Jumat, 08 April 2022

Budaya Ramadhan 2 | Perbandingan Agama

 


A. Perbandingan Agama (Muqaranah Al-Adyan)

1. Yahudi

Yahudi adalah agama tertua di antara agama-agama Semitik (Ibrahimiah). Agama ini telah hidup hampir 4000 tahun dalam periode-periode yang ditandai oleh perubahan, baik yang evolu- sioner maupun revolusioner. Meskipun penyebar sebenarnya agama Yahudi adalah Nabi Musa AS, orang Yahudi ortodoks memandang bahwa agama mereka itu bermula dari Nabi Ibrahim AS, nenek moyang mereka. Ibrahim AS adalah Bapak Monoteisme, karena ia adalah pioner tradisi monoteistik yang diikuti oleh keturunannya dan banyak bangsa di dunia ini.

Tradisi monoteistik yang diperjuangkan Ibrahim AS dan keturunannya (Ishaq AS, Ya‟qub AS, dan seterusnya) mendapat tantangan dari kepercayaan kafir dan syirik. Suku-suku bangsa lain tetap menyembah Tuhan-Tuhan mereka sendiri. Suku-suku bangsa Kanaan mempunyai Baal-Baal; orang Mesir mempunyai Ra, Osiris, dan Amon; dan orang Aegea masih mempunyai Tuhan-Tuhan lain. Agama Israil pada masa itu dirusak oleh kepercayaan animisme, penyembahan nenek moyang, sihir, dan kepercayaan terhadap Tuhan-Tuhan antropomorfis (jelmaan).

Dalam situasi krisis sosial dan keagamaan itu, lahirlah seorang bayi Israil di Mesir yang diberi nama Musa. Bayi yang selamat dari pembunuhan yang diperintahkan oleh Fir‟aun (Ramses II, berkuasa sekitar 1279 - 1212 SM) itu kelak menjadi pemimpin besar Yahudi yang berjuang membebaskan mereka dari kekejaman Fir‟aun. Tokoh yang hidup pada abad ke-13 SM itu adalah pahlawan pembebasan dan bapak yang sebenarnya dari orang Yahudi. Bila inspirasi monoteistik asli datang dari Nabi Ibrahim AS, maka Nabi Musa AS adalah orang yang membuka, menetapkan, dan mengukuhkan pandangan hidup keagamaan itu.

Nabi Musa AS tidak hanya memimpin pembebasan Israil keluar dari perbudakan Fir‟aun dan bangsa Mesir, tetapi ia juga membawa mereka kepada perjanjian dengan Tuhan mereka, yaitu Yahweh di Gurun Sinai. Di gurun itu, ia menerima Sepuluh Perintah (Ten Commandments) dari Tuhan. Perintah pertama dan kedua menetapkan prinsip monoteisme dan menentang penyembahan berhala. Kedua perintah itu berbunyi sebagai berikut: “Janganlah ada Tuhan-Tuhan lain di hadapan-Ku” dan “Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit atas, atau yang ada di bumi bawah, atau yang ada di dalam air. Janganlah sujud menyembah kepadanya, karena Aku, Tuhanmu adalah Tuhan yang pencemburu” (Keluaran 20:3-5).

Doktrin paling esensial dan sistem kepercayaan yang dianut dan diperjuangkan Nabi Musa AS adalah monoteisme. Ia melan- jutkan tradisi monoteistik yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. Baginya, Tuhan adalah satu, tidak ada Tuhan selain Dia. Namun sepeninggal Musa AS, takhayul dan pemujaan berhala semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga penyembahan Yahweh dirusak oleh penyembahan Baal-Baal Funisia dan Kanaan, termasuk di dalamnya konsep „Uzair sebagai anak Allah. Karenanya sejak abad ke-9 SM, agama Yahudi sangat membutuhkan pembaruan keagamaan dari dalam. Fenomena sosial-keagamaan ini direkam Al-Qur‟an melalui ayat berikut ini:

 “Orang-orang Yahudi berkata: „Uzair itu putera Allah... ” (QS. al-Taubah:30).

Ringkasnya, monoteisme Yahudi adalah monoteisme tran- senden dan etis. Tuhan bukan hanya satu dan transenden, tetapi Dia berhubungan pula dengan manusia; hubungan-Nya dengan manusia adalah hubungan etis. Sayangnya, gangguan politeistik dan asosianistik (syirik) datang menerjang berulang kali sehingga menodai kemurnian doktrin tauhidnya (Noer, 2002:189-201).

2. Kristen

Secara kronologis, Kristen muncul setelah Yahudi dan sebelum Islam. Pertumbuhan Kristen dapat dipandang sebagai perkem- bangan suatu sekte Yahudi yang menjadi sebuah agama dunia. Asal- usul Kristen tidak mungkin dipahami tanpa menempatkan agama dan kebudayaan Yahudi sebagai latar belakangnya. Dapat dikatakan bahwa orang Kristen pada awalnya adalah bangsa Yahudi sepenuhnya. Namun kristen, tanpa kehilangan ciri-ciri asal Yahudinya, secara berangsur-angsur melepaskan diri dari Yahudi dan memperoleh penganut yang sebagian besar adalah orang-orang bukan bangsa Yahudi dan tersebar di luar tanah asalnya (Bell, 1968).

Istilah “Kristen” atau “Kristenitas” berasal dari kata Yunani Christos sebagai terjemahan istilah Ibrani Mesias, yang digunakan orang Yahudi untuk menunjuk penyelamat agung mereka. Kemudian istilah Mesias (yang diterjemahkan dengan “al-Masih” atau “Kristen”) digunakan untuk menyebut Yesus dari Nasaret (Isa dari Nasirah [al- Nashirah]). Karena Yesus berasal dari Nasaret Palestina, maka ia digelari Nasrani (Nashrani) dan agama yang dibawanya disebut Nasraniah atau agama Nasrani (al-Nashra-niyyah). Kristen adalah agama orang yang mengaku percaya kepada dan mengikuti Yesus Kristus (Isa al-Masih).

Agama ini berkembang dari kehidupan dan karya Yesus dari Nasaret. Yesus Kristus bukan hanya tokoh sentral dalam Kristen, tetapi juga pusat dari keseluruhan bangunannya. Ia memilih 12 (dua belas) murid, yang kemudian disebut sebagai “al-Hawariyyun”, untuk menjalankan tugas dakwahnya. Yesus menjadi terkenal karena mukjizat, kefasihan dalam menyampaikan ajaran, dan keakrabannya dengan rakyat jelata. Namun di pihak lain, timbul rasa permusuhan dari beberapa kalangan umat Yahudi dan kecurigaan dari rezim Romawi, yang berujung pada tragedi penyaliban Yesus di pinggiran kota Yerussalem.

Terkait dengan peristiwa penyaliban ini, Islam menyangkal bahwa Yesus (baca: Isa) telah meninggal di tiang salib. Menurut Al-

Qur‟an, murid Yesus yang berkhianat, Yudas, itulah yang disalib setelah wajahnya diserupakan oleh Allah dengan wajah gurunya.

 “Mereka mengatakan: Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, „Isa putera Maryam, Rasul Allah. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya. Tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan „Isa. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) „Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu „Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat „Isa ke sisi-Nya. Sungguh Allah Maha Perkasa laga Maha Bijaksana ” (Q.S. al- Nisa’:157-158).

Yesus, sebagaimana Nabi Musa AS, meneruskan ajaran monoteisme murni. Ketika seorang ahli Taurat datang kepada Yesus untuk menanyakan hukum yang paling utama, ia menjawab, “Hukum yang paling utama adalah: Dengarlah, wahai orang Israil, Tuhan itu adalah Tuhan kita, Tuhan Yang Esa” (Mar-kus:12:29). Kalimat ini sama bunyinya dengan kalimat “Syema” (Syahadat) Yahudi, yang diucapkan oleh Nabi Musa AS kepada bangsa Israil (Ulangan 6:4).

Kristen memang agama monoteistik, tetapi konsep keesaan Tuhan tidak begitu ditekankan oleh Kristen, seperti dua agama Semitik lainnya. Karena itu, konsep tentang keesaan Tuhan bukan unsur dominan dalam Kristen. Kristen lebih mementingkan doktrin Trinitas daripada ajaran tauhid. Tuhan menginkarnasi sebagai manusia dan menebus dunia. Tuhan turun dalam suatu entitas (wujud) untuk menertibkan kembali keseimbangan dunia yang terganggu.

Dalam konteks ini perlu dicatat, otoritas gereja sendiri masih menghadapi pertentangan-pertentangan intern teologis, khususnya terkait dengan pribadi Kristus. Persoalan tersebut dapat dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapakah Yesus Kristus sesungguhnya? Apakah ia manusia atau Tuhan? Apakah ia manusia dan Tuhan sekaligus? Atau, apakah ia manusia yang hampir sederajat dengan Tuhan? Dan, meskipun mempunyai derajat yang mulia dan melebihi manusia-manusia lain, apakah ia manusia biasa yang diciptakan Tuhan seperti manusia-manusia biasa lain?

Secara tegas, Al-Qur‟an menyatakan kesesatan teologi Trinitas Kristen ini lewat ayat berikut:

 “Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan: Bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa” (Q.S. al-Maidah:73).

3. Islam, Agama Lama yang Baru

Meskipun Islam dibawa Muhammad SAW sebagai nabi terakhir atau “Penutup Nabi-Nabi” (Khatam al-Nabiyyin), agama ini tidak memandang dirinya sebagai agama baru, tetapi sebagai agama tertua. Memang jika dilihat dari perjalanan sejarah agama-agama Semitik atau Ibrahimiah, Islam adalah agama baru. Namun, bila dilihat dari esensi pesan semua nabi (tauhid yang diwahyukan Tuhan kepada mereka), maka Islam adalah agama tertua yang telah ada sejak Nabi Adam AS. Islam mengidentikkan dirinya dengan agama primordial (al-din al-hanif = agama yang benar), yaitu agama Ibrahim dan keturunannya, dan semua nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa- bangsa Semitik, termasuk orang Ibrani dan orang Arab.

Islam memandang Yahudi dan Kristen bukan sebagai “agama- agama lain”, tetapi sebagai dirinya sendiri sejauh bersumber dari wahyu-wahyu Allah SWT kepada nabi-nabi kedua agama itu. Identisikasi diri seperti ini bukan berarti Islam tidak kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan dari jalan lurus kehendak Ilahi. Karena itu, meskipun mengidentikkan dirinya dengan Yahudi dan Kristen, Islam menyalahkan dan mengoreksi manifestasi-mani-festasi historis dari keduanya (al-Faruqi, 1986).

Islam mengakui Tuhan Yahudi dan Kristen sebagai Tuhannya sendiri dan mengakui nabi-nabi kedua agama ini sebagai nabi- nabinya sendiri. Islam mengakui bahwa orang-orang Yahudi dan Kristen mempunyai komunitas-komunitas agama yang memiliki kitab-kitab suci yang diwahyukan dan menyebut mereka Ahli Kitab (Ahl al-Kitab). Islam menekankan kembali ide-ide Yahudi dan Kristen tentang keabadian pribadi (immortalitas personal), kebangkitan jasad, hari pengadilan, dan kekekalan balasan baik di surga maupun di neraka. Islam memandang Yerussalem, tempat suci kedua agama ini, sebagai tempat sucinya sendiri. Namun, Islam

mendirikan institusi baru, yaitu shalat lima kali sehari, kewajiban berzakat, dan pembacaan harian kitab suci Al-Qur‟an.

Secara teologis, Islam lebih dekat dengan Yahudi daripada dengan Kristen. Sebagaimana Yahudi, Islam sangat menekankan keesaan Tuhan dan hubungan langsung manusia dengan Tuhan. Menurut Stephen M. Wylen, seorang rabi (sarjana dan guru agama Yahudi) di Amerika Serikat, orang Yahudi mengakui bahwa ide Islam tentang Tuhan yang Esa tidak berbeda secara esensial dengan ide Yahudi tentang Tuhan. Namun ide Kristen tentang Tuhan yang Tritunggal (baca: Trinitas) sulit dipahami orang Yahudi dan penganut Islam. Orang Yahudi memandang bahwa monoteisme Islam tidak berbeda secara esensial dengan monoteisme Yahudi, tetapi mereka menolak monoteisme Kristen.

Kemodernan Islam akan tampak jika dibandingkan dengan penekanan Yahudi dan Kristen pada konsep Tuhan dan manusia. Yahudi memberikan penekanan pada konsep bahwa Tuhan adalah “Sumber Hukum” dan Hakim bangsa-Nya, sementara manusia lebih dipandang sebagai kolektivitas dan masyarakat sebagai individu- individu. Sesuai dengan penekanan ini, Yahudi memberikan penekanan pada aspek kemasyarakatan, hukum, dan keadilan. Kristen memberikan penekanan pada konsep bahwa Tuhan adalah “Sumber Kasih” yang mencintai hamba dan putera-Nya. Kristen memang mulai muncul sebagai agama mistis individual yang sangat kuat. Sesuai dengan penekanan ini, Kristen memberikan penekanan pada aspek spiritual, kebaktian, dan kecintaan dari individu-individu. Singkatnya, Yahudi memberikan penekanan pada aspek “eksoteris” (lahiriah), sedangkan Kristen memberikan penekanan pada aspek “esoteris” (batiniah).

Islam memadukan kedua sikap ini ke dalam suatu keutuhan sintesis yang tunggal. Tuhan, menurut Islam, adalah Maha Kuasa, Sang Penghukum, Hakim Yang Adil (seperti Tuhan orang-orang Yahudi), dan sekaligus Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan Maha Pemaaf (seperti Tuhan orang-orang Kristen). Islam menekankan kesatuan dan keharmonisan antara kehidupan sosial dan kehidupan individual, antara eksoterisme (lahiriah) dan esoterisme (batiniah). Dengan demikian, Islam memulihkan kembali keseimbangan sempurna antara eksoterisme dan esoterisme yang dimiliki oleh monoteisme murni yang diwahyukan kepada Nabi Ibrahim AS (Bleeker, 1985).



 

Daftar Pustaka

Al-Faruqi,  Ismail  R.  Dan  Lois  Lamya‟  al-Faruqi.  1986.  The  Cultural Atlas of Islam. New York & London: Macmillan.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1996. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan, diterjemahkan dari Haqiqah al-Tauhid. Surabaya: Pustaka Progressif.

Allouche, Adel. 1987. “Arabian Religions,” The Encyclopedia of Religion, XVI. New York & London: Macmillan.

Bell, Richard. 1968. The Origins of Islam in its Christian Environment. London: Frank Cass & Co. Ltd.

Bleeker, C.J. 1985. Pertemuan Agama-Agama Dunia, terj. Barus Siregar. Bandung: Sumur Bandung.

Madjid, Nurcholish. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina, 1997.

Noer, Kautsar Azhari. 2002. “Tradisi Monoteis,” Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

Sunarso, Ali. 2009. Islam Praparadigma, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Senin, 04 April 2022

Budaya Ramadhan 1 | Ke-Otentikan Islam

 


A. Karakteristik Akidah Islam

Agama Islam, sebagai sistem ajaran yang sempurna (al-din al- kamil), memiliki sederet keunggulan dan kekhasan, antara lain:

1. Agama Fitrah

Agama Islam diturunkan oleh Allah untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia. Siapa pun yang mengamalkan Islam dengan penuh ketaatan, kepasrahan dan ketulusan, niscaya akan mene- mukan kedamaian dan memperoleh kemuliaan. Tidak sedikit pun ajaran Islam yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanu-siaan. Tidak pula membebani dan memberatkan manusia. Bahkan jika diperhatikan, semua hukum yang disyariatkan oleh Allah justru menopang fitrah dan kebutuhan dasar manusia.

Hal itu dibuktikan dengan substansi maqasid al-syari’ah yang bertujuan untuk menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengamalkan ajaran-Nya demi kesejahteraan manusia itu sendiri agar hidup bahagia di dunia dan di akhirat, bukan sebaliknya untuk memberi beban berat.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. al-Baqarah:286).


2. Berifat Universal

Perjumpaan ajaran Islam dengan tradisi dan budaya sekitarnya, tidaklah dilakukan dengan cara konfrontasi melainkan dengan jalan akomodasi kreatif. Pengetahuan yang dikembangkan dalam ajaran Islam pun merupakan serapan dari warisan intelektual peradaban sebelumnya. Kemudian peradaban itu disajikan kembali menjadi warisan dunia yang memberi manfaat bagi seluruh umat manusia.

Universalitas ajaran Islam telah dinyatakan oleh Allah SWT di dalam Q.S. al-Anbiya‟:107.

“Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.”

3. Melanjutkan Tradisi Tauhid

Tauhid merupakan urat nadi dan tujuan utama agama Islam. Dengan tauhid, manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagaimana doa yang tertuang dalam Q.S. al-Baqarah:201.

“Di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Konsep Islam sebagai agama tauhid merupakan mata rantai ajaran sepanjang sejarah manusia dari para nabi dan rasul. Mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Daud, Musa, dan Isa sampai Muhammad SAW, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Q.S. al- Anbiya‟:25.

4. Menyempurnakan Agama yang Terdahulu

Sebelum Islam datang, telah ada banyak agama di dunia ini, baik agama yang masuk katagori samawi (agama langit) maupun ardhi (agama bumi). Di antara agama-agama itu adalah agama bangsa Kildean (Mesopotamia), agama bangsa Mesir, Hindu dan Budha (India), Zoroaster atau Majusi (Persia Iran), Tao atau Kong Hu Chu (Tiongkok), Shinto (Jepang), Nasrani (Palestina), dan Yahudi (Israel). Namun agama-agama tersebut memiliki berbagai keterbatasan.

Pertama, agama-agama sebelum Islam hanya diperuntukkan bagi umat tertentu. Misalnya, agama Yahudi dan Nasrani hanya diperuntukkan bagi Bani Israil seperti dinyatakan dalam Mathius

15:24, “Maka jawab Yesus. Katanya: Tiadalah aku disuruh kepada yang lain, hanya kepada segala domba yang sesat di antara Bani Israil”. Sedangkan Islam mempunyai visi universal sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Anbiya‟:107.

Kedua, ajaran-ajaran Tuhan yang terdapat dalam agama sebelum Islam sudah dipalsukan oleh para tokoh pemuka agama- agama itu. Misalnya, Taurat (Perjanjian Lama) dan Injil (Perjanjian Baru), saat ini tidak ada yang asli. Bahkan seandainya isi Injil Lukas, Mathius, Markus, Yohanes, dan Paulus dibandingkan, maka akan ditemukan perbedaan yang prinsipil. Sedangkan agama Islam tidak akan pernah dipalsukan, karena al-Qur‟an sebagai sumber ajaran dijamin otentisitasnya oleh Allah SWT.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. al-Hijr:9)

5. Mendorong Kemajuan

Kemajuan peradaban manusia akan terwujud apabila manusia mampu memanfaatkan potensi akalnya dengan baik. Misi tauhid adalah membebaskan manusia dari penjara mitos, tahayul, dan penghambaan kepada ciptaan Allah yang hakikatnya lebih rendah martabatnya. Alam dengan segala isinya diciptakan untuk diman- faatkan, bukan untuk disakralkan. Ini merupakan paradigma yang sangat revolusioner dalam sejarah umat manusia.

Banyak sekali ayat al-Qur‟an yang menantang manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Islam mengajarkan bahwa hukum- hukum Allah (sunnatullah) dalam kehidupan ini ada dua macam, yaitu yang tertulis (qauliyah) dan yang tidak tertulis (kauniyah). Sunnah qauliyah adalah hukum yang diwahyukan kepada para nabi. Sedangkan sunnah kauniyah ialah ketentuan yang tidak diwah- yukan, seperti suhu udara, tata surya, panas matahari, iklim, derajat panas air, hukum titik cair baja, gravitasi, dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan agar manusia melakukan penelitian dan memikirkan betapa dahsyat ciptaan-Nya.

“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman" (Q.S. Yunus:101).


Manusia dalam pandangan Islam merupakan makhluk merdeka dan bebas menentukan kehidupannya. Allah telah menganugerahkan potensi kebaikan dan kejelekan dalam diri manusia. Semua perbuatannya di dunia akan dipertanggungjawabkan sendiri secara individual di hadapan-nya. Ini berarti bahwa kebebasan yang dimaksud bukan “kebebasan absolut” sebagaimana dipahami oleh aliran Qadariyah (free will), dan bukan pula “kebebasan nihil” seperti dipahami sekte Jabbariyah (fatalism). Islam hadir dengan “wajah tengah” di antara dua aliran tersebut. “Kebebasan ber-imbang” yang nantinya memunculkan potensi kreatif (creative force) dalam diri manusia itulah yang dikehendaki oleh al-Qur‟an.

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan diri mereka sendiri” (Q.S. al-Ra’d:11).

Sebagai bukti konkrit, Islam mendorong kemajuan adalah bahwa syariat tidak mengatur secara rinci (tafsili) hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia. Asalkan tidak melanggar tuntunan   syara‟,   Islam   mendukungnya.   Ayat-ayat   al-Qur‟an   yang berkenaan dengan persoalan muamalah hanya memberikan ketentuan secara garis besar (ijmali) karena memang kehidupan terus berkembang secara dinamis.

Minggu, 03 April 2022

Hanya Durasi 32 Jam BKR UM 2022 Berhasil Siapkan 71 Relawan

Anggota BKR dengan BPBD Kab. Malang

Badan Koordinasi Relawan Universitas Negeri Malang (BKR UM) 2022, yang merupakan relawan yang bergerak pada penanggulangan bencana kembali mengadakan kegiatan guna meningkatkan kapasitas relawan. Kegiatan ini berupa Pendidikan dan pelatihan bagi internal pengurus BKR UM 2022 dengan tema “Membentuk Insan Cepat Tangap, Berintelektual Serta Berjiwa Kemanusiaan”. Ini merupakan kegiatan kali pertama BKR UM dalam rangka peningkatan kapasitas relawan.

Apel dan Pembukaan

Dalam keanggotaannya Badan Koordinasi Relawan Universitas Negeri Malang (BKR UM) 2022 terdiri dari 71 relawan/ mahasisswa yang tersebar disemua fakultas pada jenjang S1 dengan komposisi relawan berjenis kelamin perempuan lebih mendominasi dibandingkan dengan laki-laki.

Kegiatan ini dibuka pada sabtu, 02 April 2022 pukul 07:00 WIB dengan melibatkan 37 relawan yang terdiri dari mahasiswa yang mengikuti pelatihan secara offline di SMK AL ISLAHIYAH dan sisanya mengikuti pelatihan secara sinkron melalui platform zoom teleconferce dan channel youtube.

Diawali dengan pembukaan yang terdiri dari registrasi, apel pengarahan, dan orientasi diklat. Semua peserta terlihat antusias mengikuti baik yang offline maupun yang online, terbukti saat registrasi peserta tempat waktu dan membawa perlengkapan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh panitia, begitu pula dengan yang berada di zoom juga mengikuti acara dengan seksama.

Materi pertama yang dimulai adalah Kerelawanan Indonesia, yang dibawakan oleh Bapak Muhammad Amru Khoirus Soni selaku Relawan PW LPBI NU JATIM. Dalam materinya membahas berbagai hal, diantaranya yang paling krusial adalah pengertian, tugas relawan, hak dan kewajiban relawan serta peluang dan ancaman menjadi relawan. Disisi lain juga terdapat sesi diskusi atau pertanyaan yang membahas mengenai relawan yang berada dikampus.

Materi Kerelawanan Indonesia

Materi kedua mengenai Managemen Kebencanaan yang diisi oleh M. Syaiful Kurniawan sebagai purna Sektertaris PC LPBI NU Kabupaten Malang, dalam sesi ini peserta diklat dibagi menjadi berbagai kelompok sesuai okupasinya, mulai dari divisi Humas dan Data Informasi (Humdatin), Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalop), Giat Operasional (Giatops), Riset dan Pengembangan (Rispen), Sarana dan Prasarana (Sarpras), Logistik, hingga divisi kesehatan. Semua dituntut untuk memahami tugasnya masing-masih serta dirumuskan menjadi program kerja yang akan dilakukan dalam satu periode mendatang.

Materi Managemen Bencana

Menginjak pada materi yang sedikit menguras tenaga dan pikiran, yaitu materi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana yang disampaikan oleh Bapak Isa Anshori dari BPBD Kabupaten Malang. Materi yang dibahas kali ini cukup detail, terdapat 32 slide yang dipaparkan yang dirangkum dari peraturan, mulai dari peraturan pusat, permendagri, hingga peratuaran daerah dan relawan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB).

Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana

Selain ketiga materi diatas, pada hari kedua juga dilakukan berbagai forum diskusi diantaranya perumusan AD/ART, Penyusunan Prosedur Fundraising Donasi, Simposium Proker,Open Forum Hingga Rencana Tindak Lanjut. 

Sesi Diskusi

Hingga berita ini disampaikan, acara berjalan dengan lancar tanpa ada problem apapun, tentunya harapan tinggi untuk bisa memenuhi indikator dan tujuan kegiatan Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) ini dilakukan, serta mendapatkan perhatian mengenai keberadaan BKR UM ini didalam kampus oleh pemangku kebijakan di kampus, karena bagaimanapun UKM yang baru ini harus tetap sinkron dibawah naungan Universitas Negeri Malang.

Forum FGD Malam

Makan Bersama


Grand Launching Asrama Brightscholarship, Sebagai Bentuk Kontribusi YBM BRILiaN untuk Mensukseskan Pendidikan di Indonesia.

 


Malang. YBM (Yayasan Baitul Maal) BRILiaN SBO (Special Branch Office) Malang sukses menggelar grand launching asrama brightscholarship batch 6 Universitas Negeri Malang (UM) – Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang secara luring dengan menerapka ptotokol kesehatan covid-19 yang ketat pada Kamis (31/03) di halaman asrama yang beralamatkan di jalan Sawo No. 7 Kelurahan Klojen Kota Malang. Acara ini dihadiri oleh CEO Regional Office BRI Malang, Mohammad Suratin, Wiwid Nurachmawati, S.P., selaku perwakilan dari UM, Ketua Pengurus YBM BRILian SBO Malang dan jajarannya, mentor dan kepala asrama, para awardee brightscholarship serta para tamu undangan lain.

Dalam sambutannya Mohammad Suratin menyampaikan bahwa YBM BRILiaN merupakan salah satu lembaga unggulan di BRI karena memiliki banyak kelebihan. "Yayasan Baitul Maal BRILiaN merupakan lembaga filantropi islam pengelola dana Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf yang dilaksanakan secara profesional sesuai aturan dan ketentuan dalam syariat islam. YBM BRILiaN berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan mobilitas vertikal keluarga dhuafa melalui serangkaian program pendidikan inklusif, pemberdayaan ekonomi, serta program sosial kemanusiaan, sehingga terwujud masyarakat berdaya. Salah satunya yakni dengan beasiswa Bright atau Bright Scholarship untuk Perguruan Tinggi. Secara umum program Bright punya tujuan besar yakni, membentuk generasi intelektual muda yang memiliki jiwa kepemimpinan dan berkarakter ,berdaya saing dan menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari hari,” ujarnya.



“Para Awardee Bright Scholarship Selain mendapat bantuan pembiayaan pendidikan (UKT), living cost dan fasilitas asrama Selama 3 tahun yang pagi ini akan kita resmikan, mereka juga mendapatkan pembinaan secara intensif baik dari mentor maupun praktisi serta professional. Kelebihan lain adalah para awardee juga mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan networking bersama alumni serta ikut langsung dalam melakukan pengabdian bersama masyarakat, hal ini selaras dengan visi besar YBM BRILian yakni MEMBERI MAKNA INDONESIA,” lanjut Suratin.



Acara yang digelar secara meriah ini diawali dengan pembukaan, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Zakat YBM BRILiaN, pemberian paket pendidikan kepada anak yatim yang ada di sekitar lingkungan asrama, dan dilanjut acara inti, yakni pemotongan pita, tumpeng dan tanda tangan plakat peresmian serta dormitory tour oleh semua tamu undangan yang dipandu oleh mentor dan kepala asrama. Selain itu, acara juga semakin lengkap dengan adanya tausiah tentang bagaimana adab seorang pencari ilmu yang disampaikan oleh Dr. Luthfi Hakim, M.Pd., dan penampilan tari dari perwakilan awardee. 



Terakhir, Bapak Suratin menyampaikan harapannya agar asrama dan program brightscholarship bisa memberikan banyak manfaat. “Semoga asrama dan program bright scholarship yang kita resmikan hari ini tidak hanya bermanfaat bagi awardee saja, tapi juga memberikan manfaat bagi warga sekitar asrama brightscholarship batch 6 UM-UIN khususnya dan warga Malang pada umumnya,” pungkasnya.


Pewarta : Luthfi Maulida Rochmah – Kepala Asrama Brightscholarship UM-UIN 

Sabtu, 02 April 2022

Menuju Ramadhan : 6 | Punggahan, Padusan, Megengan

Prosesi Ilustrasi Adat Punggahan/ Padusan/ Megengan

Umat islam memiliki salah satu bulan yang begitu diistimewakan, selain keistimewaan yang datang dari bulan itu sendiri, tuhan atau allah swt melalui rosulnya menegaskan bahwa salah satu bulan itu terdapat ribuan atau bahkan tak terhitung jika dikalkulasi mengenai keistimewaannya, yaitu bulan Ramadhan. Bulan yang berada diantara bulan mulia pula yaitu bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan hingga Syawal. Semua bulan itu merupakan bulan yang istimewa bagi seluruh umat pemeluk agama islam.

Tentunya, dalam analogi jika kita akan didatangi sesuatu yang istimewa bagi kita, kita menyiapkan hal yang istimewa pula, mulai dari penyambutan, menjamu hingga mengantarkan pulang. Begitu pula dengan bulan Ramadhan, berbagai usaha dilakukan dalam rangka menyambut, menjamu dan mengantarkan pulang bulan yang istimewa tersebut. Ada banyak cara dan metode yang berbeda yang dilakukan oleh umat pemeluk agama, perbedaan itu disebabkan karena lintas generasi hingga lintas tradisi sesuai dengan adat dan kepercayaan serta etika yang mereka terapkan.

Indonesia salah satunya, ada banyak jalan tempuh yang diterapkan dalam menyambut hingga mengantarkan pulang bulan yang istimewa ini. Perbedaan itu berhasil dihimpun dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Semuanya unik dan memiliki tujuan yang sama, namun beragam filosofi, hal ini yang kemudian menjadi alasan agar semua orang tahu dan dapat memperluas wawasan kita, sehingga tidak sempit wawasan dalam menyimpulkan dan tidak mudah menjustmen seseorang yang konotasinya negatif. Istilah itu kemudian kita mencoba kami ulas filosofinya, kami ulas sebagai berikut :

Punggahan, ini merupakan istilah yang sering dipakai masyarakat malang sebelah selatan dalam melakukan kegiatan berupa syukuran atas nikmat tuhan yang tetap memberika usia hingga bulan suci Ramadhan. Punggahan secara leterlijk mengarahkan arti untuk terus ‘munggah’ atau melakukan peningkatan, utamanya dalam menyambut bulan suci ramdhan. Umumnya kegiatan dilakukan oleh masyarakat berupa kirim do’a kepada para leluhur atau ahli kubur keluarganya dan ditutup dengan kegiatan tukar-menukar hasil bumi, sebagai symbol saling merasakan nikmat yang diterima oleh sesame saudara sesuai dengan kadarnya.

Padusan, istilah ini saya terima berasal dari warga sekitar mojokerto yang memiliki, filosofi menyucikan. Hal ini bisa dilakukan kegiatan berupa mandi dengan niat menyucikan batin, ada juga yang sengaja mandi dilaut atau disalah satu pusat sumber mata air, sebagai bentuk rasa hormat dan menyambut bulan suci Ramadhan haruslah dengan keadaan yang suci pula.

Megengan, ini berasalah dari wilayah jogja dan sekitarnya, secara spesifik filosofi dan bentuk kegiatan dari acara ini saya kurang memahami, hanya tahu mengenai istilahnya saja. Namun saya yakin, bila kegiatan itu adalah upaya yang baik dan benar dalam menyambut bulan suci Ramadhan dengan diakulturasikan dengan budaya, etika dan adat setempat.

Keberagamaan istilah itu adalah bukti kekayaan wawasan dan keluasan ilmu para ulama’ yaitu para wali yang bisa membijaksanai dalam mengambil tindakan bagi warga yang sedah diislamkan, tidak datang dengan paksaan atau kekerasan merupakan prinsip utama munculnya ajaran atau kebiasaan ini. Itulah filosofi sebagian diantara banyak istilah yang ada di nusantara ini, cukuplah menjadi orang baik tanpa memikirkan dasar bila itu sudah pasti dinilai baik dan benar.


Wallahu a’lam bisshawab.

Jumat, 01 April 2022

Menuju Ramadhan : 5 | Hirarki Cinta


Membicarakan cinta memang tidak ada ujungnya, kadang dari sisi mana cinta ini tumbuh dan mengapa cinta itu bisa berubah arah terkadang menjadi misteri bagi setiap insan yang pernah merasakannya. Tentunya berbeda, antara sayang dan cinta tak hanya segi redaksi namun juga hakikat dan falsafahnya memang berbeda, nyatanya Allah swt lebih menyebutkan cinta daripada kata sayang diberbagai kalamnya.

Karena pada cinta bisa ditaruh kepada apa saja semau kita, bisa kepada benda mati, sesama manusia atau makhluk lain. Pada artikel ini kita akan membahas hal yang telah didiskusikan berdasarkan akal sementara yang telah kita miliki, kita mencoba menggali hakikat cinta apakah valid sesuai apa yang dikatakan para pujangga atau malah lebih tepa tapa yang telah di nasehatkan oleh para sufi mengenai hakikat cinta.

Untuk itu, pada kesempatan ini akan diadaka diskusi yang bermuara dari alur munculnya cinta dan dibahas secara fisik yang diterjemahkan leterlijk, namun menurut saya itu hal yang menarik dan dapat mengalanogikan terjemah cinta secaranya meskipun dari berbagai kalangan masyarakat dapat memahaminya. Selanjutnya, mengenai alur munculnya cinta secara fisik akan dibahas pada literasi bibawah ini.

Pertama, apakah cinta itu buta? Sebelum menjawab itu, kita perlu tahu konteks kata buta yang akan dibahas pada terjemah ini seperti apa, apakah konteks kebutaan yang diartikan secara leterlijk tentang kelainan mata, atau kebutaan dalam hati dan pikiran. Namun jika cinta itu diartikan buta dalam arti leterlijk kelainan pada mata itu merupakan salah besar dan fatal dalam memahami konteks cinta, karena cinta itu tidak tumbuh atau berasal dari mata manusia, bukan “cinta dari mata turun kehati” namun “dari hati menggerakkan mata”, karena bila hanya cinta dimiliki oleh yang memiliki mata bagaimana, makhluk yang diciptakan tanpa memiliki mata, atau secara lengkapnya, seperti ini.

Jika cinta itu syaratnya adalah mata, bagaimana orang yang buta. Dia tidak akan bisa melihat segala sesuatu sehingga dia akan menjadi manusia yang tak memiliki rasa cinta, namun nyatanya tidak. Banyak orang yang buta yang memiliki sifat cinta dan kasih sayang, begitu sebaliknya orang yang memiliki mata namun gila akalnya akan berbuat ‘kerusakan’ yang semua itu bertentangan dari rasa cinta.

Kedua, bila cinta itu mensyaratkan mata sebagai alatnya. Bagaimana manusia dapat mencintai rosulullah saw, banyak manusia yang tidak melihat rosululah bahkan tidak hidup pada zamannya, bisa mencintai bahkan rindu dengan. Sehingga teori mengenai cinta dari mata turun kehati itu jelas tidak bisa dijadikan acuan.

Naik kepada level yang lebih tinggi lagi, apakah mencintai sang Khaliq memerlukan mata, bagaimaa dengan hambanya yang tidak pernah menjumpainya. Cinta tidak melulu tantang mata, Allah swt sangat mudah untuk memberika rasa cinta itu melalui hati dan nurani. Itulah filosofi secara sederhana untuk bisa dicerna, semoga ini menjadi reminder kita dalam berupaya menggapai cinta yang sesungguhnya, karena cinta yang sesungguhnaya akan menghantarka kita pada sesuatu yang baik.


Wallahu a’alam bisshawab

Kamis, 31 Maret 2022

Dosen UM Kawal Bencana Banjir Batu Hingga Perda No. 7 Tahun 2011 Melalui BEM UM

Pemaparan Materi Oleh Ibu Heni Masruroh, S.Pd, M.Sc

Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Universitas Negeri Malang Mengadakan Kegiatan Diskusi Umum Lingkar Studi Lingkungan dengan tema “Penyelarasan Kebijakan dan Realitas Rancangan Tata Ruang Wilayah di Kota Batu” Oleh Kementerian Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Malang 2022 Oleh Dirjen Lingkungan Hidup periode 2022. “Kegiatan ini merupakan program kerja dari BEM UM Periode 2022” Tutur Rendi Siswandi selaku Ketua Pelaksana.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengambil peran mahasiswa sebagai akdemisi untuk memecahkan problem yang telah terjadi. Pada 4 November 2021 lalu terjadi bencana banjir bandang kota batu yang menelan kerugian sebanyak 124 Keluarga, 6 Penyintas Selamat, 7 korban meninggal dunia, 75 Rumah Rusak/ Hilang, 57 Kendaraan Rusak/ Hilang, 128 Hewan Ternak, Hingga 8 Lahan terdampak ter-update 14 November 2021. Setidaknya, bencana ini cukup serius mengenai dampaknya. 

Delegasi Badan Koordinasi Relawan (BKR) UM Ikut Berdiskusi

Kegiatan yang dimulai pada pukul 13.00 WIB hingga 17.00 WIB pada Kamis, 31 Maret 2022 di Gedung Aula Ava  Gedung D14 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang ini berjalan dengan lancar, kegiatan dimulai sesi diskusi dan dilanjutkan dengan pertanyaan. Sebagai pemateri Heni Masruroh, S.Pd, M.Sc  Dosen Geografi Universitas Negeri Malang, Pradipta Indra Ariono WALHI JATIM, Talbyahya Herdy Putra Malang Corruption Watch, pada kesempatan tadi Ibu Heni menyampaikan mengenai Kondisi Geografi. Alumni S2 Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada ini juga sedang melakukan riset yang berjudul "Optimalisasi Mitigasi Bencana Bagi Masyarakat Menuju Desa Tangguh Bencana Di Desa Taji Kecamatan Jabung Kabupaten Malang" hal ini sangat relevan menghadirkan beliau sebagai pemantik sekaligus pembicara dalam diskusi ini. Mas Indra berbicara mengenai regulasi pemerintah dan politik, begitu pula dengan pemateri ketiga. Terbukti dari ketiga pemateri yang sangat konsen pada bidangnya dan sejalan dengan program yang dilaksanakan.

Para Pemateri

Kegiatan ini digadang dan dipelopori oleh muculnya fenomena akan direvisinya Perda No. 7 Tahun 2011 Kota Batu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu, yang dinilai akan merusak lingkungan. Namun sayang diskusi yang diadakan tadi seperti kurang merujuk pada tujuan dalam penyelesaian masalah yang ada, terlepas dari pemateri yang dihadirkan. Pemateri yang dihadirkan sangatlah bagus, namun mungkin panitia kurang maksimal dalam mengonsep, TOR atau kurikulum materi yang dirancang atau arah diskusi yang kurang spesifik.

Suasana Diskusi

Harusnya, jika diskusi difokuskan untuk menyelesaikan masalah, dalam hal ini agar tidak ada revisi mengenai perda, seharusnya dari awal acara dibuka dengan menghadirkan fakta yang ada, kemudian disusul solusi paling tepat, lalu barulah dimunculkan mengenai kehadiran rencana revisi perda tersebut yang dirasa bertolak belakang dari solusi yang paling tepat atau malah merugian. Baru dari sini setiap stakeholder yang diundang bisa memberikan pandangan umum, masukan atau solusi bahkan diskusi hangat, dari sini mungkin diskusi akan mengalir, dan tidak seperti tadi yang hanya diisi pemaparan. Kita sendiri sebagai mahasiswa tentunya paling ‘banter’ dan trend-nya hanya ‘diskusi’, maka itu harus kita ubah. Terobosan atau kegiatan seperti tadi harusnya memiliki keberlanjutan yang jelas, misalkan hasil diskusi tadi benar-benar direkap dan dikawal oleh pihak yang memiliki wewenang, atau bahkan saat diskusi bisa menghadirkan pejabat terkait untuk bisa memfasilitasi dan memberikan tindak lanjut, agar tidak berhenti sampai diskusi.

Atau, dengan yang lebih elegan, BEM membuat artikel ilmiah yang bisa dipublikasian melalui seminar nasional yang diadakan oleh pemerintah/ pemerhati masalah yang ada, misalkan BRIN, DLH, atau pihak yang lainnya, dari sini kegiatan serupa akan menghasilkan output yang real dan nyata.

Itulah saran yang bisa saya berikan, mohon maaf, saya menyadari ada pepatah mengatakan “mengevaluasi itu lebih mudah” namun dengan seperti ini, kita semua bisa melakukan perbaikan dan bisa meningkatkan kualitas diri bahkan dapat memberikan nama baik almamater kita, dan tak hanya itu saya siap mengambil peran sebagai konsekuensi saya atas masukan yang telah saya usulkan, tinggal nanti didiskusikan lebih lanjut. Karena sebagai salah satu pengurus Badan Koordinasi Relawan UM kami merasa harus ada tindakan yang nyata disetiap isu yang sedang beredar, isu bukan hanya untuk mengangkat eksistensi suatu organisasi saja, melainkan untuk diselesaikan dan saling mengambil peran. Mahasiswa harus bisa dan pandai untuk menganalisis terkait mengambil peran dan menjalin kemitraan stakeholder yang tepat dan benar untuk setiap penyelesaian masalah.

Partisipan Kegiatan


Terimakasih kawan-kawan mahasiswa

Terimakasih kawan-kawan UM

Salam Tangguh

Salam Lestari

Mohon Maaf



Kegiatan Dihadiri Oleh:

 

1. Ketua Badan Koordinasi Relawan (BKR)

2. Ketua UKM Bhumi

3. Ketua UKM Gempita 

4. Ketua UKM Gerakan Pramuka

5. Ketua UKM GERMAN

6. Ketua UKM Jonggring Salaka

7. Ketua UKM KSR PMI

Mahasiswa PLB Universitas Negeri Malang Tanamkan Nilai Anti Korupsi Sejak Dini di SDN Lowokwaru 5

  MALANG | JATIMSATUNEWS.COM :  Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Malang melaksanakan kegiatan Sosialis...