Kamis, 09 Desember 2021

KENAPA SIH MAU DAPET SEMBAKO SAJA SULIT, HARUS BAWA DATA DAN IDENTITAS | SUARA WARGA | RELAWAN ANGKAT BICARA

Packing logistik dan menganalisis pendistribusiannya berdasarkan data


Setelah mengupas mengenai cara untuk merespon bencana pada artikel sebelumnya, mari kita mengupas mengenai pentingnya data dalam sebuah analisis kebencanaan. Masuk ke ranah Relawan berbasis pos, yang bertugas mengatur atau manajemen pos, tentunya berbeda dengan relawan yang bertugas mengumpulkan doonasi atau melakukan giat, relawan yang bertugas mengatur/ memanajemen pos tentunya mengatur sirkulasi donasi yang masuk termasuk keluar masuknya logistic, keluar masuknya uang donasi bahkan distribusi relawan yang akan melakukan giat. Kenapa sih setiap kali ingin meminta bantuan dari pos harus memiliki data sebagai syaratnya.
Asesmen dan Analisis Data 


Seringkali, kita sebagai warga atau korban bencana atau bahkan lembaga/ organisasi penyalur bantuan mengenai keberadaan data, hal yang dipermasalahkan adalah syarat data yang diberikan tidak sebanding daripada donasi yang diberikan. Sebelum mengatakan tak sebanding mari kit abaca pentingnya data bagi penanganan bencana, agar tidak terjadi salahpaham.

Pertama, data adalah asset pertama dan dalam menangani bencana, apapaun bencananya. Sehingga kebutuhan data untuk mengakses dan menganalisis bencana itu semakin mudah, dari data relawan tahu seberapa besar bencana yag terjadi, siapa saja yang terdampak, apa saja kerugiannya, lokasi mana saja yang terdampak dan bantuan pertolongan seperti apa yang harus diberikan pada bencana yang sedang terjadi.



Kedua, jika dikatakan tidak sebanding seperrti pada paragraph pertama diatas maka itu salah besar, coba kita fikirkan. Ketika diumumkan adanya bencana maka semua elemen masyarakat dari luar melakukan open donasi bantuan. Artinya ketika datang satu gelombang bantuan maka itu akan terus berdatangan bantuan gelombang bantuan yang lain. Bayangkan jika tidak ada data yang valid dan update maka, data akan tidak tepat sasaran. Ada yang memperoleh bantuan itu secara terus meneruh. Sebaliknya, ada warga yang justru harus menerima data itu namun tidak memperoleh karena tidak terdata, inilah yang kami maksud sebanding, dari data pemerataan donasi baik donasi logistic maupun donasi giat pembersihan yang dilakukan relawan.

Ketiga, untuk tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam kebencanaan tentunya ada tahap/ masa status tersebut, ada tahap yanggap darurat, tahap transisi, dan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Data yang telah diterima tidak akan dibuang saat selesai penyaluran data, itu semua akan terus berkelanjutan berguna sampai bencaa selesai bahkan sampai ada kajian kebutuhan pasca bencana (JITUPASNA). Maka kebutuhan data yang valid sangat diperlukan. Bagaimana caranya agar valid, caranya adalah terus diupdate. Bagaimana caranya mengupdate. Cara yang tepat adalah saat proses pendistribusian bantuan karena pada saat itu relawan akan turun lapangan secara langsung.

Mungkin sekian, penjelasan singkat mengenai data, semua dilakukan untuk kepentingan semua. Relawan juga merasa dimudahkan, masyarakat terdampak semua kan mendapatkan dan bencana segera teratasi. Jika ada kurang akan dibahas pada BAB selanjutnya. Salam tangguh Relawan NU Relawan BKR UM 2021

Selasa, 07 Desember 2021

SALAHKAH MELAKUKAN OPEN DONASI ?!!! | BENCANA ERUPSI GUNUNG SEMERU 2021




Bencana kerap menjadi momentum bagi sebagian orang/ kelompok/ komunitas/ organisasi/ lembaga atau bahkan mahasiswa untuk bahu-membahu membantu korban dampak dari bencana yang telah terjadi. Tak luput bencana erupsi gunung semeru yang terjadi pada 4 Desember 2021 sekitar pukul 14:47 kemarin. Selain erupsi yang cukup besar, keberadaan media sosial sangat membantu informasi yang masif dan cepat mengenai berita bencana tersebut.
Lalu, bantuan seperti apa yang tepat dan terbaik terhadap korban dampak bencana tersebut dan langkah efektif seperti apa sehingga bantuan dapat tersalurkan dengan baik. Dalam prespektif mahasiswa mereka bisa melakukan aksi dalam merespon kebencanaan ini dengan open donasi, namun nyatanya tak 100% open donasi ini telah menjadi penyelsaian yang tepat dalam menangani berbagai bencana. Karena apa, 


Pertama, jarak antara ditetapkannya status tanggap darurat sampai dengan pengumpulan hasil donasi cukup jauh, sekirat 3-4 hari. Padahal untuk merespon hal ini haruslah cepat, sehingga hal pertama yang harus dilakukan oleh mahasiswa ketika merespon terjadinya bencana adalah sebagai TRC (Tim Reaksi Cepat) yaitu Tim yang bertugas melakukan asesmen atau terjun ke lokasi bencana secara langsung untuk menganalisis kebutuhan yang dibutuhkan dan merekam segala aktivitas yang terjadi disana, harapannya seoranag mahasiswa adalah manusia akademisi yang pandai dalam melakukan analisis sehingga tidak perlu mencari uang dijalan jika dibandingkan akan lebih bermanfaat jika melakukan analytical asesmen.
Kedua, jika itu tidak bisa dilakukan sendiri/ kelompok/ organisasi. Maka carilah partner yang tepat sebagai rekan dilapangan seperti Relawan BPBD, LPBI, Komunitas Pencinta Alam, PMI, Pramuka, Brigade Penolong, dan lain-lin yang memiliki keahlian dalam kebencanan khususnya TRC.

Ketiga, mahasiswa bisa saja melakukan open donasi namun sebagai prioritas mahasiswa harus menjadi petugas penolong kebencanaan dalam hal ini relawan, atur mindset bahwa menjadi relawan tidak harus turun lapangan dan bersusah payah, menjadi TIM ruangan dalam penanganan kebencanaan pun sangat bisa, dan ini yang harus diperankan oleh mahasiswa. Sehingga jika sudah terlanjur menggalang donasi, pastikan donasi tersebut disalurkan dengan tepat, sebaiknya jangan disalurkan sendiri, karena jika kita tidak memiliki pengetahuan yang tepat dalam bencana yang terjadi dan asesmen yang baik maka besar kemungkinan bantuan tersebut tidak akan tepat sasaran. Salurkan kepada petugas kebencanan/ relawang yang ada yakni pemerintah dalam hal ini BNPB atau BPBD karena mereka adalah pos komando dari pemerintah pusat. Atau jika tidak sampaikan kepada pos lapangan.

Keempat, salurkan bantuan kepada Petugas Kebencanaan atau Relawan yang berbasis Pos Lapangan kenapa disebut Pos Lapangan bukan Pos Komando karena Pos Komando itu sebutan bagi pemerintah dalam hal ini BPBD. Karena dengan Relawan berbasis posko dana tau poslap mereka memiliki pengetahuan yang baik mengenai bencana itu, mulai dari asesmen, data informasi yang transparan dan akuntabel, data penyaluran bantuan dan donatur yang transparan dan akuntabel dan donatur tetap bisa melakukan branding dalam penyaluran bantuannya karena poslap yang resmi tidak akan mengklaim bantuan/ logistic yang masuk, seperti LPBI NU.

Kelima, mahasiswa dalam menjalin mitra dengan LPBI tidak harus membawa logistic/ bantuan. Mereka cukup menawarkan Sumber Daya Manusia yang siap untuk menjadi relawan tetap itu lebih dari cukup misalkan untuk manajemen poslap dan layanan dukungan psikososial yang sifatnya ruangan.

Keenam, sebelum menyalurkan pastikan bertanya kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh korban terdampak bencana kepada relawan poslap, sehingga program yang dilakukan mahasiswa/ organisasi/ komunitas tidak berdasarkan program kerja untuk eksistensi melainkan berbasis KEBUTUHAN. Dan masih banyak lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat dilakukan mahasiswa dalam merespon bencana yang sedang terjadi. Hal diatas sering tidak dilakukan akibatnya banyak mahasiswa yang datang bukan malah diterima dengan baik oleh warga korban terdampak bencana/ relawan melainkan mereka malah tertolak bantuannya. Semoga tidak terjadi hak demikian. Semoga bermanfaat. Salam Tangguh.

Rabu, 20 Oktober 2021

Seni Santri dalam berliterasi | Spesial Maulid Nabi dan Hari Santri

Forum diskusi santri

Sementara ini literasi kerap berdomisili pada dunia perguruan tinggi, seolah santri tak ada tendensi untuk ikut menggali dan berpartisipasi. argumen literasi nyaris dilontarkan oleh para pejuang literasi untuk membumikan budaya literasi untuk kaum santri, tak heran itu semua dilakukan untuk menjembatani untuk sama-sama mewujudkan cita-cita bangsa untuk meningkatkan kapasitas insani.

Momentum hari santri dan maulid nabi seyogyanya sudah menjadi barometer prestasi santri dikancah publik, beberapa fakta telah dihadirkan seharusnya menjadi energi terbarukan bagi santri, seperti munculnya gus menteri agama yang menguasai panggung demokrasi. Tak hanya itu, posisi-posisi strategis baik negarawan maupun ilmuan juga telah diisi oleh alumni santri yang terkadang enggan memutus rantai gelarnya sebagai santri.



Pada era distrupsi ini, kehadiran santri sangat dinantikan. Santri yang memiliki jiwa dan mental kuat untuk menyongsong negeri ini menjadikan santri harus bangga dengan predikat santri. Tak jarang beranggapan bahwa santri adalah dia yang telah menyelesaikan studi dipondok pesantren secara bertahun-tahun. Namun, nyatanya santri tak bisa terdefinisikan sesempit itu. Di zaman ini pola pikir serta arah pandang seorang santri perlu dipersempit secara luas untuk menemukan arah gerak yang pasti dalam membangun negeri, saat ini santri harus berdaya agar tidak selalu diperdayakan. disiplin-disiplin pengalaman harus bisa dikawal secara jelas. Misalkan pada dunia Entreprenurship, leadership, dan Nasionalis. Namun tiga hal itu harus berdampingan dengan era pada zaman sekarang yaitu era digital.

Sehingga santri akan berdaya dan memiliki arah gerak yang jelas pada Digital Entrepreneurship, Digital Leadership dan Digital Nasionalisme. Jika ketiga hal ini berjalan sesuai kaidah dan peradaban yang berlaku maka setiap santri hakikatnya telah berdaya dan mampu untuk dipersaingkan.

Semoga momentum hari santri ini bisa dipertaruhkan, jargon yang telah dibuat setiap tahun semoga menjadi arah pandang dan arah gerak yang jelas, serta semua itu tak hanya menjadi waiting list namun list of achievement yang akan dicentang saat hari santri tahun berikutnya. semoga kita termasuk orang yang beruntung.

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...