 kecamatan 378 desa, 3.125 Rukun Warga (RW), dan 14.352 Rukum Tetangga (RT) mengharuskan diadakan analisis yang valid terkait potensi dan hambatan yang dimiliki. Untuk itulah acara Silaturahmi dan Konsolidasi Organisasi Untuk mewujudkan Akselerasi Pelajar Kabupaten Malang.

Dalam serangkaian kegiatan ini, dilakukan selama 4 hari, yakni pada tanggl 11-12 dan 15,16 April 2022. Setiap harinya Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang melakukan silaturahmi kepada 7 Pimpinan Anak Cabang yang disatukan menjadi satu wilayah yang dinamakan Koordinator Kecamatan (Korcam). Setiap Korcam Terdiri dari 3-4 Pimpinan Anak Cabang. Pembagian itu tersebar sebagai Berikut :


1. Korcam Malabar (Malang Barat)  : Pujon, Ngantang Kasembon

2. Korcam Amsterdam  : Ampelgading, Tirtoyudo, Turen, Dampit

3. Korcam Kenarok          : Pakis, Singosari, Lawang, Karangploso, Dau

4. Korcam Bendungan Sutami : Pagak, Donomulyo, Sumberpucung, Kalipare

5. Korcam Gunung Kawi : Wonosari, Ngajum, KromenganWagir

6. Korcam Maritim          : Bantur, Gedangan, Sumawe

7. Korcam Makmur (Malang Timur) : Wajak, Poncokusumo, Tajinan Tumpang, Jabung

8. Korcam Metropolis         : Bululawang, Kepanjen Pagelaran, Gondanglegi, Pakisaji


Jadwal Silaturahmi tersebut dikomunalkan menjadi 2 korcam, yaitu : Zona Maritim dan Amsterdam yang dilakukan pada 11 April 2022, Zona Sutami dan Gunung Kawi yang dilakukan pada 12 April 2022 , Zona Makmur dan Zona Metropolis yang dilakukan pada 15 April 2022 Serta Zona Ken Arok dan Malabar yang dilakukan pada 16 April 2022.



Pada putaran pertama, 15 April 2022 dilakukan silaturahmi bersama Zona Makmur dan Metropilis di Masjid MWC NU Poncokusumo. Kegaiatan yang dibuka pada pukul 14:00 WIB hingga 18:00 dini hari berlangsung lancar dan sukses. Selama kegiatan silaturahmi tersebut ada banyak temuan dan terobosan yang bisa didiskusian dan direalisasikan. Namun, menariknya ditemukan antara potensi keunggulan yang lebih besar dibandingkan dengan hambatan yang ada. 



Semua telah mengetahui, bahwa Zona Makmur memiliki kepadatan penduduk dan potensi sumber daya manusia dan yang luar biasa, harapannya IPNU disini dapat melebarkan sayap untuk berperan pada kedua potensi tersebut, dan tidak menjadi alibi bahwa IPNU hanya bergerak pada bidang religiusnya saja. Begitupula dengan Zona Metropolis dengan potensi penduduk dan alamnya dapat menjadi fokus tambahan pula untuk bisa mengambil peran, tentunya dengan diskusi khusus dan realisasi yang nyata.

Kegaiatan ini sangat urgent, dilakukan bila dilihat dari forum yang telah berjalan. Potensi, hambatan, serta masukan kepada Pimpinan Cabang untuk kemajuan bersama dalam forum silaturahmi dan Konsolidasi ini.



Selasa, 12 April 2022

Gali Potensi Wilayah Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang Adakan Sambung Komunikasi Hingga Bawah Pada Zona Sutami dan Gunung Kawi

 

Pembukaan Forum

Wilayah kabupaten malang yang sangat luas, yang terdiri dari 33 kecamatan 378 desa, 3.125 Rukun Warga (RW), dan 14.352 Rukum Tetangga (RT) mengharuskan diadakan analisis yang valid terkait potensi dan hambatan yang dimiliki. Untuk itulah acara Silaturahmi dan Konsolidasi Organisasi Untuk mewujudkan Akselerasi Pelajar Kabupaten Malang.
Suasana Forum

Dalam serangkaian kegiatan ini, dilakukan selama 4 hari, yakni pada tanggl 11-12 dan 15,16 April 2022. Setiap harinya Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang melakukan silaturahmi kepada 7 Pimpinan Anak Cabang yang disatukan menjadi satu wilayah yang dinamakan Koordinator Kecamatan (Korcam). Setiap Korcam Terdiri dari 3-4 Pimpinan Anak Cabang. Pembagian itu tersebar sebagai Berikut


1. Korcam Malabar (Malang Barat)  : Pujon, Ngantang Kasembon

2. Korcam Amsterdam  : Ampelgading, Tirtoyudo, Turen, Dampit

3. Korcam Kenarok         : Pakis, Singosari, Lawang, Karangploso, Dau

4. Korcam Bendungan Sutami : Pagak, Donomulyo, Sumberpucung, Kalipare

5. Korcam Gunung Kawi :Wonosari, Ngajum, KromenganWagir

6. Korcam Maritim         : Bantur, Gedangan, Sumawe

7. Korcam Makmur (Malang Timur) : Wajak, Poncokusumo, Tajinan Tumpang, Jabung

8. Korcam Metropoli : Bululawang, Kepanjen Pagelaran, Gondanglegi, Pakisaji


Jadwal Silaturahmi tersebut dikomunalkan menjadi 2 korcam, yaitu : Zona Maritim dan Amsterdam yang dilakukan pada 11 April 2022, Zona Sutami dan Gunung Kawi yang dilakukan pada 12 April 2022 , Zona Makmur dan Zona Metropolis yang dilakukan pada 15 April 2022 Serta Zona Ken Arok dan Malabar yang dilakukan pada 16 April 2022.

Suasana Forum

Pada putaran Kedua, 12 April 2022 dilakukan silaturahmi bersama Zona Sutami dan Gunungkawi di Masjid Al-Islah Sumberpucung. Kegaiatan yang dibuka pada pukul 14:00 WIB hingga 18:00 dini hari berlangsung lancar dan sukses. Selama kegiatan silaturahmi tersebut ada banyak temuan dan terobosan yang bisa didiskusian dan direalisasikan. Namun, menariknya ditemukan antara potensi keunggulan yang lebih besar dibandingkan dengan hambatan yang ada. 

Suasana Forum

Semua telah mengetahui, bahwa Zona Sutami memiliki kepadatan penduduk dan potensi sumber daya manusia dan yang luar biasa, harapannya IPNU disini dapat melebarkan sayap untuk berperan pada kedua potensi tersebut, dan tidak menjadi alibi bahwa IPNU hanya bergerak pada bidang religiusnya saja. Begitupula dengan Zona Gunung Kawi dengan potensi penduduk dan alamnya dapat menjadi fokus tambahan pula untuk bisa mengambil peran, tentunya dengan diskusi khusus dan realisasi yang nyata.


Gali Potensi Wilayah Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang Adakan Sambung Komunikasi Hingga Bawah Pada Amsterdan dan Maritim

 

Foto Bersama

Wilayah kabupaten malang yang sangat luas, yang terdiri dari 33 kecamatan 378 desa, 3.125 Rukun Warga (RW), dan 14.352 Rukum Tetangga (RT) mengharuskan diadakan analisis yang valid terkait potensi dan hambatan yang dimiliki. Untuk itulah acara Silaturahmi dan Konsolidasi Organisasi Untuk mewujudkan Akselerasi Pelajar Kabupaten Malang.

Situasi Forum

Dalam serangkaian kegiatan ini, dilakukan selama 4 hari, yakni pada tanggl 11-12 dan 15,16 April 2022. Setiap harinya Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Malang melakukan silaturahmi kepada 7 Pimpinan Anak Cabang yang disatukan menjadi satu wilayah yang dinamakan Koordinator Kecamatan (Korcam). Setiap Korcam Terdiri dari 3-4 Pimpinan Anak Cabang. Pembagian itu tersebar sebagai Berikut


1. Korcam Malabar (Malang Barat)  : Pujon, Ngantang Kasembon

2. Korcam Amsterdam  : Ampelgading, Tirtoyudo, Turen, Dampit

3. Korcam Kenarok         : Pakis, Singosari, Lawang, Karangploso, Dau

4. Korcam Bendungan Sutami : Pagak, Donomulyo, Sumberpucung, Kalipare

5. Korcam Gunung Kawi :Wonosari, Ngajum, KromenganWagir

6. Korcam Maritim          : Bantur, Gedangan, Sumawe

7. Korcam Makmur (Malang Timur) : Wajak, Poncokusumo, Tajinan Tumpang, Jabung

8. Korcam Metropoli          : Bululawang, Kepanjen Pagelaran, Gondanglegi, Pakisaji

Jadwal Silaturahmi tersebut dikomunalkan menjadi 2 korcam, yaitu : Zona Maritim dan Amsterdam yang dilakukan pada 11 April 2022, Zona Sutami dan Gunung Kawi yang dilakukan pada 12 April 2022 , Zona Makmur dan Zona Metropolis yang dilakukan pada 15 April 2022 Serta Zona Ken Arok dan Malabar yang dilakukan pada 16 April 2022.

Do'a Bersama

Pada putaran pertama, 11 April 2022 dilakukan silaturahmi bersama Zona Amsterdam dan Maritim di MWCNU Turen. Kegaiatan yang dibuka pada pukul 20:00 WIB hingga 01:00 dini hari berlangsung lancar dan sukses. Selama kegiatan silaturahmi tersebut ada banyak temuan dan terobosan yang bisa didiskusian dan direalisasikan. Namun, menariknya ditemukan antara potensi keunggulan yang lebih besar dibandingkan dengan hambatan yang ada. 

Semua telah mengetahui, bahwa Zona Amsterdam memiliki kepadatan penduduk dan potensi alam yang luar biasa mulai dari tanaman polowijo hingga, harapannya IPNU disini dapat melebarkan sayap untuk berperan pada kedua potensi tersebut, dan tidak menjadi alibi bahwa IPNU hanya bergerak pada bidang religiusnya saja. Begitupula dengan Zona Maritim dengan potensi penduduk dan alamnya dapat menjadi fokus tambahan pula untuk bisa mengambil peran, tentunya dengan diskusi khusus dan realisasi yang nyata.

Kegaiatan ini sangat urgent, dilakukan bila dilihat dari forum yang telah berjalan. Potensi, hambatan, serta masukan kepada Pimpinan Cabang untuk kemajuan bersama dalam forum silaturahmi dan Konsolidasi ini. 

Ramah Tamah

Senin, 11 April 2022

Budaya Ramadhan 8 | Ibadah: Manifestasi Iman, Islam Dan Ihsan


1. Hakikat dan Manfaat Ibadah

a. Hakikat ibadah

Biasanya orang memahami “ibadah” sebagai aktivitas ritual shalat, berdoa, zakat, puasa, haji, dan yang semacamnya. Ibadah difahami sedemikian sempit sehingga terbatas hanya dalam bentuk hablun minallah atau hubungan vertikal antara hamba dengan Allah saja. Padahal pengertian ibadah yang sebenarnya tidaklah demikian. Ibadah adalah bentuk penghambaan diri kepada Allah yang bukan hanya berkaitan dengan hubungan manusia (hamba) dengan Tuhan (hablun minallah) tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas), bahkan juga hubungan manusia dengan semua makhluk (mu‟amalah ma‟al khalqi).

Para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda tentang ibadah. As-Siddieqy misalnya mengartikan ibadah sebagai: “nama yang meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa perkataan atau perbuatan, secara terang-terangan ataupun tersembunyi” (as-Siddieqy, 1963:22). Jadi cakupan ibadah itu luas sekali, meliputi segala aspek, gerak dan kegiatan hidup manusia. Bahkan di dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa membuang duri dari tengah jalan (agar tidak mengganggu orang berjalan) adalah ibadah, bermuka manis ketika bertemu kawan adalah ibadah, dan memandangnya anak kepada ibunya karena cinta adalah juga ibadah.

Selanjutnya Al-Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyim- pulkan bahwa hakikat ibadah ialah: “suatu pengertian yang mengumpulkan kesempurnaan cinta, tunduk dan takut (kepada Allah)” (as-Siddieqy, 1963:24). Pengertian takut (khauf) yang dimaksud disini bukanlah sebagaimana takutnya seseorang terhadap harimau, namun takut kalau-kalau pengabdiannya kepada Allah (khuduk) yang didasarkan kepada cinta yang sempurna (mahabbah) kepada-Nya itu ditolak dan tidak diterima oleh-Nya.

Sehubungan   dengan   ini,   seorang   sufi   terkenal   Rabi‟ah   al- Adawiyah (713 – 801 H) dari Bashrah, Irak, dengan sangat indah memanjatkan doa kepada Allah dengan menyatakan bahwa motivasi ibadahnya adalah semata-mata karena cinta (mahabbah) kepada- Nya, bukan karena takut neraka atau mengharap surga-Nya:

Wahai Tuhanku,

bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku.

Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di sorga,

maka tutuplah pintu sorga selamanya bagiku.

Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata, maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu Yang Abadi.

(Terjemahan bebas Taufik Ismail dalam Toto Suryana, et. al., 1996:161)

b. Manfaat Ibadah

Ibadah berfungsi sebagai pupuk yang dapat menumbuh- suburkan benih iman. Seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam Q.S. Al-Hijr:99 berikut:

 “Dan sembahlah Tuhanmu sampai keyakinan (ajal) datang kepadamu!”

Allah menghendaki seluruh hamba-Nya secara terus-menerus, sampai datang kematian, untuk beribadah kepada-Nya adalah semata-mata untuk kepentingan dan kebaikan hidup hamba sendiri. Bukan untuk kepentingan Allah, Dzat yang Maha Sempurna yang telah menciptakan (Al-Khalik) dan memelihara (Al-Hafidh) alam semesta raya. Di antara fungsi-fungsi pokok ibadah bagi manusia ialah:

1) Menjaga keselamatan akidah, terutama terkait dengan kedudukan manusia dan Allah, di mana manusia dalam posisi sebagai hamba yang menyembah dan Allah dalam posisi sebagai Tuhan yang disembah („abdun ya‟budu wa rabb yu‟badu).

2) Menjaga agar hubungan antara manusia dengan Tuhan itu berjalan dengan baik dan abadi (daiman abadan). Terjaganya hubungan ini mendatangkan ketenangan pada orang yang

melakukan ibadah, sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Al- Fath:4.

 “Dia-lah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada. Kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

3) Mendisiplinkan sikap dan perilaku agar etis dan religius. Sikap etis didasarkan pada paradigma sosial, sedang sikap religius didasarkan pada paradigma agama (Tim Dosen PAI UM., 2005:38). Allah berfirman:

 “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh (beribadah) bagi mereka itu kebahagiaan hidup dan tempat kembali yang baik (surga)” (Q.S. al- Ra’du:29).

2. Macam-macam Ibadah

Lazimnya, ibadah dipilah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdhah (ibadah ritual) dan ibadah ghairu mahdhah (ibadah sosial). Ibadah ritual adalah ibadah yang terangkum di dalam rukun Islam yang meliputi shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain. Ibadah sosial adalah perbuatan baik yang dilakukan orang mukallaf dalam rangka melaksanakan perintah Allah, seperti berbakti kepada orang tua, memberi nafkan kepada keluarga, berbuat baik kepada tetangga, menyantuni fakir-miskin, dan lain-lain. Kedua macam ibadah itu harus dikerjakan oleh setiap manusia yang mukallaf. Kalau ibadah ritual ada yang wajib dan ada yang sunnah maka demikian juga halnya dengan ibadah sosial.

Tidaklah dikatakan orang yang benar-benar baik manakala ia tekun beribadah ritual sementara pergaulannya dengan orang lain tidak baik. Orang yang berani kepada orang tuanya atau tidak menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya termasuk orang yang berdosa, demikian juga orang yang menyakiti tetangganya. Sekecil apapun kezaliman yang diperbuat seseorang kepada orang lain akan dimintai pertanggungan jawab. Suatu ketika ada seorang

sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang seorang muslim yang rajin beribadah tetapi tetangganya tidak terbebas dari gangguan tangan dan lisannya. Menggapi pertanyaan ini beliau menjawab, “ia masuk neraka”.

Ibadah sosial tidak boleh diabaikan oleh orang Islam. Kalau diperhatikan seluruh ibadah ritual juga melibatkan unsur ibadah sosial. Shalat adalah ibadah ritual, namun diakhiri dengan unsur ibadah sosial, yaitu salam sambil menoleh ke kanan dan kekiri. Di dalam kitab-kitab fikih dikatakan bahwa ketika orang shalat mengucapkan salam pertama sambil menoleh ke kanan hendaknya berniat mendoakan keselamatan kepada orang-orang yang ada di sebelah kanannya. Demikian juga ketika mengucapkan salam kedua sambil menoleh ke kiri hendaknya berniat mendoakan keselamatan kepada orang-orang yang ada di sebelah kirinya. Puasa Ramadhan adalah ibadah ritual, akan tetapi pada saat melakukannya orang yang berpuasa tidak boleh menyakiti orang lain, selain itu agar puasanya diterima ia harus menyantuni fakir-miskin dengan membayar zakat fitrah.

Ibadah dengan segala ragamnya merupakan bentuk pengham- baan diri kepada Allah, baik yang berdimensi vertikal (hablun minallah) maupun horisontal (hablun minannas) oleh para ulama dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam:

a. Ibadah Khusus (Ibadah Mahdhah)

Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Tatacara (kaifiat), syarat dan rukunnya telah diatur dan ditetapkan oleh agama, dan kita tidak boleh menambah atau menguranginya sedikitpun. Pelanggaran terhadap tatacara pelaksanaan ibadah jenis ini menjadikan pelaksanaan ibadah tersebut tidak sah atau batal. Contoh: salat, zakat, puasa, haji, azan, berdoa, merawat jenazah, i‟tikaf dan lain-lain.

Dalam ibadah khusus ini, para ulama menetapkan kaidah: “Semua tidak boleh dilakukan, kecuali yang diperintahkan Allah atau dicontohkan rasul-Nya.” Melakukan yang tidak diperintahkan atau dicontohkan dalam ibadah ini disebut dengan bid‟ah dhalalah (sesat). Contoh, shalat Subuh dilakukan 4 rakaat, beribadah haji tidak ke Mekah, azan dan shalat dengan bahasa Indonesia, dan lain-lain. Berkaitan dengan penyimpangan terhadap ibadah khusus ini, Nabi Muhammad SAW menyatakan: 

“Siapa mengerjakan suatu amalan (ibadah) yang tidak sesuai dengan

perintahku, maka tertolak” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Bila diperhatikan, ternyata faktor-faktor penyebab seseorang melakukan bid‟ah dalam ibadah khusus ini tidak selamanya karena kebodohan atau ketidaktahuan dan kesalahan informasi yang diterimanya. Hal ini bisa juga terjadi karena dorongan jiwa yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah sehingga terjerumus kepada sikap berlebihan dalam melaksanakan ibadah. Contoh, melakukan takbiratul ihram dalam shalat dengan diulang-ulang beberapa kali atau mengangkat tangan tinggi-tinggi dalam takbir tersebut sampai di atas kepala.

Sebaliknya, perbuatan bid‟ah juga dapat dilakukan seseorang karena sifat malas dalam melakukan ibadah sehingga merobah ketentuan cara pelaksanannya. Bid‟ah juga dapat terjadi karena pengaruh tradisi dan adat yang ditinggalkan oleh leluhur, yang membawa rasa takut akan terjadi bencana jika dilanggar atau ditinggalkannya (Baca Q.S. al-Baqarah:170 dan al-A‟raf:28). Contoh, menanam kepala kerbau di tempat yang akan didirikan suatu bangunan sebagai persembahan kepada (sesuatu yang gaib) yang dianggap menguasai tempat tersebut, disertai dengan doa-doa dan mantera yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, kita seharusnya bersikap ekstra hati-hati dalam melaksanakan ibadah khusus (mahdhah) ini, dengan mendasarkan kepada petunjuk yang benar dan kekhusyukan jiwa yang tinggi agar selamat dari perbuatan bid‟ah yang menyesatkan yang ditolak oleh Allah SWT. Namun perlu diketahui, sebagian ulama berpendapat bahwa selain bid‟ah dhalalah yang dilarang, ada bid‟ah hasanah yang baik, yang tidak dilarang oleh agama, karena merupakan sunnah al- Khulafa al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) yang oleh Nabi SAW diperintahkan mengikutinya. Nabi SAW bersabda:

 “Hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah al-Khulafa al-Rasyidin

yang mendapat hidayah” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

Contoh  bid‟ah hasanah, antara lain:

1) Dua kali Adzan dalam shalat Jum‟at, seperti yang dilakukan oleh Khalifah Usman bin Affan, sedang Nabi SAW hanya satu kali adzan, yaitu sesudah khatib menyampaikan salam dan duduk di mimbar.

2) Shalat Tarawih berjamaah sebulan Ramadhan penuh dengan 20 rakaat dan Witir 3 rakaat, sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Sedangkan Nabi SAW shalat Tarawih hanya 8 rakaat disertai Witir 3 rakaat.

3) Membukukan kitab suci al-Quran yang diprakarsai oleh Khalifah Abu Bakar kemudian disempurnakan oleh Khalifah Usman. Padahal Nabi SAW tidak pernah melakukan, apalagi memerin- tahkannya (Abbas. 1982:165).

Ibadah mahdhah atau ibadah yang berkaitan dengan hubungan langsung dengan Allah (ritual) ini terdapat dalam rukun Islam, seperti mengucapkan dua kalimah syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah mahdhah dapat dibedakan antara yang bersifat badaniyah (fisik) dan maliyah (harta):

1) Bersifat badaniyah, seperti: bersesuci (thaharah) meliputi ibadah wudhu, mandi, tayammum, cara-cara menghilangkan najis, pemakaian   air   dan   macam-macamnya,   istinja‟,   azan,   iqamah, i‟tikaf, doa, shalawat, tasbih, istighfar, umrah, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain.

2) Bersifat maliyah, seperti: qurban, aqiqah, al-hadyu, sedekah, wakaf, fidyah, hibah, dan lain-lain (Darajat, 1984:298).

b. Ibadah Umum (Ghair Mahdhah)

Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang jenis dan macamnya tidak ditentukan, baik oleh al-Quran atau Sunnah Nabi SAW, berupa perbuatan apa saja yang dilakukan oleh seseorang yang dibenarkan oleh agama. Ibadah jenis ini sering diartikan dengan: “Semua perbuatan yang diizinkan oleh Allah (dan Rasul)” (Putusan Tarjih, t.t.:276). Contohnya, bekerja mencari penghidupan yang halal (seperti mengajar, berdagang, bertani dan lain-lain), belajar / kuliah, menolong sesama, silaturrahim dan sebagainya.

Dalam ibadah umum (ghairu mahdhah) ini berlaku kaidah:

"Semua boleh dilakukan, kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya‟. Ibadah umum ini lebih berkaitan dengan semua kegiatan manusia, yang dalam terminologi ilmu fikih dikenal dengan muamalat (artinya: saling berusaha), yang jenisnya tidak dirinci secara detail, satu persatu. Hal ini mengingat, bahwa hubungan antar manusia dalam masyarakat selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika masyarakat, sehingga dalam muamalat ini oleh Islam cukup ditetapkn prinsip-prinsip dasarnya saja sebagai acuan pelaksanaannya.

Dengan sifat muamalat seperti ini, maka syariat Islam dapat terus-menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama di bidang ekonomi, politik, budaya dan sejenisnya (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999 – 2000:140).

Dalam aspek muamalat, Nabi SAW hanya meletakkan prinsip- prinsip dasar, sedangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat. Lapangan atau obyek ibadah umum (ghairu mahdhah) ini cukup luas, meliputi aturan- aturan keperdataan, seperti hubungan yang berkaitan dengan ekonomi, jual beli, utang piutang, perbankan, pernikahan, pewarisan dan sebagainya. Juga aturan-aturan atau hukum publik, seperti pidana, tata negara dan yang semacamnya (Nurdin, et al., 1995:104)

Ibadah Ghairu Mahdhah yang dikenal sebagai bentuk muamalat, meliputi hubungan antar manusia, baik dalam kaitan perdata maupun pidana. Sebagai ibadah yang bersifat umum, cakupan ibadah ghairu mahdhah cukup luas, antara lain berkaitan dengan: (1) Hukum Keluarga (ahkam al-ahwal al-syakhsyiyah), (2) Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah), (3) Hukum Pidana (ahkam al-jinayah),(4) Hukum Acara (ahkam al-murafa‟ah), (5) Hukum Perundang-undangan, (6) Hukum Kenegaraan (al-ahkam al- dauliyah), (7) Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-ahkam al- iqtishadiyah wal maliyah) (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999 – 2000:138-140).

3. Syarat Diterimanya Ibadah

Semua ibadah, baik yang khusus (mahdhah) maupun umum (ghairu mahdhah) mempunyai tujuan sama, yaitu ridho Allah. Hanya kepada Allah-lah semua ibadah ditujukan, karena hanya Dia-lah yang berhak menerima peribadatan dari semua makhluk yang diciptakannya. Agar semua ibadah yang ditujukan kepada Allah tersebut benar dan bernilai sebagai amal ibadah yang diterima oleh- Nya, disyaratkan memenuhi 2 hal sebagai berikut.

a. Dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah semata.

 Diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal (perbuatan) kecuali amal yang dikerjakan secara ikhlas dan ditujukan untuk mendapatkan ridha Allah” (HR. al- Nasa’i).

Dari segi bahasa, ikhlas berarti bersih atau murni, tidak ada campuran. Ibarat emas ialah emas tulen yang bersih dari segala macam campuran bahan-bahan lain. Suatu ibadah disebut ikhlas, jika

ibadah itu dilakukan murni karena Allah semata, tanpa dicampuri dengan maksud-maksud yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin terkenal, dan sebagainya. Allah SWT berfirman:

 “Dan tidaklah mereka diperintah, kecuali untuk beribadah kepada Allah

dengan ikhlas, menjalankan agama dengan lurus” (Q.S. al-Bayyinah:5).

b. Dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah dan contoh Rasul-Nya. 

Allah berfirman:

 “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya” (Q.S. al-Kahfi:110).

Maksud amal saleh dalam ayat tersebut ialah amal yang sesuai dengan kehendak/petunjuk agama (as-Shiddieqy, 1963: 29). Ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk agama, disebut bid‟ah dhalalah. Hukum bid‟ah dhalalah adalah sesat dan dosa.

4. Shalat: Ibadah Utama dan Istimewa

Sholat adalah ibadah yang sangat penting bagi orang Islam. Dari sekian banyak macam ibadah mahdhah, shalat adalah inti dari semuanya. Bahkan dibandingkan dengan semua macam ibadah yang lain sekalipun, shalat termasuk ibadah yang paling istimewa. Maka seharusnya setiap muslim dan muslimah menaruh perhatian khusus (serius) terhadap ibadah shalat dengan cara rajin dan taat dalam melaksanakannya.

Di antara keistimewaan dan kelebihan shalat ialah:

a. Shalat adalah ibadah badaniyah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah, mendahului semua ibadah badaniyah yang lain.

b. Perintah shalat (lima waktu) diwahyukan di luar planet bumi, yaitu di hadirat Allah Yang Maha Tinggi, langsung tanpa melalui perantara malaikat Jibril, pada saat Nabi Muhammad SAW melakukan Isra‟ Mi‟raj memenuhi panggilan Allah SWT.

c. Shalat adalah tiang agama, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa mendirikan shalat, maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama dan barangsiapa merusaknya, sesungguhnya ia telah merusakkan agama” (HR. Baihaqi dari Umar RA).

d. Dengan shalat seseorang dapat terhindar dari pebuatan jahat (fakhsya dan munkar), karena dirinya akan selalu ingat Allah sehingga akan timbul perasaan malu kepada-Nya untuk melakukan kejahatan yang bertentangan dengan ucapan dan harapan- harapan doa shalatnya (Q.S. al-Ankabut:45).

e. Shalat adalah ibadah yang paling keras perintahnya, melebihi kerasnya perintah untuk ibadah-ibadah yang lain. Dalam kondisi bagaimanapun, selama masih ada kesadaran ingat kepada Allah, seseorang diwajibkan melakukan shalat lima waktu. Sedangkan untuk ibadah-ibadah lainnya, seperti zakat hanya diwajibkan sekali dalam setahun atau setiap panen bagi zakat tanaman yang telah mencapai nishab. Sedangkan untuk puasa Ramadhan hanya satu bulan dalam setahun, dan haji hanya sekali seumur hidup.

f. Shalat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali diperhitungkan (dihisab) oleh Allah, dan semua amal yang lain bergantung pada hasil perhitungan shalatnya. Jika shalatnya baik, sempurnalah semua amalnya yang lain. Sebaliknya jika shalatnya tidak baik, menjadi rusaklah semua amalnya yang lain (HR. al- Thabrani).

g. Shalat adalah wasiat terakhir semua Nabi kepada umatnya. Termasuk Nabi Muhammad SAW. Di akhir hayatnya berwasiat: "Shalat, Shalat, Shalat!‟ (HR. Ibnu Jurair dari Ummu Salamah).

h. Shalat adalah saat yang paling dekat antara hamba dengan Allah, yaitu saat hamba bersujud dalam shalatnya. Nabi SAW berpesan agar kita memperbanyak doa dalam sujud (HR. al-Muslim, Abu Dawud dan al-Nasai dari Abu Hurairah).

i. Shalat adalah media untuk memohon pertolongan kepada Allah, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam Q.S. al-Baqarah:45:

 “Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Namun sesungguhnya yang demikian itu adalah berat, kecuali bagi orang- orang yang khusyuk”.

j. Shalat adalah wujud rasa syukur manusia kepada Allah atas anugerah nikmatNya yang tak terhingga banyaknya. Hal ini diperintahkan oleh-Nya, salah satunya dalam Q.S. al-Kautsar: 1-2:

 “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka kerjakanlah shalat karena Tuhan-mu dan berkorbanlah” (Q.S. al- Kautsar :1-2).

k. Shalat menjadi syarat pertama dari kebahagiaan orang-orang beriman yang akan menjadi pewaris surga dalam kehidupan akhirat nanti (Q.S. al-Mukminun:1-11) (Tim Dosen PAI UM., 2002:103-105).

Sabtu, 09 April 2022

Budaya Ramadhan 7 | Proses Terbentuknya Iman Dan Upaya Meningkatkannya



Iman terbentuk dalam diri manusia diawali dari fitrah tauhid (menyembah Allah) yang Allah tanamkan dalam diri manusia sejak dia masih dalam rahim ibunya. Umumnya, fitrah ini akan tumbuh dalam diri manusia manakala lingkungan keluarga/sosialnya adalah Islam. Dalam kondisi semacam inilah Allah kemudian menurunkan hidayah kepada dia untuk beriman. Berikut ini penjelasannya.
1. Fitrah Ilahi
Dalam iman, pembenaran terutama terkait dengan masalah hati. Hati sangat berperan dalam mewujudkan iman dalam diri seseorang. Dalam-dangkalnya, tebal-tipisnya, teguh-tidaknya iman sangat tergantung pada hati manusia yang sifatnya berubah-ubah. Meskipun begitu, Allah sesungguhnya telah memberikan potensi pada setiap manusia untuk bertuhan dan mengabdi hanya kepada Allah, yang disebut fitrah tauhid. Potensi ini disemaikan Allah ke dalam jiwa manusia sejak masih berada di alam azali (arwah). Dalam
Q.S. al-A‟raf: 172 diterangkan:
 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang- orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
Dalam Q.S. al-Rum:30 juga disebutkan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. al-Rum:30).
Maksud fitrah Allah disini adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Fitrah ini selamanya ada pada diri setiap manusia dan tidak mengalami perubahan. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid adalah karena pengaruh lingkungan.

2. Hidayah
Iman juga terbentuk melalui hidayah dari Allah SWT. Di antara semua sebab terbentuknya iman, hidayah adalah sebab utama, karena seseorang tidak dapat membuat orang lain beriman tanpa hidayah dari Allah SWT. Bahkan Rasul Allah SAW tidak dapat memberikan hidayah ini kepada orang yang dicintainya. Hidayah merupakan     kehendak    (masyi‟ah)     Allah    semata.     Allah    SWT mengingatkan hal ini ketika Rasul Allah SAW bersedih atas meninggalnya Abu Thalib, paman yang selalu membela dia, dalam keadaan kafir. Allah berfirman:
 “Sesungguhnya Engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Q.S. Al- Qashas:56).
Kata hidayah dalam bahasa Arab berarti petunjuk. Ia dipadan- kan artinya dengan kata hudan, dilalah, atau thariq. Menurut Muhammmad Abduh, hidayah adalah “petunjuk halus yang membawa atau menyampaikan kepada apa yang dituju atau diingini.” Abduh menambahkan, ada lima macam hidayah yang dianugerahkan Allah kepada manusia, yaitu:
a. Hidayah al-wijdan al-fithri (petunjuk insting dan intuisi)
b. Hidayah al-hawas (petunjuk inderawi)
c. Hidayah al-„aql (petunjuk akal)
d. Hidayah al-din (petunjuk agama)
e. Hidayah al-taufiq (petunjuk khusus) (Anshari, 1979).
Pada binatang, Allah SWT hanya memberikan dua hidayah yang pertama, dan kedua. Sedangkan hidayah yang lain diberikan kepada manusia. Petunjuk akal diberikan kepada semua manusia secara umum, demikian pula dengan hidayah agama yang bersifat umum. Allah menurunkan agama-Nya kepada manusia agar dianut oleh mereka berdasarkan ikhtiar mereka sendiri. Setiap manusia diberi kebebasan memilih agama Islam sebagai agamanya, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Q.S. Al-Kahfi:29:
 “Katakanlah bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu! Barangsiapa yang ingin beriman hendaklah dia beriman dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.”
Karena diberi kebebasan itulah, kemungkinan bagi setiap manusia untuk menjadi Muslim adalah lima puluh persen, apalagi manusia yang ditakdirkan lahir dan tumbuh di lingkungan non Muslim. Peluang dia untuk menjadi Muslim sangat tipis. Oleh sebab itu, diperlukan hidayah lain dari Allah yang disebut hidayah taufiq.
Terkait dengan terbentuknya iman, dari kelima hidayah yang sudah disebutkan di atas, hidayah taufiq adalah yang terpenting. Dengan hidayah ini, Allah langsung memberi petunjuk kepada hamba-Nya sehingga dia selalu berjalan di atas jalan yang lurus. Dengan petunjuk ini, dimungkinkan orang yang lahir dalam keluarga non Muslim menjadi beriman kepada Allah. Bahkan orang yang sudah Muslim pun selalu memerlukan hidayah ini agar tetap selamat dalam perjalanan hidupnya. Hidayah ini yang selalu diminta oleh setiap Muslim dalam shalatnya dengan mengucapkan “ihdina al- shirath al-mustaqim!”
3. Ikhtiar Insani
Iman yang ada dalam diri setiap muslim bersifat tidak tetap; kadang kuat kadang lemah, suatu saat turun, dalam kesempatan lain naik. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya mengetahui cara-cara meningkatkan iman, dan berupaya mempraktekkannya, terutama, saat imannya sedang turun. Hal ini agar dirinya punya kesempatan besar meninggal dunia dalam keadaan membawa iman, atau khusnul khatimah. Berikut ini dijelaskan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan iman.
a. Penciptaan Lingkungan Sosial yang Kondusif
Dalam uraian diatas telah disinggung bahwa setiap manusia diciptakan Allah dengan fitrah tauhid, bertuhan dan menyembah hanya kepada Allah SWT, namun fitrah tersebut akan tetap menjadi
potensi bila tidak ditumbuhkembangkan oleh manusia. Nabi SAW bersabda:
 “Tidaklah seorang anak itu dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (bertauhid), kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muslim)
Dengan demikian, meskipun setiap manusia sebenarnya mengakui keesaan Allah (tauhid), sebab dalam diri mereka terdapat potensi tersebut, namun potensi tauhid tersebut hanya akan menjadi kenyataan bila diiringi dengan penyediaan lingkungan yang kondusif guna tumbuh dan berkembangnya potensi tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan, dalam konteks ini pendidikan, memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk keyakinan dan pandangan hidup seseorang. Manusia yang dididik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat Islam, maka fitrah tauhidnya akan tumbuh dan berkembang, sehingga jadilah ia seorang muslim. Sebaliknya, meski setiap orang memiliki fitrah tauhid, namun bila ia tinggal dan dididik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat bukan Islam, maka kelak ia tidak akan menjadi seorang muslim.
Meskipun begitu, hal diatas tidak berlaku bila Allah mempunyai kehendak lain. Tatkala Allah menurunkan hidayah pada orang tersebut, maka apapun dan bagaimanapun lingku-ngannya, ia pasti menjadi seorang muslim. Namun karena hidayah merupakan rahasia Allah, maka setiap muslim berkewajiban menyediakan lingkungan yang kondusif demi tumbuh dan berkembangnya fitrah tauhid, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehingga dirinya, keluarga, dan tetangganya tetap menjadi seorang muslim, bahkan orang beragama lainpun akan tertarik dan menjadi muslim pula.

b. Dzikir, Tafakkur dan Tadabbur
Iman dapat terbentuk melalui zikir, yaitu mengingat Allah SWT dan menyebut nama-nama-Nya setiap saat dalam segala posisi dan keadaan. Mengingat nama Allah, menghadirkan asma Allah dalam hati setiap waktu akan membawa efek yang sangat besar terhadap kedalaman dan kemantapan iman, karena orang yang berzikir akan selalu dekat dengan Tuhan sehingga segala perilaku dan perbua- tannya selalu memperoleh pancaran nur (cahaya) dari Tuhan. Orang
yang beriman adalah orang yang hatinya selalu dekat dengan Tuhannya, imannya selalu menerangi hati dan jiwanya, sebagaimana difirmankan Allah:
 “...Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah al-Qur’an itu, dan tidak pula mengetahui apakah iman itu? Tetapi Kami menjadikannya cahaya yang Kami tunjuki dengannnya siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami…. ” (Q.S. al-Syura:52).
Berzikir dapat dilakukan pula dengan merenung (tadabbur) dan memikirkan (tafakur) ciptaan Allah, memikirkan proses kejadian alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Iman dapat terbentuk ketika manusia memikirkan dengan sungguh-sungguh dan mendalam semua realitas yang ada di alam semesta. Dengan proses ini akan tergambar di hadapannya keagungan dan kehebatan al- Khaliq yang menciptakan dan mengatur semuanya. Dalam al-Qur‟an, Allah SWT menceritakan proses pencarian Nabi Ibrahim AS dalam menemukan Tuhan melalui perenungan terhadap alam sehingga beliau sampai pada taraf keimanan yang mantap.

 “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan” (Q.S. al-An’am:79).

Motivasi untuk memikirkan alam agar sampai kepada keimanan yang mantap tersebar dalam banyak ayat al-Qur‟an, antara lain dalam Q.S. al-Baqarah:164, al-A‟raf:179, al-Ghasyiyah:17-20.
c. Ingat Mati
Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mati. Mati akan dirasakan oleh manusia setelah tiba saatnya. Tidak peduli apakah ia masih bayi, anak-anak, remaja, dewasa, apalagi sudah tua. Bila ajalnya sudah tiba, malaikat maut pasti akan menjemputnya. Itulah misteri kematian yang sering dilupakan namun juga sangat ditakuti manusia. Salah satu cara untuk   mengingat   mati   adalah   bertakziyah kepada orang yang mati. Dalam kaitan takziyah ini, seorang muslim dituntut untuk mendoakan orang yang mati, menggembirakan orang yang ditinggal mati, dan mengurus orang yang mati, seperti: memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkannya. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah mati sebagai pelajaran dan keyakinan (keimanan) sebagai kekayaan” (H.R. Thabrani).
Cara lain untuk mengingat mati adalah dengan ziarah kubur. Hal itu sangat dianjurkan dalam Islam, karena dengan melaksanakan aktifitas ini seseorang menjadi sadar bahwa cepat atau lambat diapun akan mati seperti orang yang ada di dalam kubur, yang hanya ditemani oleh amalnya didunia. Bila tidak sempat berziarah kubur, maka saat lewat di kuburan, seorang muslim dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur muslim yang telah mendahului mereka.

Budaya Ramadhan 6 | Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia dan Ikhtiar Merealisasikan Tugas Hidup Manusia


Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Sebagai makhluk sosial, manusia dalam hidupnya sudah membawa potensi fitrah sejak lahir dan banyak memperoleh  pengaruh dari lingkungannya, terutama lingkungan terdekatnya. Rasullah SAW bersabda.

 “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhori Juz 2 hal. 125).

Hadits tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh orang- orang terdekat dalam hidup   manusia. Saat ini pengaruh lingkungan di luar keluarga semakin banyak dan beragam, serta tidak hanya yang dekat, tapi yang jauh pun mudah sekali mendekat, seiring dengan era kemajuan sain dan teknologi. Hal-hal yang menguntungkan mudah sekali diakses dari jarak jauh, demikian juga halnya dengan hal-hal yang merugikan dan merusak moral.

Dalam bidang pendidikan dikenal beberapa aliran pendidikan, yaitu (1) Empirisme yang memandang perkembangan seseorang tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya. (2) Nativisme yang berpandangan bahwa seseorang berkembang berdasarkan apa yang dibawanya dari lahir. (3) Naturalisme yang pandangannya dalam mendidik seseorang pendidik hendaknya kembali alam agar pembawaan seseorang yang baik tidak dirusak oleh pendidik. Terakhir (4) konvergensi yang memadukan aliran nativisme dan empirisme; perkembangan seseorang tergan- tung pada pembawaan dan lingkungannya. Dalam pandangan Islam, lama sebelum munculnya teori diatas, telah diterangkan bahwa tingkah laku manusia ditentutan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan.

Dewasa ini pandangan yang banyak diikuti secara luas oleh para ahli adalah pandangan Islam, walaupun mereka menggunakan redaksi yang berbeda. Para ahli mengatakan bahwa secara garis besar ada 2 faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor personal    dan    faktor    situasional. Faktor personal adalah faktor yang datang dari diri individu, yang meliputi faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis atau struktur biologis meliputi struktur genetis, system syaraf dan sistem hormonal. Sedangkan faktor sosiopsikologis. Sebagai makhluk sosial, manusia mendapat beberapa karakter akibat proses sosialnya.

Faktor situasional adalah faktor dari luar individu, termasuk lingkungan. Kaum behavioris sangat percaya bahwa perilaku seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Islam prilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan dapat berupa: faktor ekologis, faktor rancangan dan arsitektural, faktor temporal, suasana perilaku, tekhnologi, faktor-faktor sosial, lingkungan psikososial, stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka manusia dengan berbekal potensi-potensi (faktor personal) yang positif dan negatif yang berada pada dirinya berkewajiban untuk mencari ilmu dan mengamalkannya dengan sebaik mungkin. Ilmu sangat berguna untuk mengembangkan potensi positif tersebut dan untuk mengurangi serta mengikis potensi negatif yang dimilikinya.

Ikhtiar Merealisasikan Tugas Hidup Manusia

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, bahwa tugas manusia adalah menjadi khalifah di bumi. Tugas sebagai khalifah itu sejalan dengan firman Allah berikut.

 “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (Q.S. al-Ahzab:72).

Tampak pada ayat tersebut bahwa di antara sekian banyak makhluk Allah manusialah yang bersedia mengemban amanat. Kesediaan mengemban amanat dari Allah tersebut mengandung suatu konsekuensi bahwa manusia harus lebih mengutamakan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang diberikan Allah daripada menuntut hak. Karena itu istilah yang populer di dalam Islam adalah al-waajibaat wal huquuq “kewajiban dan hak” bukan sebaliknya, yaitu “hak dan kewajiban” sebagaimana yang populer di luar ajaran Islam.

Upaya merealisasikan tugas hidup tersebut harus dilakukan secara maksimal dan optimal sesuai kemampuan. Manusia hanya diberi kewenangan untuk berusaha, berhasil dan tidaknya usaha tersebut merupakan kewenangan Allah semata. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menyesali kegagalan suatu program yang sudah direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik. Agar sukses dalam mengemban amanat sebagai khalifah, manusia dapat melaksanakan upaya-upaya berikut.

Pertama, berilmu yang memadai. Amanat menjadi khalifah akan dapat diemban manusia dengan baik apabila mereka memiliki ilmu yang memadai. Oleh karena itu, mencari ilmu merupakan keniscayaan bagi manusia, baik dalam kapasitasnya menjadi „abd Allah maupun khalifah Allah. Ibadah hanya akan diterima oleh Allah apabila dikerjakan sesuai ilmunya. Demikian juga dengan upaya memakmurkan bumi. Pemakmuran bumi akan berhasil dengan baik bahkan bernilai ibadah apabila dilakukan dengan sesuai ilmunya.

Kedua, bertindak secara nyata. Semua pihak harus melakukan tindakan nyata dalam pemakmuran dunia/bumi. Dalam konteks ini harus difahami bahwa tanggung jawab menjadi khalifah adalah tanggung jawab bersama. Manusia dengan statusnya masing-masing, misalnya „ulama’, umara’, aghniya’, fuqara’, berkewajiban untuk berkontribusi dan berkolaborasi menyukseskannya sesuai kapasitasnya masing-masing.

a. Para „ulama’ (ilmuwan) mengembangkan ilmunya, meneliti, mengadakan eksperimen, dan mensosialisasikan ilmu kepada pihak-pihak lain, utamanya kepada para umara’ (pejabat, teknokrat, karyawan, praktisi hukum, dan lain-lain) dan generasi penerus dengan mengajarkan ilmu tersebut atau dengan teknik sosialisasi yang lainnya.

b. Para umara’ melaksanakan tugas dan kewenangannya secara total dan adil. Dalam melaksakan tugas mereka harus sangat memperhatikan aspek-aspek dan prinsip-prinsip profesiona- litas, keseimbangan, kesinambungan, keselarasan, keuntungan bersama, tidak berlebihan, keramahan lingkungan, tanpa menimbulkan banyak efek negatif.

c. Para aghniya’ (hartawan) mendukung tugas umara’ dengan bantuan modalnya (membayar zakat, pajak, hibah, atau pinjaman modal kerja) untuk membiayai program-program pengembangan  ilmu  dan  eksperimen  yang  dilakukan  ulama‟, program-program pembangunan dan lainnya yang dilakukan oleh  umara‟,  dan  pengentasan  kemiskinan  atau  pemenuhan kebutuhan orang-orang miskin.

d. Kaum fuqara’ (fakir miskin) mendukung tugas ketiga unsur tersebut dengan doanya yang tiada henti.

Ketiga, mencari lingkungan yang baik. Menyadari akan besarnya pengaruh lingkungan dalam merealisasikan sesuatu yang diinginkan maka manusia harus mencari lingkungan yang kondusif.

Jika lingkungan kondusif tidak dapat diperoleh maka seseorang bisa menciptakannya. Ketika ingin memiliki ilmu yang luas, pemuda bisa datang ke pesantren, dan ketika Mekah sudah tidak kondusif untuk berdakwah, Rasulullah SAW hijrah ke Medinah.

Keempat, berdoa. Berdoa merupakan ciri khas orang yang beriman. Bagi mereka berdoa merupakan bagian yang terpisahkan dari usaha mengemban amanat dan dalam melaksanakan program apa saja. Tidak benar kalau ada orang yang berusaha hanya dengan bekerja tanpa berdoa dan tidak benar pula orang yang hanya berdoa tanpa berusaha nyata. Agar usaha dan doa tidak menyimpang dari aturan, maka bekal ilmu yang memadai menjadi syarat mutlak.

Kelima, menjaga hati. Sesuai dengan namanya hati cenderung tidak stabil. Oleh karena itu, hati harus dijaga agar selamat dari hal- hal yang menjadikannya labil dan sakit. Hati harus dijaga dari sifat- sifat yang tercela dengan cara mengarahkannya kepada sifat-sifat terpuji. Menjaga hati dilakukan dengan beribadah yang menurut al- Khawwash (dalam al-Qusyairi, tt juz 1 hal. 22) dinamakan dengan mengobati hati. Menurutnya obat hati itu ada lima, yaitu membaca al-Qur`an dengan menghayati maknanya, mengosongkan perut (berpuasa), melakukan salat malam, berzikir di keheningan malam, dan bergaul dengan orang-orang saleh.

Keenam, semua itu dilengkapi dengan bertawakal atau menyerahkan keberhasilan segala usaha dan jerih payah kepada Allah, Dzat yang maha mengetahui dan maha bijaksana. Orang yang beriman yakin bahwa manusia hanya memiliki kewenangan untuk berusaha, Allahlah yang berwenang menentukan berhasil atau gagalnya usaha tersebut. Namun patut dicatat bahwa usaha yang benar dan diniati dengan benar pula pastilah membuahkan keuntungan yang berupa pahala. Orang yang berijtihad lalu hasilnya benar maka ia mendapatkan dua pahala dan jika tidak benar maka ia mendapatkan satu pahala. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada usaha orang beriman yang sia-sia.

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...