Sabtu, 15 November 2025

CreActive Movement: Berwirausaha Lewat Creative Event Cenderamaya

 

Tim CreActive Movement 2025, Prodi Pendidikan Seni Rupa UNJ
JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM: Kita Sering mendengar kalimat ini dari para mahasiswa bahwa “Bikin karya seni itu satu hal, tapi bikin karya itu laku dijual itu cerita lain.”. Kreativitas dan keterampilan artistik mereka luar biasa, tapi ketika harus masuk ke ranah bisnis, banyak yang kebingungan.

Kesenjangan antara kemampuan artistik dan keterampilan berbisnis adalah isu klasik di kalangan mahasiswa seni. Mereka mampu melahirkan karya yang menarik, ekspresif, dan orisinal, namun sering kali belum memahami bagaimana karya tersebut dapat memiliki nilai ekonomi. Melalui program CreActive Movement, kesenjangan ini dijembatani dengan pendekatan pembelajaran yang aplikatif. Para dosen dan mentor tidak hanya memberikan teori, tetapi juga memfasilitasi strategi nyata tentang bagaimana mengelola brand pribadi, menetapkan harga karya, membaca tren pasar, hingga membuat produk turunan dari karya utama.

Pendekatan ini menempatkan mahasiswa dalam posisi sebagai kreator sekaligus calon pengusaha. Artinya, mereka dilatih untuk melihat peluang, memahami perilaku konsumen, dan mengelola usaha kreatif secara profesional. Kegiatan ini memperlihatkan bahwa seni dan bisnis bukan dua ranah yang bertolak belakang, melainkan dua aspek yang dapat saling menguatkan. Ketika kreativitas dipadukan dengan strategi, karya seni dapat menjangkau publik yang lebih luas dan memperoleh nilai keberlanjutan ekonomi.

Inilah yang mendorong dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menciptakan pendekatan baru dalam kegiatan tahunan mereka: Cenderamaya. Dulu, Cenderamaya hanya dikenal sebagai bazar seni mahasiswa. Tapi mulai tahun 2024, ia berubah menjadi laboratorium kewirausahaan seni rupa—tempat di mana mahasiswa tak hanya memamerkan karya, tapi juga belajar memasarkan, membangun merek, bahkan mengurus legalitas usaha mereka.

Menjembatani Seni dan Bisnis

 

Bersama tim dosen yang diketuai oleh Desy Sugianti, M.Sn., dan anggota Dr. Rizki Taufik Rakhman, S.Sn., M.Si., Leny Suryani, S.Pd., M.Sn., Siti Khodijah Lestari, M.Ds., yang menggagas program ini, menyusun pelatihan praktis kewirausahaan untuk para mahasiswa beranggotakan Fairisha Salwa Norsalsabila, Muhammad Kadafi, Natashya Davida Andhara, Rayssa Sasikirana, dan Shinta Amalia dalam satu wadah kreatif Bernama CreActive Movement. Mereka belajar membuat karya yang bernilai jual, mempelajari strategi bisnis, hingga memanfaatkan media sosial dan marketplace sebagai saluran pemasaran.

Selama ini banyak mahasiswa dari Prodi Pendidikan Seni Rupa memiliki potensi besar, tapi tidak semua tahu bagaimana menjadikan bakat itu sebagai sumber penghasilan.

Sehingga melalui program CreActive Movement 2025, selama delapan bulan, lima orang mahasiswa atau tenant dibina langsung oleh mentor; termasuk alumni yang kini sudah berkecimpung di industri kreatif. Produk yang dihasilkan mulai dari totebag bergambar ilustrasi, stiker, poster cetak, aksesori handmade, hingga karya kriya dekoratif.

Belajar Lewat Pengalaman Nyata

Pelatihan ini bukan sekadar teori. Mahasiswa benar-benar menjalankan usaha kecil mereka. Mereka mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB), membuat akun bisnis di Instagram dan e-commers, menyusun portofolio digital, dan merancang video bisnis mereka sendiri.

Program ini secara khusus dirancang untuk mendorong mahasiswa belajar melalui praktik langsung. Alih-alih hanya mendengarkan teori kewirausahaan, mereka menjalankan seluruh langkah yang umumnya dilakukan pelaku usaha kreatif. Proses ini meliputi brainstorming produk, riset pasar sederhana, membuat prototipe desain, mengembangkan identitas visual brand, hingga memastikan seluruh dokumen legalitas seperti NIB dapat diperoleh dan digunakan secara benar.

Mahasiswa juga diberi ruang untuk berlatih menggunakan media sosial dan platform e-commerce secara strategis. Mereka mempelajari cara membuat konten promosi yang menarik, memahami algoritma media sosial, mengelola interaksi dengan pembeli, serta membuat laporan penjualan. Setiap fase di program ini diarahkan agar peserta mampu mengambil keputusan berdasarkan pengalaman langsung, bukan asumsi. Dengan demikian, program ini menjadi ruang eksperimen sekaligus ruang aman untuk berlatih sebelum terjun ke pasar yang sesungguhnya.

Puncaknya adalah pelaksanaan event Cenderamaya 2025, di mana mereka membuka stan, menjual produk, berinteraksi dengan pengunjung, bahkan menerima kritik dan saran langsung dari pelaku industri.

Hasilnya? Lebih dari 60% peserta berhasil menjual karya mereka. Banyak dari mereka kini masih melanjutkan usahanya, dan beberapa bahkan mendapat kesempatan magang di industri kreatif.

Awalnya aku cuma senang gambar. Tapi setelah ikut program ini, aku ngerasa bisa hidup dari karya sendiri,” ujar Fairisha, salah satu mahasiswa peserta.

Seni yang Berdaya

Program ini menarik, tak hanya menghasilkan produk seni, tapi juga membangun rasa percaya diri dan profesionalisme di kalangan mahasiswa seni. Mahasiswa bisa belajar di luar kelas, mendapatkan pengalaman nyata, dan mencatat pencapaian yang bisa diakui dalam SKS maupun portofolio kerja.

Nilai penting dari program ini tidak hanya terlihat dari produk seni yang dihasilkan, tetapi dari perubahan pola pikir mahasiswa. Banyak peserta yang awalnya tidak percaya diri mengenai potensi ekonomis karya mereka, kini mampu melihat seni sebagai alat pemberdayaan diri. Rasa percaya diri tumbuh ketika mereka melihat respon positif dari pelanggan, meningkatnya interaksi di platform digital, atau bahkan mendapatkan pesanan khusus dari pihak luar kampus.

Di sisi lain, program ini juga mendorong tumbuhnya ekosistem seni yang lebih hidup di lingkungan kampus. Cenderamaya tidak lagi sekadar ruang pameran sederhana, tetapi berkembang menjadi ajang uji kemampuan, ruang bertemu antar-pelaku kreatif, dan titik temu antara akademisi dengan dunia industri. Pada akhirnya, aktivitas kreatif ini berpotensi membangkitkan gerakan ekonomi kreatif internal kampus yang berkelanjutan, melahirkan talenta baru, dan memperluas akses mahasiswa pada berbagai peluang kolaborasi terutama di lingkungan Universitas Negeri Jakarta.

Harapan ke depannya, kegiatan ini bisa diperluas jadi model pembelajaran kewirausahaan seni di kampus-kampus lain, terutama untuk prodi seni yang ingin mahasiswa lulus dengan skill yang benar-benar bisa diterapkan.

Catatan Akhir

Kegiatan ini menunjukkan bahwa seni memiliki peran strategis dalam membangun peluang ekonomi di era industri kreatif. Mahasiswa seni tidak lagi ditempatkan hanya sebagai penghasil karya estetis, melainkan sebagai inovator yang mampu menawarkan solusi kreatif yang bernilai ekonomi. Melalui pendampingan intensif dan pendekatan berbasis praktik, program CreActive Movement membuktikan bahwa mahasiswa dapat mengoptimalkan kreativitas mereka menjadi sumber penghidupan.

Selain menghasilkan manfaat personal, program ini juga memberikan kontribusi sosial yang lebih luas. Mahasiswa yang berhasil menjalankan usaha kecilnya dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya, sehingga tercipta kultur berbagi pengalaman dan motivasi untuk terus berkarya. Lebih jauh lagi, program ini menunjukkan bahwa kegiatan pemberdayaan seperti ini memiliki potensi untuk direplikasi di berbagai kampus atau komunitas seni lainnya. Dengan demikian, seni tidak hanya sekadar ekspresi, tetapi juga instrumen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Di tengah tantangan dunia kerja dan ketatnya persaingan industri kreatif, kegiatan seperti Cenderamaya membuktikan bahwa seni bukan hanya soal ekspresi tapi juga bisa menjadi sumber penghidupan, bahkan pemberdayaan.

Karena saat kreativitas bertemu strategi, karya tak hanya bisa dinikmati, tapi juga dihargai secara ekonomi dan sosial.

Tentang Program

Program Kewirausahaan melalui event Cenderamaya merupakan bagian dari skema Pengabdian kepada Masyarakat Pemberdayaan Kewirausahaan Mahasiswa (PPM-PKM) Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Kegiatan ini melibatkan tim dosen, mahasiswa, dan alumni dalam membentuk ekosistem bisnis seni berbasis kampus.

Oleh: Tim CreActive Movement 2025, Prodi Pendidikan Seni Rupa UNJ

Dari Rumah Tradisional ke Kota Cerdas: Inovasi STEM Kit Arsitektur Nusantara Lahir dari Pacitan untuk Sekolah di Indonesia

 


PACITAN | JATIMSATUNEWS.COM : Pembelajaran sains di Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam menyiapkan generasi muda yang mampu memecahkan masalah nyata secara kritis, kreatif, dan kolaboratif. Hasil PISA 2022 menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam menerapkan pengetahuan sains pada situasi kehidupan sehari-hari masih tergolong rendah, sehingga diperlukan terobosan pembelajaran yang tidak hanya konseptual, tetapi juga kontekstual dan transdisipliner.

Di sisi lain, Indonesia sesungguhnya memiliki modal budaya yang sangat kaya, salah satunya arsitektur rumah tradisional yang mengandung prinsip sains, teknologi, rekayasa, dan matematika yang kuat, namun belum banyak dimanfaatkan sebagai konteks pembelajaran STEM di sekolah.

Menjawab tantangan tersebut, tim peneliti mengembangkan STEM Kit Arsitektur Nusantara sebagai media pembelajaran integratif yang menggabungkan sains, teknologi, rekayasa, matematika, dan budaya lokal melalui pendekatan Smart City Builder. Kit ini tidak hanya berisi model miniatur rumah tradisional bongkar-pasang yang merepresentasikan prinsip ekologi, struktur, dan adaptasi terhadap iklim, tetapi juga diperkaya dengan kartu tantangan, bank data arsitektur Nusantara dari 34 provinsi, serta mekanisme permainan berbasis proyek yang mendorong kolaborasi dan pengambilan keputusan. Revisi desain dari bahan kayu menjadi papercraft ramah lingkungan membuat kit lebih ringan, mudah dirakit, hemat biaya produksi, dan membuka peluang replikasi massal di sekolah-sekolah.

Keunikan lain dari inovasi ini terletak pada integrasi rangkaian listrik sederhana, LED, dan sensor cahaya (LDR) yang disusun dalam konteks kota cerdas. Siswa tidak hanya belajar konsep listrik dan energi, tetapi juga merancang sistem penerangan otomatis pada miniatur kota, sehingga memahami langsung keterkaitan antara sains, teknologi, dan keberlanjutan. Penambahan sistem “Smart Coin” sebagai reward system dalam permainan terbukti meningkatkan motivasi, partisipasi, dan dinamika diskusi antar kelompok, sekaligus melatih literasi ekonomi energi dan perencanaan kota berkelanjutan.

Secara empiris, STEM Kit Arsitektur Nusantara telah diujicobakan di tiga sekolah menengah di Kabupaten Pacitan dengan total 213 siswa. Hasil observasi dan tes saintifik menunjukkan peningkatan keterlibatan siswa dalam merakit, menganalisis, dan mengaitkan konsep ekosistem dengan desain bangunan tradisional. Kegiatan sosialisasi di forum MGMP Biologi se-Kabupaten Pacitan mengonfirmasi bahwa kit ini praktis, relevan dengan kurikulum, dan mudah diintegrasikan ke berbagai topik sains.

Guru memberikan umpan balik positif terkait kemudahan penggunaan, potensi penguatan literasi STEM, dan kontribusinya terhadap pelestarian budaya lokal melalui pembelajaran. Dari sisi keberlanjutan, inovasi ini tidak berhenti pada tahap prototipe. STEM Kit Arsitektur Nusantara telah memperoleh HKI dan mulai dipasarkan melalui marketplace, sehingga membuka peluang diseminasi lebih luas serta kemandirian produksi oleh kelompok mahasiswa.

Kedepan, pengembangan ke arah platform digital Smart City Builder akan memperluas jangkauan dampak, memungkinkan integrasi pembelajaran berbasis proyek, game-based learning, dan konteks budaya Nusantara dalam satu paket media yang siap diadopsi secara nasional. Dengan demikian, program hibah ini tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga menawarkan model ekosistem pembelajaran STEM berbasis kearifan lokal yang dapat direplikasi dan dikembangkan lebih lanjut di berbagai daerah di Indonesia.

Selasa, 11 November 2025

Hari Pahlawan: Mengembalikan Esensi Pendidikan Tinggi di Era Pemeringkatan

 


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Hari Pahlawan adalah momen yang tepat untuk merefleksikan peran pendidikan tinggi dalam membangun bangsa. Namun, di tengah semangat nasionalisme, kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas yang terjadi di dunia pendidikan tinggi kita. Pemeringkatan universitas telah menjadi obsesi yang merusak, menggeser fokus institusi dari tujuan utamanya: mencerdaskan bangsa dan mengatasi masalah nyata masyarakat.

Dampak paling merusak dari pemeringkatan adalah distorsi prioritas institusional. Universitas yang seharusnya fokus pada pendidikan berkualitas dan riset bermakna, malah menghabiskan sumber daya untuk konsultan ranking, akuntan yang "mengoptimalkan" data, dan administrator yang memanipulasi angka demi naik beberapa peringkat. Berapa banyak riset relevan lokal yang diabaikan karena dianggap tidak cukup "internasional"? Berapa banyak sumber daya yang dihabiskan untuk pemeringkatan yang seharusnya bisa diinvestasikan untuk laboratorium, beasiswa mahasiswa kurang mampu, atau kesejahteraan dosen?

Pertanyaan yang harus dijawab bukan "Bagaimana kita naik peringkat?" melainkan "Untuk apa universitas kita ada?" Jika jawabannya jelas - untuk mencerdaskan bangsa, mengatasi masalah nyata masyarakat, dan berkontribusi pada kemajuan kemanusiaan - maka ranking akan mengikuti dengan sendirinya, atau menjadi tidak relevan sama sekali.

Kita perlu mengubah paradigma pendidikan tinggi kita. Kita perlu fokus pada kualitas, bukan kuantitas. Kita perlu menghargai riset lokal yang relevan, bukan hanya riset internasional yang seringkali tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat kita. Kita perlu menginvestasikan sumber daya kita pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti pendidikan, riset, dan pengabdian masyarakat.

Pada Hari Pahlawan ini, mari kita berjanji untuk mengembalikan esensi pendidikan tinggi kita. Mari kita fokus pada tujuan utamanya, bukan pada pemeringkatan yang hanya membawa kita ke jalan yang salah. Mari kita jadikan universitas kita sebagai lembaga yang benar-benar mencerdaskan bangsa dan mengatasi masalah nyata masyarakat.

Oleh : dr. Farid Eka Wahyu Endarto

SMPN Gondanglegi 1 Mengadakan Kirab dalam Rangka Hari Pahlawan

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM : SMPN Gondanglegi 1 Kabupaten Malang mengadakan kirab dalam rangka memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November. Kirab ini dimulai dari Taman Makam Pahlawan Gondanglegi dan berakhir di SMK MUTU Gondanglegi.

Acara ini bertujuan untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain itu, kirab ini juga diharapkan dapat membentuk jiwa patriotisme dalam diri murid-murid SMPN 1 Gondanglegi.

Dalam acara ini, murid-murid akan menampilkan drama perjuangan yang menggambarkan bagaimana pejuang Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Kepala Sekolah SMPN 1 Gondanglegi, Bapak Moh. Sholeh Mawardi, menyatakan bahwa acara ini tidak hanya mengenang jasa pahlawan, tetapi juga mempersiapkan murid-murid untuk menjadi generasi emas Indonesia tahun 2045.

"Indonesia Cerdas, Indonesia Emas, itu yang kita harapkan," kata Bapak Moh. Sholeh Mawardi. Dengan demikian, SMPN 1 Gondanglegi berharap dapat membentuk generasi muda yang patriotis dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Spikoe Kopi Batik Nusantara, Inovasi Mahasiswa UM Angkat Citra Kopi Dampit

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Potensi kopi Dampit, Kabupaten Malang, kini semakin harum tak hanya di cangkir, tapi juga di dunia kuliner. Sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) berhasil menyulap biji kopi lokal menjadi spikoe kopi bermotif batik Nusantara — sebuah inovasi yang menggabungkan cita rasa dan budaya dalam satu sajian.

Inovasi ini lahir dari program pengabdian masyarakat yang digagas tim dosen dan mahasiswa UM di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit. Mereka memberdayakan 20 petani kopi melalui pelatihan pembuatan kue spikoe berbahan dasar kopi, lengkap dengan sentuhan motif batik yang aman dikonsumsi (food grade).

Kami ingin membantu petani melihat kopi bukan sekadar komoditas mentah, tapi bahan bernilai tinggi yang bisa diolah menjadi produk kreatif dan berdaya jual tinggi,” ujar salah satu anggota tim pengabdian.

Program ini menggunakan pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD), di mana pelatihan difokuskan pada aset lokal yang sudah ada — kopi Dampit berkualitas premium dan keterampilan dasar memasak warga. Para peserta tak hanya belajar mengolah kopi menjadi kue, tapi juga diajari strategi branding, pengemasan modern, hingga pemasaran digital.

Hasilnya, semangat para peserta patut diacungi jempol. Sebanyak 90 persen peserta berhasil membuat spikoe kopi batik secara mandiri. Bahkan, pemahaman mereka tentang potensi ekonomi kopi meningkat tajam dari 30 persen menjadi 85 persen setelah pelatihan.

Kegiatan ini membuka wawasan kami. Ternyata kopi bisa jadi makanan yang menarik dan bernilai jual tinggi,” kata salah satu peserta, ibu rumah tangga asal Amadanom.

Meski begitu, tim pengabdi menemukan satu kendala utama: belum tersedianya cold storage untuk penyimpanan bahan dan produk. Fasilitas ini sangat dibutuhkan agar produksi bisa meningkat ke skala UMKM.

Tim berharap, ke depan akan terbentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai wadah produksi dan pemasaran spikoe kopi batik secara berkelanjutan. Dengan dukungan pemerintah daerah dan pihak swasta, mereka optimistis produk ini bisa menjadi ikon baru kuliner khas Dampit.

“Integrasi antara kopi dan batik ini bukan hanya soal rasa dan estetika, tapi tentang identitas budaya dan pemberdayaan ekonomi lokal,” tutup tim pelaksana.

Melalui inovasi ini, Desa Amadanom kini punya wajah baru — bukan hanya sebagai sentra kopi, tapi juga sebagai pelopor gastro-cultural branding yang memadukan kekayaan rasa dan budaya Indonesia.

Riset dari Dosen UM ini Ungkap Beda Tantangan Supervisi Skripsi Indonesia dan Malaysia

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM : Sebuah studi komparatif terbaru yang meneliti praktik bimbingan skripsi di Indonesia dan Malaysia mengungkap perbedaan fokus yang krusial antara kedua negara. Meskipun sama-sama menganggap peran pembimbing sangat penting, tantangan utama yang dihadapi mahasiswa ternyata berbeda.

Penelitian berjudul "Exploring Supervision Practices of EFL and ESL Undergraduate Thesis Writing: A Comparative Study between Indonesia and Malaysia" oleh Dr. Suharyadi, M.Pd., Dr. Ekaning D. Laksmi, M.Pd., M.A., Nova Ariani, M.Ed., dan Umniyah Juman Rosyidah, M.Pd. menemukan bahwa faktor pembimbingan adalah elemen sentral yang memengaruhi keberhasilan penulisan skripsi di kedua negara.

Meski demikian, riset ini mengidentifikasi perbedaan signifikan dalam praktik supervisi berdasarkan konteks bahasa negara tersebut.

Dalam konteks Indonesia, sebagai negara English as a Foreign Language (EFL), tantangan terbesar terletak pada fase awal. Studi menemukan bahwa pemilihan topik memiliki faktor supervisi tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa EFL membutuhkan perhatian dan arahan lebih intensif dari pembimbing mereka saat menentukan fokus penelitian.

Temuan berbeda didapat dari konteks Malaysia, sebagai negara English as a Second Language (ESL), di mana bahasa Inggris digunakan lebih luas.

Di Malaysia, faktor penentu utama bukanlah topik, melainkan hubungan interpersonal antara dosen pembimbing dan mahasiswa.

Para peneliti menyimpulkan bahwa di konteks ESL, pembimbing perlu lebih aktif memperhatikan dan membangun relasi yang baik dengan mahasiswa bimbingannya. Hubungan yang positif ini terbukti menjadi kunci "untuk memastikan kualitas dan meningkatkan waktu penyelesaian" penulisan tesis mereka.

Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa strategi bimbingan skripsi tidak bisa disamaratakan. Institusi di Indonesia disarankan untuk memperkuat mekanisme supervisi pada tahap pemilihan topik, sementara institusi di Malaysia didorong untuk meningkatkan kualitas interaksi dan relasi antara dosen dan mahasiswa.

Studi Baru: Ketenangan Spiritual Jadi Kunci Mahasiswa EFL Cepat Selesaikan Skripsi

 


MALANG | JATIMSATUNEWS.COM : Sebuah penelitian terbaru mengungkap faktor non-akademik yang memiliki pengaruh signifikan terhadap durasi pengerjaan skripsi mahasiswa. Studi berjudul "Exploring EFL Learners’ Spiritual Levels and Efforts During the Thesis Writing" menemukan adanya hubungan positif antara tingkat spiritualitas mahasiswa EFL dengan kecepatan mereka dalam menyelesaikan tugas akhir.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Suharyadi, M.Pd., Dr. Ekaning D. Laksmi, M.Pd., M.A., Nova Ariani, M.Ed., dan Umniyah Juman Rosyidah, M.Pd. ini menunjukkan bahwa semakin tinggi level spiritualitas seorang mahasiswa, semakin cepat pula mereka merampungkan skripsinya.

Temuan kunci dari riset ini adalah bagaimana spiritualitas tersebut memengaruhi psikologis mahasiswa. Mahasiswa dengan tingkat spiritualitas yang lebih tinggi dilaporkan cenderung menjalani ibadah dengan lebih rajin selama masa pengerjaan skripsi dibandingkan dengan hari-hari biasa.

"Aktivitas ibadah yang meningkat ini berdampak langsung pada kondisi mental mereka," jelas Dr. Suharyadi, M.Pd., 

Ia juga mewakili tim peneliti menyampaikan bahwa dampak bisa dirasakan secara langsung dalam proses penyusunan skrpsi.

"Hal tersebut terbukti membuat mereka merasa lebih tenang dan rileks dalam menjalani proses skripsi yang seringkali penuh tekanan." Ujarnya

Menariknya, penelitian ini juga menyoroti peran teknologi dalam menunjang kebutuhan spiritual mahasiswa. Para responden mengaku bahwa mereka secara aktif mendapatkan informasi-informasi terkait aktivitas spiritual dari media sosial.

"Mereka mencari konten spiritual di media sosial secara khusus dengan tujuan untuk diberi kelancaran ketika mengerjakan skripsinya," tambah Dr. Suharyadi, M.Pd.

Temuan ini mengindikasikan bahwa faktor ketenangan batin dan kedekatan spiritual memegang peranan penting dalam membantu mahasiswa mengelola stres akademik, yang pada akhirnya memperlancar proses penyelesaian studi mereka.

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...